Peristiwa Daerah

Kemacetan Panjang di Ketapang, Anggota DPR-RI Bambang Haryo Desak 15 Kapal LCT Diaktifkan

Senin, 21 Juli 2025 - 08:25 | 13.77k
Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono saat meninjau Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, pada Jumat (18/7/2025).(Dok.Tim BHS)
Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono saat meninjau Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, pada Jumat (18/7/2025).(Dok.Tim BHS)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono (BHS) mengungkapkan keprihatinannya atas kemacetan panjang yang terjadi akibat dihentikannya operasional 15 unit kapal Landing Craft Tank (LCT) di Dermaga LCM, Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur.

Dia menekankan, untuk mempercepat beroperasinya kembali ke 15 kapal LCT yang ada di dermaga plensengan, sebagai pengangkut alat berat yang sempat terjebak dalam kemacetan.

Advertisement

"Ini tentu juga cukup berpengaruh terhadap kelancaran daripada angkutan untuk Industri dan pariwisata, sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi yang ada di Wilayah Bali tidak terganggu," ungkapnya saat mengunjungi Pelabuhan Ketapang, Jumat (18/7/2025).

Alumni Teknik Perkapalan ITS Surabaya tersebut menargetkan, seluruh alat berat dan kendaraan yang terjebak kemacetan sudah bisa terangkut semuanya pada Sabtu sore (19/7/2025) dan prosesnya bisa cepat dilancarkan. 

Bambang-Haryo-Soekartono-B.jpg

Apalagi, ke-15 kapal LCT tersebut sudah memiliki sertifikat kesempurnaan setelah kapal turun dok dan beberapa kali dilakukan rampcheck di angkutan lebaran.

Dan setiap jam keberangkatan sebelumnya, kapal-kapal LCT itu sudah mendapatkan surat izin berlayar sehingga bisa dianggap kapal tersebut laik laut beroperasi. 

"Diharapkan proses penghentian kapal tersebut supaya segera dijalankan kembali," ujarnya.

Dorong Penyesuaian Tarif 

Selain itu, BHS juga mendorong percepatan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan yang saat ini sudah tertinggal untuk segera disesuaikan guna mendukung pemenuhan biaya standarisasi keselamatan dan pelayanan minimum. 

Ia menekankan pentingnya ticketing bagi penumpang kendaraan dan pengemudi yang saat ini sesuai aturan KM 58 tahun 2003 tidak diberlakukan.

Dia mendorong agar peraturan itu harus segera diubah dengan aturan baru yang mewajibkan penumpang kendaraan dan pengemudi harus bertiket agar manifest tidak rancu seperti saat kejadian tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di perairan Selat Bali. 

BHS juga menekankan pentingnya penyesuaian tarif untuk menunjang operasional perusahaan pelayaran dalam memenuhi standarisasi keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan pelayanan minimum bagi kapal-kapal penyeberangan yang saat ini sudah tertinggal lebih dari 38%. Angka itu berdasarkan perhitungan pemerintah (Kementerian Perhubungan, Kementerian Menko Marvest), YLKI dan asosiasi Gapasdap pada 2019 lalu.

BHS juga menekankan penganalisaan suatu kecelakaan tidak hanya pada operator saja, tetapi harus totalitas kepada semua stakeholder keselamatan. Mulai regulator (pemerintah), fasilitator (kepelabuhanan), operator dan konsumen yang bisa berkontribusi terhadap keselamatan.

Ditambah lagi, unsur penyelamatan (coastguard KPLP, Basarnas, Bakamla, Polair) yang saat ini perlu diintensifkan dengan menstandarisasikan kualitas penyelamatan dari sisi respon time harus tidak lebih dari 25 menit, sebagaimana UU No 29 tahun 2014 tentang pertolongan dan pencarian yang berlaku untuk Basarnas.  

Tentu ini, kata BHS, ditentukan oleh SDM dan peralatan yang cukup agar garda terakhir penyelamatan bisa dilakukan dan pemerintah hadir di situ.

"Tidak seperti penyelamatan KMP Tunu Pratama Jaya yang hampir 95 persen dilakukan oleh para nelayan yang saat ini saya memberikan apresiasi dan penghargaan kepada 16 nelayan yang telah menemukan 26 korban baik yang hidup maupun meninggal dunia," ucapnya.

Ditekankan BHS, tentang pentingnya pembenahan fasilitas kepelabuhanan, terutama fasilitas dermaga yang memenuhi syarat dengan perlindungan break water agar kapal tidak terganggu arus laut dan peralatan pengukuran berat muatan kendaraan serta jenis-jenisnya. 

Hal itu untuk menunjang pemuatan dan penempatan kendaraan di kapal pengatur stabilitas dan daya apung kapal penyeberangan yang memuatnya agar terhindar dari stabilitas negatif seperti yang dialami KMP Tunu Pratama Jaya. 

Sebagai anggota Badan Legislasi DPR-RI, BHS juga mendorong Kementerian Perhubungan untuk segera menggelar kampanye keselamatan (Safety Campaign) dan menginformasikan kepada masyarakat bahwa keselamatan kapal penyeberangan sudah diatur dengan regulasi yang ketat bahkan terkesan highly regulated dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Keselamatannya mengacu kepada aturan SOLAS (Safety of Life at Sea) karena ratifikasi IMO (International Maritime Organization).

Ditambahkan, masih ada regulasi tambahan yang dilakukan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai klas selain Kemenhub Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

BHS menyatakan, hal tersebut adalah satu-satunya satu negara yang menerapkan aturan kelas internasional untuk keselamatan angkutan penyeberangan, apalagi manajemen operasional keselamatannya juga masih harus mengacu standarisasi internasional ISM Code (International Safety Management Code).

Dan ini semua harus dikampanyekan dan di-refresh ulang tentang keselamatan kepada stakeholder keselamatan baik regulator, fasilitator, operator, konsumen, tim penyelamat dan tim penunjang keselamatan lainnya.

“Diharapkan, benih-benih kecelakaan bisa dihindarkan dan diharapkan angkutan penyeberangan bisa menuju ke zero accident,” kata BHS.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES