Peristiwa Daerah

Senyum Hartatik Saat Tiba di Bondowoso, PMI yang Mengalami Penyiksaan di Malaysia

Sabtu, 16 Agustus 2025 - 11:40 | 16.84k
Hartatik (pakai tas) saat, pertama kali menginjakkan kaki di Bondowoso. Ia diterima di Dinas Ketenagakerjaan sebelum pulang ke rumah (FOTO: Moh Bahri/TIMES Indonesia)
Hartatik (pakai tas) saat, pertama kali menginjakkan kaki di Bondowoso. Ia diterima di Dinas Ketenagakerjaan sebelum pulang ke rumah (FOTO: Moh Bahri/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Hartatik akhirnya bisa menginjakkan kaki di tanah kelahirannya, Kabupaten Bondowoso, setelah 10 tahun menjadi TKW di Malaysia. Senyum dan tangis haru Hartatik tak bisa dibendung saat tiba di Kantor DPMPTSP dan Ketenagakerjaan Kabupaten Bondowoso, Jumat (15/8/2025) kemarin petang. 

Tampak ia didampingi ibunya bersama tim Nasim Khan Indonesia (NKI), yayasan milik Anggota DPR RI Nasim Khan. 

Advertisement

Bahkan keluarga bersama NKI dan pemerintah daerah menjemput kepulangannya di Disnaker dan Transmigrasi di Surabaya. 

Saat dikonfirmasi, Hartatik mengaku, selama di perantauan ia mengalami banyak kesan sedih, karena pengalaman pahit yang ia rasakan. 

"Kemana saja saya rasakan, macam tak senang lah. Macam terluntang-lantung di negeri orang," kenang Hartatik menggunakan Bahasa Melayu. 

Ia merantau ke Malaysia sejak tahun 2016. Hidupnya di Malaysia berpindah-pindah, mulai Selangor, Johor dan beberapa wilayah lainnya. 

Setelah sekian tahun hidup di negeri orang, ia merasa bahwa lebih baik hidup di negeri sendiri bagaimana pun kondisinya, karena dijamin kaamanannya. 

Di Malaysia, Hartatik tidak pilih-pilih pekerjaan, yang penting menghasilkan uang. Seperti merawat atau mengobati orang sakit, dan berbagai pekerjaan lainnya. Namun Hartatik mengaku tidak pernah bekerja sebagai kuli bangunan. 

Ia mengaku merantau ke Malaysia karena diajak temannya yang saat itu mengaku memiliki keluarga di sana. Hartatik harus membayar 6.000 ringgit Malaysia. Saat ini kalau dikonversi ke rupiah sekitar Rp 23 juta. "Saya baru satu kali (bekerja ke luar negeri, red)," imbuhnya. 

Sementara pendapatan di Negeri Jiran kata dia, tidak menentu. Kadang 500 ringgit dalam sepekan. Penghasilan itu ia gunakan untuk membayar tempat tinggal, untuk makan dan untuk dikirim ke tanah air. 

"Bukan cuma anak, ada nenek, ibuk, kalau minta kita bagi lah, kan kasihan kalau minta, kita bagi," ujarnya dengan aksen Melayu. 

Ia juga mengungkapkan, setiba di tanah air ia tidak memegang uang sepeserpun. Oleh karena itu, dalam memulai hidup di tanah kelahiran, ia akan bekerja apa saja terpenting halal. 

Hartatik mangaku tidak ingin merantau lagi. Apalagi di negeri orang ia mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari suami dan majikannya. "Saya dipukul, sama majikan, sama suami," ucapnya.

Sementara itu, Direktur NKI sekaligus TA Nasim Khan, Aurangzeb Khan mengucapkan rasa syukur karena berkat kerja sama semua pihak, Hartatik bisa dipulangkan cepat. 

Menurutnya, PMI asal Bondowoso itu dipulangkan bersama 7 PMI lainnya. Yakni asal Situbondo 3 orang dan asal Banyuwangi 4 orang. Sehingga total ada 8 orang. 

"Alhamdulillah kita kordinasi dengan Pak Menko Gus Muhaimin, dan KBRI di Malaysia. Bahkan kita jemput ke Surabaya dan kita antar ke rumahnya di Taal," paparnya. 

Ia berpesan kepada masyarakat Bondowoso, termasuk di Situbondo dan Banyuwangi, jika ingin menjadi TKI atau TKW agar menggunakan jalur resmi yang difasilitasi pemerintah. 

"Kalau jalur resmi, kerjaannya sudah pasti ada. Dan terutama keamanan dijamin," pungkasnya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES