Pangdivif 2 Kostrad Mayjend TNI Susilo: Bang Jenderal yang Tak Pernah Berubah

TIMESINDONESIA, MALANG – Saya tidak kaget saat mendengar nama Mayjen TNI Susilo diangkat jadi Panglima Divisi Infanteri 2 Kostrad. Bukan karena beliau teman saya. Tapi karena kabar baik itu seperti sudah waktunya datang.
Bang Susilo, begitu saya akrab memangilnya. Ia memang orang baik.
Advertisement
Sudah lama saya mengenal lebih dalam sosoknya. Bukan dari dunia militer. Tapi dari seorang sahabatnya: Andri Ariestianto. Pengusaha asal Malang. Owner Glutera Indonesia.
“Itu teman lama saya. Dari zaman beliau masih Letkol. Masih jadi Dandim di Malang-Batu,” kata Mas Andri.
Saya mendengar cerita itu sambil senyum-senyum sendiri. Cerita tentang seorang perwira yang tetap sederhana, tetap ramah, tetap tidak berubah meski kini sudah menyandang dua bintang di pundaknya.
Menurut Andri, Susilo itu tipe pemimpin yang langka. "Beliau nggak pernah berubah. Pangkat boleh naik, jabatan boleh berganti, tapi orangnya ya tetap seperti dulu. Humble. Kalau ngobrol, tetap sopan. Kalau bantu teman, tidak nunggu diminta."
Kesan itu bukan dibuat-buat. Saya bisa merasakannya.
Apalagi ketika membaca berita-berita tentang Susilo di media lokal. Ketika beliau memimpin Divisi 2 Kostrad dan mengundang seorang veteran tua berusia 103 tahun dalam peringatan Hari Lahir Pancasila di Markas Divif Singosari 1 Juni 2025 lalu.
Veteran itu bernama Amad. Dulu ikut mengibarkan Merah Putih di Hotel Yamato. Ketika melihat Susilo, dia hanya memeluk dan berkata: “Hati saya senang lihat Jenderal Susilo.”
Itu bukan pujian kosong. Itu pengakuan dari seorang pejuang. Dan saya yakin, ucapan itu keluar dari hati yang sangat jernih.
Jenderal dari Desa
Mayjen Susilo lahir di sebuah desa di Lasem, Rembang. Sebuah kota kecil yang melahirkan banyak pejuang.
Ia lulus dari Akademi Militer tahun 1993. Sejak awal, ia memilih Infanteri sebagai jalan hidupnya. Kariernya panjang. Pernah jadi Komandan Batalyon Linud 502/Ujwala Yudha. Lalu Komandan Kodim 0818 Malang-Batu. Dan terus naik ke atas, pelan tapi pasti.
Susilo tidak meledak-ledak. Tidak tampil di banyak headline media. Tapi kiprahnya pelan-pelan diperhatikan.
Salah satu yang saya ingat: saat menjabat Dandim Malang-Batu, Susilo dikenal sering turun ke lapangan. Tidak pakai ajudan banyak. Tidak pakai protokoler ribet.
Bang Susilo langsung datang ke desa, ke sawah, ke dapur umum. Bahkan ikut mengevakuasi warga saat banjir. Itu yang membuatnya dikenal dan dicintai.
Bahkan setelah dia pindah tugas, warga Malang masih sering menyebut namanya; Ndandim Susilo!
Sebuah hal langka dalam dunia militer. Bisa dikenang oleh masyarakat sipil karena kebaikan, bukan karena jabatan.
Kini, setelah menjabat Panglima Divisi Infanteri 2 Kostrad sejak September 2024, Susilo memimpin pasukan yang besar. Salah satu pasukan elit Indonesia. Tapi cara memimpinnya masih sama: dengan hati.
Jenderal Susilo membangun harmoni di satuan. Dekat dengan prajurit. Memperhatikan kebutuhan mereka. Tapi juga membuka ruang dialog dengan masyarakat sipil.
Ia mampu menjadikan TNI sebagai kekuatan yang hadir di tengah masyarakat. Bukan menakutkan, tapi menenangkan.
Saya suka salah satu ucapannya: “Pertahanan bukan hanya tentang menjaga batas negara, tapi menjaga kepercayaan rakyat.”
Itu kalimat dalam. Sebuah kalimat yang mencerminkan cara berpikirnya.
Di bawah kepemimpinannya, pasukan Divif 2 Kostrad aktif dalam kegiatan sosial. Membangun jalan desa, merenovasi rumah, membantu panen petani, bahkan mendukung pendidikan di daerah pelosok.
Susilo tidak hanya membina prajurit, tapi membina harapan rakyat.
Pemimpin Kuat dengan Hati Teguh
Saya percaya, pemimpin seperti Bang Susilo ini akan jadi bagian penting dari wajah baru TNI ke depan. Wajah yang kuat, tapi juga humanis. Yang tegas, tapi tetap punya empati. Yang tidak banyak bicara di media, tapi jejaknya terasa.
Dan, yang paling penting: pemimpin yang tidak lupa teman.
Mas Andri pernah punya kenangan. “Kalau kita susah, beliau datang. Nggak nanya dulu. Nggak mikir urusan pangkat. Nggak nunggu diminta. Tahu-tahu hadir. Dan kalau datang, bukan untuk basa-basi. Tapi benar-benar bantu.”
Cerita seperti itu mungkin tidak akan masuk buku sejarah. Tapi justru cerita-cerita kecil seperti itulah yang menumbuhkan rasa hormat yang tulus.
Mayjen TNI Susilo adalah gambaran bahwa pangkat bisa diraih siapa saja. Tapi karakter tidak bisa dibeli. Ia adalah contoh bahwa kekuatan sejati datang dari kesetiaan terhadap nilai: rendah hati, setia kawan, dan hadir ketika dibutuhkan.
Ia bukan hanya pemimpin di medan tempur.
Tapi juga pemimpin hati. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Khoirul Anwar |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |