Kampung Anggur Probolinggo yang Lagi Naik Daun, Dari Krejengan untuk Indonesia

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Angin sore menembus sela-sela daun di Desa Krejengan, Kabupaten Probolinggo, Jatim, 12 Agustus 2025. Daun-daun hijau bergoyang, menyembunyikan bulir-bulir anggur yang ranum. Ungu tua dan hijau kekuningan berderet manis di sulur-sulur.
Aroma segar buah matang menyapa siapa saja yang melangkah ke kebun. Sensasi yang membuat pengunjung tergoda memetik dan langsung mencicipinya.
Advertisement
Di sinilah Krejengan mulai menemukan identitas barunya: Kampung Anggur Probolinggo.
Selasa lalu (12/8/2025), 18 mahasiswa Universitas Dr. Soetomo (UNITOMO) Surabaya, yang tengah menjalani KKN, menyusuri kebun anggur milik KOMPAK (Komunitas Pembudidaya Anggur Krejengan). Mereka tak sekadar mampir, melainkan benar-benar ingin belajar. Belajar bagaimana sebuah desa kecil mampu menyulap lahan terbengkalai menjadi destinasi wisata bernilai ekonomi.
“Setiap jenis anggur punya karakteristik dan tantangan sendiri,” ujar Aziz, pengelola kebun, sambil menunjuk deretan tanaman.
Bibit yang ia rawat berasal dari berbagai negara: Ukraina, Jepang, Amerika, hingga Thailand. Dengan nada optimistis, ia berharap Krejengan kelak jadi sentra anggur yang bukan hanya dikenal di Jawa Timur, tapi juga mampu memberi dampak nyata bagi warganya.
Dari Lahan Terbengkalai Jadi Surga Anggur
Awalnya, kebun anggur ini hanyalah lahan kosong tak terurus. Bapak Arif, staf desa sekaligus perawat kebun, masih ingat panen perdana. “Hasilnya sekitar 3,5 kuintal,” katanya dengan mata berbinar.
Kini, angka itu berlipat. Dan yang lebih membanggakan: kebun tak hanya menghasilkan buah, tapi juga mendatangkan wisatawan.
Setiap akhir pekan, jalan kecil menuju kebun ramai oleh mobil dan motor. Rombongan keluarga datang membawa anak-anak, sekolah-sekolah pun mulai menjadikan kebun ini tujuan eduwisata. Mereka bisa merasakan pengalaman memetik sendiri buah dari pohonnya, mencicipi manis segarnya, sekaligus belajar bagaimana tanaman ini dirawat.
Kepala Desa Krejengan, Nurul Huda, menegaskan konsep yang diusung adalah edu-tourism. “Wisatawan tidak hanya pulang dengan keranjang anggur, tetapi juga membawa pengetahuan baru. UMKM lokal juga ikut tumbuh dengan produk olahan: sirup, jus, selai, bahkan camilan berbasis anggur,” jelasnya.
Dengan cara ini, wisatawan punya alasan untuk datang lagi, karena selalu ada yang baru untuk dicoba.
Inspirasi untuk Generasi Muda
Bagi mahasiswa KKN UNITOMO, kunjungan ini jauh dari sekadar jalan-jalan. Mereka mendengar, mencatat, lalu merenung. Afrizal, ketua KKN, mengaku terinspirasi. “Ternyata membudidayakan anggur tidak sesulit bayangan saya. Asalkan tekun dan paham tekniknya. Kami ingin ikut mempromosikan kebun ini agar semakin banyak orang tahu Krejengan,” ucapnya.
Semangat itu sejalan dengan filosofi Community-Based Tourism (CBT). Warga desa bukan sekadar penyedia jasa, tapi aktor utama. Mereka merancang pengalaman, mengelola interaksi, dan memastikan manfaat ekonomi berputar di lingkaran mereka sendiri.
Inilah yang membuat Krejengan berbeda. Wisata tak hanya dimiliki pengusaha besar, tetapi benar-benar menjadi milik warga.
Menapaki Jalan Baru
Di balik kesederhanaannya, Krejengan sedang menapaki jalan menuju destinasi wisata berkelanjutan. Kolaborasi antara warga, pemerintah desa, dan mahasiswa menjadi energi baru. Strategi promosi modern mulai digarap, terutama melalui media sosial yang kini menjadi senjata efektif menarik wisatawan muda.
Bayangkan, suatu saat wisata petik anggur ini bisa menjadi ikon baru Probolinggo. Seperti Batu yang identik dengan apel, atau Malang dengan kampung tematiknya, Krejengan akan dikenang sebagai desa yang berhasil mengangkat potensi lokal menjadi kebanggaan bersama.
Di bawah sulur-sulur anggur yang menjuntai, harapan itu terus tumbuh. Dari tangan-tangan warga yang tekun merawat, dari ide-ide kreatif mahasiswa yang siap menggaungkan, dan dari dukungan pemerintah yang semakin terarah.
Krejengan kini bukan sekadar desa penghasil anggur. Ia adalah cerita tentang bagaimana potensi lokal bisa diramu menjadi masa depan yang manis. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |