Peristiwa Daerah

Tarif Tak Kunjung Naik, Gapasdap Sebut Pengusaha Penyeberangan Tercekik Tuntutan Tinggi

Jumat, 15 Agustus 2025 - 08:36 | 8.60k
Ketua Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gapasdap, Rakhmatika Ardianto dan Anggota Bidang Penelitian Pengembangan dan Asuransi DPP Gapasdap Fadjar Harjo Seputro berbincang dengan penumpang di Pelabuhan Ketapang. (FOTO: Anggara Cahya/TIMES Indonesia)
Ketua Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gapasdap, Rakhmatika Ardianto dan Anggota Bidang Penelitian Pengembangan dan Asuransi DPP Gapasdap Fadjar Harjo Seputro berbincang dengan penumpang di Pelabuhan Ketapang. (FOTO: Anggara Cahya/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Belum adanya kejelasan tentang penyesuaian tarif, Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) menyebut jika para pengusaha jasa penyeberangan tercekik oleh tuntutan yang tinggi.

“Kita ini kan ada aturan standar keselamatan dan kenyamanan yang ditetapkan pemerintah, kita diminta untuk mentaati itu. Untuk mengikuti itu kan kita butuh biaya,” kata Ketua Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gapasdap, Rakhmatika Ardianto, Kamis (14/8/2025) di Pelabuhan ASDP Ketapang, Banyuwangi.

Advertisement

Untuk itu Gapasdap meminta kepada pemerintah, supaya ada realiasi tentang kenaikan tarif angkutan penyeberagan. Hal itu tentu saja menjadi sebuah penunjang dalam biaya operasional kapal dengan tuntun tinggi terhadap keselamatan, kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jasa.

Diterangkan oleh Rakhmatika, jika berapa waktu lalu Menteri Pehubungan sebelumnya yaitu, Budi Kaya Sumandi sebenarnya sudah mengeluarkan KM tarif pada 18 Oktober 2024 dan harus berlaku 1 November 2024," 

"Namun karena adanya pergantian pemerintahan, aturan tersebut dipetieskan tanpa mengetahui bagaimana kelanjutannya," terangnya.

Mengetahui hal itu, Gapasdap kembali berupaya dengan telah berkirim surat kembali kepada Kementerian Perhubungan, pada 12 Agustus 2025 terkait kenaikan tarif angkutan penyeberangan. 

Harga tiket penumpang di Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk sendiri adalah Rp10.600. Dari tarif tersebut, perusahaan kapal hanya menerima Rp5.100, setelah dipotong untuk pelabuhan dan asuransi. 

"Perolehan iturbilang sangat kecil jika dibandingkan dengan besarnya tanggungjawab kapal untuk memberikan pelayanan yang baik serta memastikan kenyamanan dan keselamatan penumpang," keluh Rakhmatika.

Untuk diketahui, untuk tarif yang berlaku saat ini yaitu masih sesuai perhitungan lama pada tahun 2019 di mana nilai tukar Dollar Amerika masih berada di kisaran Rp 13.200, sementara saat ini telah mencapai Rp 16.500.

“Kemudian tarif dinaikkan secara bertahap oleh pemerintah. Dan hingga sekarang kekurangan tarif sekitar 31,8 persen,” jelas Rakhmatika.

Di Pelabuhan Merak, dalam pemaparan Rakhmatika, pendapatan perusahaan pelayaran kurang lebih 75 persen dari total tarif. Jauh dari Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk yang hanya berkisar 40 persen dari total tarif. 

"Sementara komposisi yang ideal adalah perusahaan pelayaran menerima 90 persen dari total tarif, sementara sisanya untuk pelabuhan dan asuransi," urainya.

Menurut Rakhmatika, penyesuaian tari ini tarif merupakan salah satu penopang keberlangsungan usaha dari angkutan penyeberangan untuk mendukung kondisi iklim usaha yang layak. Bahkan, dari sisi operasional kapal, di beberapa lintasan penyeberangan dalam sebulan, kapal hanya beroperasi selama 30 sampai 40 persen dari waktu operasi yang seharusnya. 

Apabila tarif penyeberangan tidak disesuaikan masih kata Rakhmatika, ditakutkan bisa mengancam keberlangsungan perusahaan penyeberangan, sebab mau tidak mau perusahaan penyeberangan yang minim biaya itu, akan mulai mengurangi beberapa aspek, diawali dari aspek kenyamanan untuk penguna jasa.

"Kedua dikhawatirkan yang berbahaya ketika mengurangi keselamatan. Ketika dua-duanya tidak bisa dipenuhi, maka kapal tidak beroperasi," tuturnya.

Parahnya lagi, jika ini terus berlanjut sehingga dapat menimbulkan efek domino. Yang mana tidak beroperasinya kapal penyeberangan akan menyebabkan kemacetan panjang seperti yang terjadi beberapa waktu sebelumnya, hingga berdampak pada kerugian ekonomi masyarakat. 

Ketika ketika pelayanan kenyamanan tidak bisa diberikan, masyarakat adalah pihak yang dirugikan, terlebih ketika pelayanan keselamatan tidak diberikan dapat mengancam keselamatan penumpang. 

Jika terus berlarut-larut, pengusaha tidak bisa menjamin keberlanjutan usaha kapalnya sebab pendapatan yang diterima tak mampu mengakomodir kebutuhan perawatan kapal. Mau tidak mau, kapal akan lebih banyak sandar daripada melayani penyeberangan, yang dampaknya pada roda ekonomi masyarakat yang bergantung pada kelancaran jasa penyeberangan Ketapang-Gilimanuk. 

"Kami butuh perhatian supaya bisa hidup dan melayani masyarakat secara baik," harap Rakhmatika. 

"Di sisi lain, pengusaha penyeberangan juga dihadapkan pada tidak seimbangnya proporsi antara tarif pelabuhan dan asuransi. Dan di pelabuhan lintasan Ketapang-Gilimanuk ini paling parah," imbuhnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES