34 Desa Terancam Krisis Air, BPBD Pacitan: Belum Ada Permintaan Droping

TIMESINDONESIA, PACITAN – Memasuki musim kemarau, 34 desa di 12 kecamatan Pacitan berpotensi mengalami krisis air. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan memetakan wilayah tersebut dalam kategori risiko sedang hingga berat.
Kepala Pelaksana BPBD Pacitan, Erwin Andriatmoko, mengatakan puncak kemarau diperkirakan terjadi Agustus–September. Hujan baru diprediksi turun awal November.
Advertisement
“Kami mengacu data tahun sebelumnya, desa-desa itu masuk zona merah kekeringan,” ujar Erwin, Selasa (12/8/2025).
Meski masuk daftar rawan, hingga pertengahan Agustus belum ada desa yang mengajukan droping air. Kondisi ini berbeda dengan tahun lalu, ketika pada periode yang sama beberapa desa sudah menerima pasokan air bersih.
Menurut Erwin, curah hujan yang masih sering turun membuat sumber air warga belum benar-benar kering. “Kalau terjadi darurat, kami siap. Anggarannya dari BTT provinsi atau kabupaten,” tegasnya.
Sebagai antisipasi, BPBD telah menyiapkan empat unit truk tangki, tandon air, dan jeriken. Semua peralatan sudah dicek dan siap digunakan.
“Kami standby. Begitu ada laporan resmi dari desa, kami langsung bergerak,” kata Erwin.
Wilayah Rawan
Ke-34 desa rawan kekeringan tersebar di wilayah dengan tanah kapur dan perbukitan, yang sulit menyimpan air tanah. Sebagian besar warganya mengandalkan sumur dangkal dan penampungan air hujan, yang mudah kering jika tanpa hujan dua bulan berturut-turut.
Mengaca dari kemarau 2024 membuat puluhan desa di Pacitan harus menerima droping air hingga dua kali seminggu.
Pengalaman itu menjadi dasar BPBD untuk memetakan wilayah rawan lebih awal dan menyiapkan logistik sejak sebelum puncak kemarau.
BPBD Pacitan juga berkoordinasi dengan BPBD Jawa Timur. Jika kondisi darurat, bantuan akan melibatkan TNI-Polri, relawan, dan pihak swasta.
Warga diimbau menghemat air dan menjaga kebersihan sumber air. “Kalau ada tanda-tanda sumber air mulai berkurang, segera laporkan ke pemerintah desa,” pesan Erwin.
Kekeringan menjadi persoalan rutin di Pacitan, terutama di wilayah karst. Upaya jangka panjang seperti pembangunan embung dan pengeboran sumur dalam terus dilakukan, namun droping air masih menjadi solusi cepat saat kemarau panjang.
“Harapan kami, ke depan ketahanan air di desa rawan semakin baik,” tutup Erwin. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |