Pemerintahan

Respons Keresahan Publik, Komisi A DPRD Jatim Susun Ulang Perda Judol-Pinjol dan Kebisingan

Senin, 27 Oktober 2025 - 20:24 | 502
Ketua Komisi A DPRD Jatim, Dedi Irwansa. (FOTO: DPRD Jatim)
Ketua Komisi A DPRD Jatim, Dedi Irwansa. (FOTO: DPRD Jatim)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Timur (DPRD Jatim) tengah mematangkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 1 Tahun 2019 mengenai Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat.

Langkah ini diambil sebagai respons atas meningkatnya keresahan masyarakat yang dipicu oleh tiga masalah utama: judi online (judol), pinjaman online (pinjol) ilegal, serta penggunaan sound system berkekuatan tinggi (sound horeg) yang menimbulkan polusi suara berlebihan.

Advertisement

Ketua Komisi A DPRD Jatim, Dedi Irwansa, menjelaskan bahwa ketiga isu tersebut memiliki konsekuensi sosial yang luar biasa di tengah masyarakat.

Dedi menyoroti dampak serius dari praktik pinjol dan judol ilegal, yang tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga menyebabkan krisis kesehatan mental.

“Dampak pinjol dan judol ini sangat serius, banyak korban yang mengalami tekanan mental hingga harus menjalani perawatan di RS Menur. Kami melihat perlu adanya penguatan tindakan preventif dan konseling bagi masyarakat yang menjadi korban,” tegas Dedi saat dikonfirmasi, Senin (27/10/2025).

Melalui Raperda ini, DPRD Jatim berupaya memperkuat landasan hukum untuk perlindungan masyarakat dan penanggulangan masalah yang semakin kompleks di era digital.

Isu ketertiban lain yang menjadi fokus utama adalah fenomena sound horeg, yaitu penggunaan pengeras suara berdaya tinggi dalam acara-acara seperti hajatan hingga larut malam.

“Banyak masyarakat yang demo karena terganggu. Bahkan Gubernur Jatim sudah menerbitkan Surat Edaran Bersama Nomor 300.1/6902/209.5/2025, SE/1/VIII/2025, dan SE/10/VIII/2025 tentang Penggunaan Sound System atau Pengeras Suara di Jawa Timur,” jelas Dedi.

Komisi A memastikan bahwa pembahasan Raperda ini akan diselaraskan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim guna menghindari tumpang tindih aturan. Satpol PP ditetapkan sebagai leading sector atau sektor utama dalam penegakan peraturan ini.

Selain itu, Komisi A juga menyoroti aspek jual beli dan konsumsi daging hewan peliharaan seperti anjing. Aspek ini masih dalam kajian komprehensif karena melibatkan pertimbangan antara kebiasaan budaya di sebagian masyarakat dan sisi perlindungan hewan serta dampak sosial yang ditimbulkannya.

DPRD Jatim berharap revisi Perda Ketertiban Umum ini dapat menjadi payung hukum yang kuat dan efektif untuk melindungi masyarakat dari berbagai gangguan sosial dan perilaku menyimpang. Komisi A saat ini terus menampung masukan dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk penyempurnaan naskah Raperda. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES