DPRD Jatim Dorong Pembangunan Embung di Jatim, Atasi Kekeringan dan Jamin Air Bersih

TIMESINDONESIA, SURABAYA – DPRD Jatim mengusulkan pembangunan embung di sejumlah daerah di Jatim yang masuk dalam peta rawan banjir dan kemarau.
Hal ini dinilai sebagai solusi strategis untuk mengatasi banjir saat musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.
Advertisement
Menurut Anggota Komisi D DPRD Jatim, Martin Hamonangan, langkah tersebut adalah salah satu tata kelola air yang tepat. Tidak hanya menjamin ketersediaan air bersih, tetapi juga mendukung irigasi pertanian.
"Di daerah dengan kontur pegunungan dan wilayah tadah hujan harusnya ada pemikiran tata kelola agar air yang berlimpah saat musim hujan bisa disalurkan di musim kering,” ujarnya, Selasa (12/11/2025).
Martin mencontohkan kondisi di Kalibaru, Banyuwangi, di mana setiap musim hujan, air yang melimpah justru menjadi masalah.
“Kalau sudah musim hujan, semua menolak air karena banjir, airnya terbuang. Kenapa tidak berpikir membuat embung? Ketika tadah hujan tinggi, air melimpah bisa ditampung,” jelasnya.
Dia menilai, pembangunan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) dan IPAL juga harus dibarengi dengan infrastruktur penampungan seperti embung dan sumur kelola.
Hal ini menjadi krusial mengingat adanya alih fungsi lahan hutan tanaman keras menjadi lahan jagung dan tebu, yang berdampak pada menurunnya daya serap tanah.
“Sekarang banyak hutan tanaman keras berubah jadi sawah jagung dan tebu, sehingga saat hujan deras, airnya turun seperti air terjun,” kata Martin.
Dirinya menegaskan, kebijakan pelarangan total penanaman tebu atau jagung bukan solusi praktis.
“Kalau peralihan lahan tidak bisa dikembalikan menjadi hutan, tentu harus ada solusi lain. Tata kelola air bisa dilakukan dengan embung atau sumur kelola sampingan untuk sumber air minum dan pengairan sawah,” tambahnya.
Martin juga menyoroti daerah yang alami krisis air seperti Madura dan Bondowoso. Dirinya menyontohkan seperti Bondowoso yang menghadapi krisis air bersih.
“Di Bondowoso, ngebor hingga kedalaman 100 sampai 200 meter belum tentu menemukan air. Artinya, pengelolaan air hujan menjadi solusi paling logis,” tegasnya.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, sepanjang 2024 setidaknya 26 kabupaten/kota terdampak kekeringan, dengan wilayah terparah meliputi Kabupaten Probolinggo, Sampang, Bangkalan, Pamekasan, Bondowoso, dan Lumajang.
Lebih dari 400 ribu jiwa terdampak krisis air bersih, dan ribuan hektare lahan pertanian mengalami gagal panen akibat minimnya suplai irigasi.
Martin mendorong Pemprov Jatim dan pemerintah kabupaten/kota untuk memprioritaskan pembangunan embung-embung baru di wilayah rawan banjir dan kekeringan, sekaligus memperkuat program konservasi air.
“Dengan embung, kita bisa memutus siklus kekurangan air di musim kemarau, dan meminimalkan kerugian akibat banjir di musim hujan,” ucapnya.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Satria Bagus |