Pendidikan

Mahasiswa Dunia Bahas Perlindungan Ruang Sipil di Universitas Brawijaya

Selasa, 09 September 2025 - 19:57 | 5.67k
The 1st International Student Conference on Human Rights yang digelar FH UB pada pada 9-10 September 2025. (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)
The 1st International Student Conference on Human Rights yang digelar FH UB pada pada 9-10 September 2025. (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) menggelar The 1st International Student Conference on Human Rights pada 9-10 September 2025. Konferensi ini mengusung tema “Perlindungan Ruang Sipil, Keadilan Sosial, dan Kesetaraan di Era Ketidakpastian” dan melibatkan mahasiswa, akademisi, serta pakar HAM dari berbagai negara.

Dekan FH UB, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum, menjelaskan bahwa konferensi ini juga didedikasikan untuk mengenang aktivis HAM Munir dalam momentum September Hitam.

Advertisement

“Acara ini didedikasikan untuk Munir. Dari sisi akademik, kami ingin menggugah bahwa isu hak asasi manusia adalah isu global yang harus dijaga. Hak asasi setiap manusia harus dijamin, dihormati, dan dipromosikan agar ada pemajuan terhadap HAM,” jelas Aan.

Konferensi ini menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri, termasuk Australia, Malaysia, dan Indonesia. Sementara itu, peserta berasal dari berbagai negara, di antaranya India dan sejumlah negara Afrika. Aan menekankan pentingnya peran mahasiswa sebagai agen perubahan dalam penegakan HAM.

“Generasi muda harus punya pemikiran kritis. Mereka yang hari ini aktif di jalan menyuarakan keadilan adalah pemuda-pemuda yang akan menjadi harapan Indonesia dan dunia,” ujarnya.

Isu utama yang diangkat dalam konferensi ini adalah perlindungan ruang sipil (civic space) di era demokrasi. Menurut Aan, praktik otoritarianisme dan pemerintahan represif yang muncul di berbagai belahan dunia membuat ruang sipil semakin terancam.

“Praktik otoritarianisme sekarang cukup mengkhawatirkan. Banyak pemerintahan yang cenderung represif, termasuk konflik antarnegara yang membuat demokrasi rentan,” katanya.

Di Indonesia, lanjut Aan, perlindungan ruang sipil juga masih rentan. Ia mencontohkan tindakan represif dalam aksi massa yang kerap disertai penangkapan dan pemidanaan.

“Banyak yang ditahan bahkan dipenjarakan. Infiltrasi terhadap ruang sipil terjadi ketika aparat ikut campur dalam demonstrasi. Akhirnya, forum sipil tidak murni lagi dan berpotensi diprovokasi hingga terjadi anarki. Ini yang kita sayangkan,” tegasnya.

Melalui konferensi ini, FH UB berharap isu perlindungan ruang publik dan demokrasi dapat digaungkan lebih luas. Dengan demikian, pelanggaran HAM dapat diminimalkan, dan ruang sipil benar-benar menjadi wadah kebebasan berekspresi yang sehat. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES