Pemerintahan

SILPA Rp234,44 Miliar di Surabaya Bukan Dana Mengendap, Wali Kota Eri: untuk Belanja Wajib Setiap Bulan

Selasa, 28 Oktober 2025 - 17:52 | 1.05k
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan SILPA Rp234,44 miliar bukan dana mengendap. (Foto: Humas Pemkot Surabaya)
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan SILPA Rp234,44 miliar bukan dana mengendap. (Foto: Humas Pemkot Surabaya)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pemerintah Kota atau Pemkot Surabaya menjelaskan penyebab munculnya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) per Oktober 2025 yang mencapai Rp234,44 miliar. Kondisi tersebut merupakan bagian dari pola pengelolaan keuangan daerah yang disesuaikan dengan alur pendapatan serta kebutuhan rutin Pemkot Surabaya.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, secara garis besar pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Transfer ke Daerah (TKD). Keduanya menjadi sumber utama dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Advertisement

"Jadi anggaran ada dua. Pendapatan yang PAD murni dari kota, dan pendapatan yang turun dari pemerintah pusat. Ada bagi hasil, ada TKD, macam-macam," ujar Wali Kota Eri, Selasa (28/10/2025).

Menurutnya, sebagian besar pendapatan Kota Surabaya bersumber dari PAD. Karena itu, sejumlah proyek tidak dapat langsung dijalankan di awal tahun anggaran. 

"Seperti Surabaya, itu 75 persen dari PAD asli. Yang dari pusat seperti dibuat bayar DAU (Dana Alokasi Umum). Nah berarti apa? Di setiap bulan, maka harus ada uang yang memang ada SILPA,” jelasnya.

Ia menjelaskan, dana SILPA di Surabaya digunakan untuk kebutuhan wajib seperti pembayaran gaji pegawai, listrik, dan air. "Yang belanja wajib itu harus tersimpan, tidak boleh digunakan. Nilainya (listrik dan air) itu sekitar Rp400-Rp500 juta per bulan," katanya.

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) itu menambahkan, dana tersebut harus tetap tersimpan minimal dua bulan agar kebutuhan rutin pemkot bisa terbayar tepat waktu. "Kalau (kabupaten/kota) kendel (berani), sebulan harus langsung dibayar, dikeluarkan," tuturnya.

Selain kebutuhan rutin, Wali Kota Eri menyebut proyek fisik di Surabaya umumnya baru bisa dimulai pada pertengahan tahun dan selesai pada November. Hal itu karena proses lelang baru dapat dilakukan setelah PAD masuk. "Kita nunggu PAD dulu masuk, baru kita lelang. Sehingga lelangnya itu bisa di bulan Maret-April, maka selesainya di bulan November,” ungkapnya.

Selain PAD, dana dari pemerintah pusat seperti DAU dan Dana Bagi Hasil (DBH) juga mempengaruhi waktu pelaksanaan proyek. "Itu juga ketika ditransfer, transfernya tidak di awal, turunnya juga di tengah-tengah,” ujarnya.

Sebagai contoh, Wali Kota Eri menerangkan dana dari Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang biasanya cair per triwulan. "Nah, ketika ini masuk (turun), baru kan bisa mengeluarkan. Tidak bisa langsung, masuk langsung saya keluarkan,” katanya.

Wali Kota Eri menegaskan, kondisi SILPA tersebut merupakan hal yang wajar terjadi di daerah dengan dominasi PAD tinggi seperti Kota Pahlawan. 

"Maka dari itu, hampir semua kota besar, termasuk Surabaya, baru bisa memulai proyek di pertengahan tahun. Karena uang kita itu adalah uang PAD. Dan kita harus mempertahankan (uang) yang rutin, yang harus kita bayar setiap bulan," tandasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES