Kampung Semar: Harmoni Sosial yang Tumbuh dari Jiwa, Tangan, dan Cinta

TIMESINDONESIA, MALANG – Tak perlu jauh-jauh ke desa terpencil untuk menemukan kehidupan warga yang ramah, mandiri, dan berwawasan lingkungan. Di tengah kawasan Arjosari, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur yang padat, berdirilah Kampung Semar, sebuah kampung kecil yang justru tampil besar lewat karya dan kesadarannya menjaga harmoni sosial dan alam.
Dari ladang-ladang swadaya, pengelolaan limbah organik, hingga pojok-pojok inspiratif yang tersebar di setiap sudut, kampung ini menjelma menjadi wajah kehidupan yang ideal.
Advertisement
Kampung Semar bukan kampung biasa. Warga di sini mengelola tujuh ladang bersama-sama, menanam, memanen, dan bahkan mengadakan lomba hasil pertanian antar-kelompok dasawisma. Mereka punya taman toga, kolam pancing, hingga sistem pengelolaan sampah organik berbasis maggot, sejenis ulat pemakan sisa makanan. Bahkan tempat sampah pun lahir dari handuk bekas yang diraut kreatif oleh ibu-ibu. Lingkungan bersih bukan hasil instruksi, tapi kebiasaan yang terus dilatih sejak lama.
Pojok gang ngoten yang ada di Kampung Semar, Arjosari, Kota Malang. Kampung Semar kini sering dikunjungi mahasiswa, peneliti, bahkan warga negara asing. Beberapa di antaranya datang untuk meneliti sistem sosial dan lingkungan di sana. (FOTO: Almas Elmadina Aisyah)
Yang menjadikan kampung ini istimewa bukan hanya fasilitasnya, tapi karakternya. Warganya ramah, ringan tangan, dan punya rasa memiliki yang kuat. Setiap bagian kampung dikelola oleh kelompok warga dengan semangat kolaboratif dari dasawisma yang merawat ladang hingga karang taruna yang menjaga pojok literasi dan taman bacaan.
Beberapa sudut bahkan diberi nama unik seperti Pojok Pancasila, Pojok Literasi, dan Pojok Roker (singkatan dari rondo keren), sebagai bentuk apresiasi sosial terhadap janda-janda hebat di kampung itu.
Semangat gotong royong di Kampung Semar bukan hal baru. Ia tumbuh perlahan, dipupuk dari generasi ke generasi. Warga menyadari bahwa jika ingin kampung mereka tetap layak huni, maka bukan hanya infrastruktur yang dibangun, tapi juga kebiasaan dan rasa saling peduli. Perubahan besar mulai terasa sejak beberapa tahun terakhir, ketika kesadaran kolektif mereka membuahkan hasil nyata, kampung makin asri, bersih, dan dikenal luas.
Saking terawat dan terorganisirnya lingkungan ini, Kampung Semar kini sering dikunjungi mahasiswa, peneliti, bahkan warga negara asing. Beberapa di antaranya datang untuk meneliti sistem sosial dan lingkungan di sana, dan tak jarang kembali lagi, menyebut Kampung Semar sebagai rumah kedua. Mahasiswa asing pun terlibat aktif, menggali pengetahuan yang tak mereka temukan di ruang kuliah, dan menemukan kenyamanan yang tak tergantikan.
Beberapa hasil kerajinan dari handuk bekas yang dibuat Ibu-ibunya yang tinggal di Kampung Semar, Arjosari Kota Malang. (FOTO: Almas Elmadina Aisyah)
Semua ini terjadi karena satu hal, rasa memiliki. Menurut salah satu penggerak kampung, mereka tidak ingin menjadi “kampung biasa yang hanya menunggu bantuan”. Mereka ingin membuktikan bahwa kampung bisa tumbuh dengan kekuatan sendiri. Dari ladang, pojok literasi, hingga sistem limbah maggot, semuanya lahir dari inisiatif warga yang percaya bahwa merawat lingkungan adalah bagian dari merawat diri sendiri.
Kehadiran tokoh pembina lingkungan nasional, Bambang Irianto, semakin menguatkan posisi Kampung Semar sebagai kampung yang layak jadi rujukan nasional. Dalam kunjungannya, ia menekankan bahwa nilai utama kampung ini bukan semata karena keindahan lingkungannya, tetapi dari karakter sosial warganya.
“Yang luar biasa itu bukan hanya penghijauannya, tapi karakter warganya. Ramah, semangat, dan gotong royongnya nyata. Kampung ini hidup, bukan karena bantuan luar, tapi karena kekuatan dari dalam,” ungkap Bambang Irianto, yang juga dikenal sebagai penggagas gerakan Glintung Go Green.
Kini, keberlanjutan Kampung Semar dijaga melalui kolaborasi antarwarga dan dukungan pihak luar yang benar-benar peduli. Salah satunya adalah mahasiswa KKN dari Universitas Brawijaya yang tengah bertugas di sana.
Mereka terlibat langsung menanam, membersihkan lingkungan, bahkan membuat program kecil bersama warga. Bagi mereka, tinggal di Kampung Semar adalah pengalaman yang berkesan, bukan hanya karena hijaunya lingkungan, tapi juga hangatnya sambutan dan kedalaman nilai hidup yang mereka pelajari dari warga. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |