Pendidikan

Demam K-Pop dan Ancaman Imperialisme Budaya di Kalangan Generasi Muda

Rabu, 23 Juli 2025 - 21:22 | 8.60k
Nurudin dalam ujian terbuka promosi doktor yang berlangsung di Gedung Kuliah Bersama (GKB) 4 Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa (23/7/2025). (Istimewa)
Nurudin dalam ujian terbuka promosi doktor yang berlangsung di Gedung Kuliah Bersama (GKB) 4 Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa (23/7/2025). (Istimewa)

TIMESINDONESIA, MALANG – Fenomena Korean Pop (K-Pop) tidak lagi sekadar aliran musik hiburan, namun telah menjelma menjadi kekuatan budaya global yang membentuk identitas sosial generasi muda. Budaya K-Pop bahkan dinilai mampu menggeser cara berpikir, menilai, dan bertindak individu dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan oleh Nurudin dalam ujian terbuka promosi doktor yang berlangsung di Gedung Kuliah Bersama (GKB) 4 Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa (23/7/2025). Dalam disertasinya berjudul "Pembentukan Identitas Sosial Generasi Muda pada Komunitas K-Popers (Studi Netnografi pada Nctzenmalang.idn)", Nurudin menelusuri bagaimana budaya K-Pop membentuk identitas sosial baru di kalangan generasi muda.

Advertisement

Nurudin menjelaskan bahwa K-Pop membentuk identitas sosial para penggemarnya melalui proses identifikasi terhadap komunitas yang mereka ikuti. Keterikatan dan kesamaan dengan kelompok penggemar memperkuat rasa kebersamaan dan membangun identitas yang baru.

Serba Korea, lanjut Nurudin yang dipengaruhi oleh K-Pop pada akhirnya akan membuat K-Popers serba meniru ide, atribut, dan perilaku yang merepresentasikan budaya Korea.

"Budaya pada generasi muda K-Popers berubah dan mengikuti budaya Korea. Di sinilah akan muncul imperialisme budaya baru. Generasi muda secara halus akan terjajah oleh budaya Korea. Budaya Korea yang menjajah tersebut akhirnya membentuk sebuah identitas sosial baru,” jelas pria yang juga sebagai dosen Ilmu Komunikasi UMM itu.

Ujian-Doktor-Nurudin.jpg

Penelitian Nurudin juga menemukan bahwa komunitas K-Pop tidak sekadar menjadi ruang pelarian dari rutinitas, tetapi telah berkembang menjadi kekuatan sosial yang mampu melakukan aksi nyata.

Ia mencontohkan keterlibatan komunitas penggemar grup NCT yang berhasil menggalang dana sebesar Rp340 juta dalam 24 jam melalui platform Kitabisa.com untuk membantu korban tragedi Kanjuruhan, Oktober 2022.

Promotor disertasi, Prof. Dr. Oman Sukmana, menilai bahwa fenomena K-Pop merupakan keniscayaan budaya populer yang tidak bisa dihindari. Menurutnya, institusi pendidikan, media, dan pemerintah perlu memandang fenomena K-Popers sebagai ruang ekspresi sosial generasi muda yang berpotensi besar.

“Dampak negatif memang akan ada, termasuk imperialisme budaya Korea. Namun bagaimana sebaiknya hasil penelitian ini bisa dijadikan dasar kebijakan agar dampak yang tidak diinginkan tak terjadi. Karena fenomena K-Pop ini sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Kita hanya bisa mengantisipasinya,” ujarnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan netnografi yang dilengkapi dengan wawancara terhadap penggemar NCT di komunitas Nctzenmalang.idn. Hasilnya menunjukkan bahwa identitas sosial baru yang terbentuk dalam komunitas penggemar K-Pop dapat diarahkan menjadi kekuatan strategis yang berkontribusi positif bagi perubahan sosial. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES