GM FKPPI Banyuwangi Dorong Revolusi Sistem Pelayaran Ketapang-Gilimanuk

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya menjadi tamparan keras yang membuka mata banyak pihak akan krusialnya pembenahan sistem pelayaran di lintasan Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk.
Menyikapi fenomena tersebut, Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (GM FKPPI) Banyuwangi bergerak aktif, mendorong evaluasi menyeluruh demi keselamatan dan ketertiban.
Advertisement
Dalam audiensi dengan pihak ASDP Ketapang dan KSOP Tanjungwangi pada Kamis (24/7/2025), Ketua GM FKPPI Banyuwangi, KH Ir. Achmad Wahyudi, menyampaikan sejumlah masukan penting.
"Kami ingin memastikan apakah sistem yang berjalan saat ini sudah sesuai atau justru perlu di-upgrade. Termasuk adakah regulasi yang dilanggar, dan siapa yang bertanggung jawab," ujar Wahyudi.
Dia menyoroti hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang mengungkap fakta mencengangkan: KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam karena kelebihan muatan hampir empat kali lipat dari kapasitas seharusnya. Kapal yang dirancang hanya mampu mengangkut 138 ton, nekat membawa 538 ton saat insiden tragis itu terjadi.
"Kalau seperti ini, artinya ada sistem yang tidak jalan. Harus diperbaiki secara menyeluruh. Jangan semata-mata menyalahkan nahkoda," tegas Wahyudi.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang membebankan tanggung jawab besar terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran kepada nahkoda. Bahkan, pencatatan data manifes KMP Tunu Pratama Jaya yang simpang siur pun menjadi tanggung jawab nahkoda.
Maka dari itu, Wahyudi menilai perlu adanya evaluasi regulasi agar tanggung jawab tidak hanya dibebankan kepada satu pihak. "Kalau perlu aturannya direvisi. Jangan semua dibebankan ke nahkoda," cetusnya.
Dalam kesempatan tersebut, GM FKPPI Banyuwangi juga melayangkan usulan strategis kepada pemerintah pusat. Mereka mendesak agar kapal-kapal kecil yang sudah tidak sesuai kapasitas segera diganti dengan kapal berukuran lebih besar. Alasan di balik usulan ini cukup kuat, tonase kendaraan barang yang menyeberang di Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk banyak yang melebihi 30 ton. Dengan adanya kapal besar, diharapkan proses bongkar muat bisa dipercepat dan kemacetan yang kerap terjadi dapat dikurangi secara signifikan.
Tak berhenti di situ, Wahyudi juga menilai perusahaan pelayaran perlu dikontrol lebih ketat. Menurutnya, perusahaan tak boleh hanya berorientasi pada keuntungan semata, namun juga wajib memenuhi kualifikasi teknis dan memiliki tenaga ahli yang berinteraksi aktif dengan instansi pengawas.
"Kami mendorong pembenahan sistem secara menyeluruh. Karena ini menyangkut keselamatan jiwa dan keberlangsungan ekosistem pelabuhan yang lebih tertib, sehat, dan manusiawi," imbuhnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |