Ratusan Perguruan Tinggi Bahas Strategi Hapus Kemiskinan Ekstrem

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Ratusan perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia berkomitmen menghapus kemiskinan ekstrem melalui program pemberdayaan masyarakat terpadu yang menyentuh sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, hingga lingkungan.
Kesepakatan itu dihasilkan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Forum Perguruan Tinggi sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025.
Advertisement
Rakornas yang digelar di Graha Universitas Negeri Surabaya (Unesa), mengangkat tema Optimalisasi Peran Perguruan Tinggi dalam Pengentasan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Acara dihadiri Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal, dan Daerah Tertentu Prof. Dr.rer.nat. Abdul Haris, M.Sc, Ketua Forum Rektor Indonesia Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes, dan Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Prof. Dr. Ir. Eduart Wolok, ST, MT.
Selain itu hadir pula Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, pejabat Kementerian Sosial, Kementerian Desa, Kepala LLDIKTI Wilayah VI dan VII, serta ratusan pimpinan perguruan tinggi dari berbagai daerah.
Prof. Abdul Haris menegaskan perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam menjawab tantangan kemiskinan ekstrem.
“Presiden Prabowo berpesan, angka kemiskinan harus terus ditekan, bahkan kalau perlu dihapuskan. Perguruan tinggi harus hadir memastikan akses pendidikan terbuka untuk semua dan memberi kontribusi nyata dalam pemberdayaan masyarakat,” ujar Abdul Haris, Jumat (14/8/2025).
Rakornas menghasilkan rencana aksi bersama meliputi Sekolah Rakyat, program Makan Bergizi Gratis, pelatihan guru, pengadaan perpustakaan desa, literasi digital, Posyandu binaan, pemeriksaan kesehatan gratis, pelatihan UMKM, pertanian terpadu, hingga konservasi lingkungan. Program dirancang berkelanjutan lewat kolaborasi antara kampus, pemerintah daerah, dunia usaha, dan komunitas lokal.
Ketua Forum Perguruan Tinggi dalam Pemberdayaan Masyarakat Prof. Nurhasan menyebut sinergi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan.
“Perguruan tinggi membawa ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara masyarakat menghadirkan kearifan lokal dan semangat gotong royong. Kombinasi ini yang akan melahirkan perubahan nyata,” kata Nurhasan.
Senada, Eduart Wolok menilai langkah ini sebagai momentum penyatuan visi antar kampus. "Kami ingin memastikan perguruan tinggi tidak hanya menjadi menara gading, tetapi pusat solusi bagi persoalan bangsa, termasuk kemiskinan ekstrem,” ucapnya.
Rakornas juga memaparkan keberhasilan model desa binaan, salah satunya dari Universitas Islam Lamongan (Unisla) melalui program Harvest (Holistic, Applied Research & Village Empowerment for Sustainable Transformation). Program ini menggabungkan riset, transfer teknologi, dan pembinaan berkelanjutan.
Wakil Rektor I Unisla Dr. H. Sugeng Dwi Hartantyo, S.T., M.T. menyampaikan, keberhasilan program desa binaan lahir dari sinergi antara ilmu pengetahuan dan potensi lokal. "Kami berharap dapat memberi dampak nyata kepada masyarakat sebagai wujud Tri Dharma Perguruan Tinggi.” ucap Sugeng.
Kedepan, Ketua Senat Akademik Unisla Ayu Dian Ningtias, S.H., M.H., CFE, CFrA menyampaikan, Unisla akan memperluas jangkauan desa binaan, memperkuat jejaring dengan pemangku kepentingan. "Selain itu juga menghadirkan lebih banyak inovasi untuk meningkatkan kemandirian masyarakat desa," ujar Ayu Dian.
Dengan kesepakatan Rakornas ini, perguruan tinggi di seluruh Indonesia diharapkan segera mengimplementasikan program di wilayah masing-masing, sehingga target penurunan signifikan angka kemiskinan ekstremisme sebelum 2030 dapat tercapai. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |