Tokoh NTT Ajak Kalangan Muda Lestarikan Budaya untuk Wariskan ke Generasi Muda

TIMESINDONESIA, MALANG – Tokoh Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang juga Rektor Universitas Katolik Widya Karya Malang (UKWK Malang), Dr. Klemens Mere, yang juga seorang pemerhati budaya NTT mengajak semua komponen di Nusa Tenggara Timur melestarikan budaya sebagai wujud kecintaan terhadap kehidupan sosial dan budaya yang diwariskan kepada generasi yang akan datang.
Bersama dengan Frater M. Monfoort, BHK, dia menjelaskan bahwa tujuan pelestarian budaya Nagekeo adalah menjaga, mengembangkan, dan memanfaatkan warisan agar budaya tetap hidup, relevan, dan bermanfaat bagi generasi selanjutnya.
Advertisement
“Budaya NTT sangat arif dan sarat kearifan lokal. Mulai dari bahasa, tarian, hingga tata cara pergaulan yang menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan, sesama, dan alam,” ujarnya di Malang.
Budaya NTT sangat arif serta menunjukkan kearifan lokal dalam banyak hal, misalnya berbahasa, melestarikan tarian sebagai simbol keberadaan masyarakat setempat dalam membangun budaya bangsa, serta memperkuat persatuan dalam situasi apa pun, khususnya menjaga hubungan kekeluargaan, tata cara pergaulan, dan keharmonisan masyarakat dengan Allah, sesama, dan kosmos.
Budaya masyarakat NTT mencium batu berarti menghormati jasa-jasa para leluhur yang mendahului kita dan menghormati pengorbanan mereka. Batu (namanya peo) merupakan lambang kepemimpinan tradisional yang berjuang membela masyarakat tanpa tuntutan apa pun.
Budaya NTT sangat kaya, salah satunya pemotongan kerbau yang memiliki empat tahap yang disebut sese.
Tahap pertama, Sese Sega Ta’i, adalah sese yang fokus pada pembersihan lingkungan dan alam sekitar. Biasanya tiga ekor kerbau digunakan sebagai simbol tiga suku.
Tahap kedua, Sese Paya Paki, adalah sese yang fokus pada persembahan syukur kepada alam dan kosmos lewat darah kerbau sebagai lambang kesuburan.
Tahap ketiga, Sese Wali Ngai, adalah sese yang meneruskan, menebarkan, serta mewarisi nama dan kekuasaan dari keluarga masing-masing. Jumlah korban kerbau semakin banyak sesuai dengan keberadaan keluarga masing-masing.
Tahap terakhir, Sese Tuye Tangi, adalah sese yang dianggap sebagai proses penyempurnaan, tanda bahwa manusia telah mencapai kebahagiaan.
“Biasanya dalam sese manusia ditantang oleh alam dan lingkungan,” ungkapnya.
Latar belakang pelestarian budaya NTT adalah karena banyaknya keberagaman adat istiadat yang merupakan filter kekuatan alami dan harus diterjemahkan sesuai situasi dan kondisi saat ini. Hal ini sejalan dengan ungkapan Tempo muntatur et nos muntamur in illis.
“Artinya, waktu berubah, kita pun turut berubah. Di dalamnya mengandung filosofi mendalam bahwa generasi harus mampu membaca tanda-tanda zaman yang bisa menggerus nilai-nilai kearifan lokal,” tegasnya.
Klemens Mere mengajak semua komponen NTT di seluruh dunia untuk menjauhi hal-hal yang bisa menghilangkan harkat dan martabat manusia akibat perkembangan globalisasi, arus teknologi mutakhir, dan masuknya budaya luar yang dapat menggeser tatanan nilai yang sebelumnya menjadi norma hidup.
Generasi muda akan menganggap nilai-nilai tradisi bermanfaat apabila dikuatkan dengan penanaman nilai dasar sesuai tradisi yang telah dibangun oleh para pendahulu.
Harapan dengan adanya pelestarian budaya NTT terhadap generasi muda adalah agar mereka mampu melestarikan kearifan lokal, menunjukkan identitas daerah yang dimiliki sebagai jati diri, serta menjadikannya dasar bertindak ke depan sehingga dapat menghindari konflik yang kadang sampai mempertaruhkan jiwa raga.
Budaya NTT dapat menjadi penguatan nilai adat, simbol persatuan dan kesatuan nasional, serta menjaga nilai keberagaman yang sangat kaya saat ini.
“Harapan selanjutnya adalah agar generasi mendatang memahami harga diri serta identitasnya, mengetahui asal-usul, dan menjadikan tradisi yang hidup sebagai norma yang harus dipertahankan demi kelangsungan hidupnya,” pungkasnya.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |