Pendidikan

Ketika Janji Merdeka Belajar Tak Sampai ke Daerah, 310 Guru PPG Prajab Blora Tunggu Kepastian

Senin, 22 September 2025 - 22:34 | 5.57k
Audiensi PPG Prajab dengan DPRD Blora. (FOTO: Rengga/TIMES Indonesia)
Audiensi PPG Prajab dengan DPRD Blora. (FOTO: Rengga/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BLORA – Harapan ratusan anak muda Blora yang sudah lulus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan seolah menggantung. Program yang dicanangkan pemerintah pusat dengan jargon Merdeka Belajar itu justru membuat para lulusannya kebingungan mencari arah.

Bayangkan saja, satu mahasiswa PPG Prajab mendapat alokasi beasiswa Rp17 juta dari negara. Namun, di Blora, sebanyak 310 lulusan asli daerah yang sudah menyelesaikan program itu belum juga bisa mengajar, baik di sekolah negeri maupun swasta.

Advertisement

Ketua perkumpulan guru PPG Prajab Blora, Rahmat Erika Arta Nugraha, menyampaikan keresahannya. Menurutnya, pemerintah daerah sama sekali tidak memberi kepastian setelah mereka lulus.

“Saya dan teman-teman lain hingga sekarang belum ada yang mengajar. Tidak ada satupun. Baik di sekolah negeri maupun swasta,” ujar Rahmat, Senin (22/9/2025).

Ia menilai pemerintah daerah “alpha” atau abai dalam menindaklanjuti program yang jelas-jelas merupakan prioritas nasional. Padahal, jika pemerintah daerah benar-benar hadir, sudah seharusnya ada langkah nyata untuk memastikan lulusan PPG bisa terserap.

“Kita bahkan sudah pernah audiensi. Tapi hasilnya nihil, tidak ada jawaban jelas,” lanjutnya.

Rahmat menambahkan, kondisi ini jelas menunjukkan bahwa misi pembangunan Blora 2025–2030 yang menekankan peningkatan SDM belum benar-benar dijalankan lewat sektor pendidikan.

“Kami sudah bertemu pimpinan DPRD, bahkan menghadirkan Disdik dan BKPSDM. Tapi sampai sekarang, tidak ada kejelasan,” tegasnya.

Lebih jauh, Rahmat mengingatkan bahwa dalam perjanjian program PPG Prajab, para peserta memang diwajibkan siap bekerja sebagai guru setelah lulus. Karena terikat aturan itu, mereka tak bisa melangkah ke arah lain.

“Kami sudah berkorban waktu dan tenaga. Sekarang justru terkatung-katung. Padahal janji awalnya jelas. setelah lulus, siap jadi guru,” tambahnya.

Keresahan itu juga mendapat perhatian DPRD Blora. Wakil Ketua DPRD, Siswanto, menilai Pemkab melalui Dinas Pendidikan maupun BKPSDM seharusnya proaktif melakukan pendataan kebutuhan guru.

“Mereka ini kan sudah ditempa dengan biaya negara. Jangan sampai anggaran Rp17 juta per orang itu jadi sia-sia,” kata Siswanto.

Ia mengingatkan, salah satu poin utama dalam misi pembangunan Blora 2025–2030 adalah peningkatan kualitas SDM. Kehadiran lulusan PPG Prajab justru bisa menjadi aset daerah untuk mencapai target itu.

“Pemkab wajib hadir. Jangan membiarkan SDM unggul dari putra putri daerah hanya jadi penonton,” tegasnya.

Menurut Siswanto, langkah pertama yang harus dilakukan Pemkab adalah menyusun data valid terkait kebutuhan guru di Blora. Dari situ, kebijakan bisa dibuat dengan dasar yang jelas.

Namun, Bupati Blora, Arief Rohman, punya penjelasan lain. Menurutnya, pemerintah daerah tidak bisa mengambil langkah rekrutmen karena terbentur regulasi dari pemerintah pusat.

Arief merujuk aturan dalam Diktum ke-27 KemenPAN-RB Nomor 16 Tahun 2025 tentang PPPK paruh waktu. Aturan itu menegaskan, pengadaan hanya berlaku untuk penataan pegawai non-ASN yang sudah bekerja di Pemkab, bukan untuk lulusan PPG Prajab.

“Usulan kebutuhan PPPK yang kami ajukan hanya untuk non-ASN yang aktif bekerja. Sedangkan lulusan PPG Prajab, itu ranah pemerintah pusat,” jelas Arief dalam keterangan tertulis, Senin (22/9/2025).

Arief menambahkan, program PPG Prajab sendiri memang sepenuhnya digelar oleh Kemendikbudristek melalui Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Pemkab tidak dilibatkan sejak awal, sehingga logis jika penempatan guru juga menjadi tanggung jawab pusat.

“Penempatan lulusan PPG Prajab seyogyanya memang tanggung jawab pemerintah pusat,” tegasnya.

Selain soal aturan, Arief juga menyinggung masalah anggaran. Ia menyebut, beban belanja pegawai di APBD Blora sudah menembus 40 persen pada tahun 2026. 

Padahal, menurut UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, batas maksimal belanja pegawai di 2027 hanya 30 persen.

“Kalau kita paksakan rekrutmen baru, Blora bisa kena sanksi. Anggaran akan defisit, pembangunan sektor lain terhambat,” ujarnya.

Menurutnya, tingginya porsi belanja pegawai bisa mengorbankan sektor produktif lain seperti infrastruktur, ekonomi masyarakat, dan program peningkatan SDM secara lebih luas.

Kini, ratusan lulusan PPG Prajab di Blora masih menunggu kejelasan. Antara janji pemerintah pusat dan keterbatasan pemerintah daerah, mereka terjebak dalam ketidakpastian. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES