Panji In Love, Menghidupkan Kisah Cinta Panji Asmarabangun dan Sekartaji

TIMESINDONESIA, MALANG – “Kalau bukan kita yang menjaga budaya, terus siapa lagi?” Kalimat itu menjadi nyawa dari ‘Panji In Love’. Pertunjukkan yang bukan hanya menghibur tapi juga mengguncang kesadaran bahwa warisan budaya bisa hidup kembali jika disentuh dengan cinta, kreativitas dan keberanian untuk tidak diam.
Keresahan itulah yang melatarbelakangi Lilik subari (61) Kurator Pertunjukkan, untuk membawa kembali kisah cinta Panji Asmarabangun dan Putri Dewi Sekartaji ke atas panggung dengan kemasan baru yang lebih dekat dengan generasi z.
Advertisement
“Panji itu dari Kediri, Jawa Timur, tapi jarang diperkenalkan. Padahal topeng Malang banyak yang bersumber dari cerita Panji. Jadi kami ingin mengembalikannya ke rumahnya melalui pendekatan revitalisasi, dan kami hidupkan kembali tradisi itu,” ungkapnya dengan antusias.
Saat ini beberapa daerah yang hanya tinggal nama dan kenangan mengenai pertunjukan wayang topeng Malang. Melalui pertunjukan Panji In Love, dapat dijadikan wadah untuk membangkitkan kembali semangat bersama akan pentingnya pelestarian budaya.
Revitalisasi budaya pada dasarnya bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah, melainkan juga panggilan pribadi setiap individu. Di gelar di Taman Krida Budaya, pertunjukkan ini diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur, Minggu 27 Juli 2025.
Penonton diajak untuk mendalami cerita dengan nuansa tari Topeng klasik yang anggun dan banyak makna. Lalu, alur cerita dikemas secara teatrikal kontemporer dimana menghadirkan dialog melalui ekspresi tubuh, terutama lewat gerakan tangan yang luwes walaupun ekspresi wajah ditutup dengan topeng.
Sinden duduk anggun di tepi panggung, melantunkan tembang-tembang Jawa yang mengiringi setiap gerak penari dalam pertunjukan wayang topeng Panji Asmarabangun dan Sekartaji. (Foto: Afanin Rushafah/TIMES Indonesia)
Semua ini diperkuat dengan tata cahaya artistik yang dramatis serta emosional. Tak hanya itu, di akhir adegan, muncul juga selipan-selipan lagu populer dimana hal ini menjembatani generasi muda dengan cerita klasik melalui irama yang familiar di telinga mereka.
“Kami tidak percaya penontonnya sebanyak ini sampai membludak keluar Gedung, bahkan banyak yang minta supaya pertunjukan ini dibuat rutin tiap bulannya,” tambah Lilik.
Iklil Tahta (20), mahasiswa asal Universitas Merdeka Malang, mengungkapkan bahwa pertunjukan ini menjadi pengalaman budaya yang mengesankan.
“Biasanya pertunjukan sejenis ini hanya bisa dilihat di Bali, jauh dan mahal. Begitu tahu ada di Malang, saya langsung antusias. Ternyata keren banget,” Katanya.
Sementara, menurut Indri (37) ibu dari seorang anak perempuan mengatakan bahwa ia diajak anaknya untuk menonton pertunjukan ini, dan mengaku bahwa pertunjukan yang paling mengesankan justru terletak pada ekspresi tubuh dan kreativitas para penari.
“Tiap adegan menyentuh banget emosionalnya, dan ada adegan dimana anak-anak menari sambil membawa kain biru yang menggambarkan sungai. Lucu, kreatif tapi juga filosofis. Ini recommend sih untuk generasi muda agar tahu pertunjukan seperti ini,” ungkapnya.
Pertunjukan ini mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak, termasuk Ketua DPRD Jawa Timur, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Jawa Timur hingga Rektor Universitas Brawijaya. Bahkan, Bapemperda menantang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur untuk menjadikan acara seperti ini sebagai program rutin bulanan di tahun depan.
Panji In Love bukan hanya membawa nostalgia akan kisah cinta klasik, tapi juga menampilkan harapan baru bahwa budaya tradisional bisa dikemas dengan menarik, hidup, dan disukai generasi saat ini tanpa harus meninggalkan akarnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |