Ekspedisi Patriot: Menyusuri Asa Baru dari Muara Komam Paser Kaltim

TIMESINDONESIA, PASER – Kabut tipis masih bergelayut di jalan tanah Muara Komam, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Mobil yang ditumpangi rombongan Ekspedisi Patriot terpaksa melambat. Aspal yang hilang berganti tanah merah basah sisa hujan malam membuat perjalanan berliku. Di kiri kanan, pepohonan kelapa sawit berdiri rapat.
Bagi warga setempat, pemandangan rombongan mahasiswa dan dosen yang datang bukan hal sehari-hari. Anak-anak berlarian menyambut, sebagian malu-malu, sebagian tersenyum lebar. “Wah, rame sekali, kayak ada pesta,” ujar Rina, siswa kelas lima SDN 016 Muara Komam, sambil menggenggam erat buku tulisnya.
Advertisement
Dari Kampus ke Desa
Ekspedisi Patriot adalah program Kementerian Transmigrasi yang melibatkan 2.000 mahasiswa, alumni, dan akademisi dari tujuh perguruan tinggi negeri, dari UI hingga ITS. Di Muara Komam, tim dipimpin Dr. Rd. Ahmad Buchari, S.IP., M.Si, akademisi dari Universitas Padjadjaran (Unpad). Empat mahasiswa ikut bersamanya: Ana Nabila, Revika Nurkhofifa, Qodhar Rahma Nur Margiyanti, dan Gideon Desvano Tigor Sinambela. (Laporan Niken untuk TIMES Indonesia, Selasa, 30/9/25).
“Kami tak ingin hanya meneliti lalu menulis laporan,” kata Ahmad Buchari. “Kami ingin hadir, tinggal, dan mendengarkan langsung cerita masyarakat.”
Mereka meneliti potensi komoditas unggulan di Desa Sekuan Makmur, Binangon, Uko, hingga Muara Kuaro. Lahan dipetakan dengan citra satelit. Sementara di lapangan, mereka masuk ke kandang ternak, sawah, hingga rumah warga.
Tak hanya bergerak sendiri, Universitas Padjadjaran juga menggandeng Universitas Mulawarman (Unmul) Kalimantan Timur sebagai mitra lokal. Dukungan datang dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang sudah lama bersentuhan dengan dinamika masyarakat setempat. Kolaborasi ini membuat kerja tim lebih kokoh: mahasiswa Unpad membawa bekal riset dan teori, sementara Unmul menghadirkan pemahaman lapangan dan kedekatan kultural dengan warga.
Dengan kekuatan itu, mereka terjun langsung ke desa-desa Sekuan Makmur, Binangon, Uko, hingga Muara Kuaro. Di sana mereka tidak sekadar mencatat dan bertanya, melainkan ikut menapaki pematang sawah, masuk ke kandang ternak, serta berbincang di beranda rumah-rumah kayu. Data yang terkumpul tak hanya berasal dari analisis tutupan lahan dengan citra satelit, tetapi juga dari obrolan santai bersama warga, yang sering kali menyimpan jawaban paling jujur tentang potensi sekaligus persoalan desa.
Ana Nabila, mahasiswi peternakan, bercerita tentang pertemuannya dengan seorang peternak sapi. “Pak Arifin cerita soal sulitnya mencari pakan saat musim kemarau. Dia bilang, ‘Kadang sapi-sapi kami makan seadanya, rumput kering pun jadi.’ Dari situ kami mulai memikirkan solusi lokal yang bisa segera dipakai,” ujar Ana.
Anak-Anak dan Patriot Cilik
Foto bersama peserta. (Foto: Niken for TIMES Indonesia)
Selain bekerja bersama petani, tim juga menggarap program Patriot Cilik (Pacil) di sekolah dasar dan menengah. Di ruang kelas SDN 016, Revika mengajarkan cara mencuci tangan yang benar. Murid-murid menirukan dengan tawa lepas.
“Kalau begini, kuman langsung kabur!” katanya sambil menggoyangkan jarinya. Anak-anak pun serempak menirukan gerakan itu, tertawa sampai terbahak.
Kepala sekolah, Muh. Arafa, menyaksikan dengan mata berbinar. “Anak-anak jadi lebih bersemangat. Mereka bukan hanya belajar soal kebersihan, tapi juga tumbuh rasa cinta pada daerah dan bangsa,” ucapnya.
Suara dari Balai Desa
Di balai desa Sekuan Makmur, akhir September, tikar digelar. Kursi plastik berderet. Petani dan peternak berkumpul dalam Forum Group Discussion (FGD). Suara kipas angin berderit, sementara satu per satu warga angkat bicara.
“Kami ingin hasil panen bisa lebih dari sekadar makan,” kata Suyono, petani padi. “Kalau ada jalur pemasaran yang jelas, atau teknologi yang bisa menaikkan produksi, kami siap belajar.”
Di ujung meja, Gideon, mahasiswa peternakan, mengangguk. “Kami catat semua. Tujuan kami bukan memberi janji, tapi bersama-sama mencari cara agar usaha Bapak dan Ibu berkembang,” jawabnya.
Diskusi bakal berlangsung hingga sore. Tidak semua masalah terjawab, tapi percakapan membuka ruang baru: masyarakat merasa didengar, mahasiswa mendapat pelajaran langsung, dan benih kolaborasi mulai tumbuh.
Jejak Empat Bulan
Koordinasi dengan perangkat desa (Niken for TIMES Indonesia)
Ekspedisi Patriot di Muara Komam berjalan empat bulan, dari September hingga Desember 2025. Waktunya singkat, tapi jejaknya dalam. Di ruang kelas sederhana, di kandang ternak yang penuh lumpur, hingga di forum desa yang hangat, tumbuh kesadaran baru bahwa pembangunan tak bisa datang dari atas semata.
“Ini bukan akhir,” ujar Ahmad Buchari sebelum pulang. “Yang penting masyarakat merasa dilibatkan, dan semoga setelah kami pergi, semangat itu tetap ada.”
Muara Komam menjadi saksi bahwa pembangunan bisa dimulai dari desa. Dari anak-anak yang belajar mencuci tangan dengan tawa, hingga petani yang bermimpi punya pasar lebih luas. Ekspedisi Patriot mungkin hanya satu langkah kecil. Namun di tanah yang sunyi itu, ia telah menyalakan harapan yang tak bisa padam.
Muara Komam menjadi saksi bahwa pembangunan bisa dimulai dari desa. Dari anak-anak yang belajar mencuci tangan dengan tawa, hingga petani yang bermimpi punya pasar lebih luas. Ekspedisi Patriot mungkin hanya satu langkah kecil. Namun di tanah yang sunyi itu, ia telah menyalakan harapan yang tak bisa padam.
Lebih jauh, posisi Muara Komam kian strategis karena letaknya tak jauh dari Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara. Kedekatan geografis ini menempatkan Kabupaten Paser dalam pusaran penting pembangunan nasional. Desa-desa di Muara Komam bisa menjadi penyangga pangan, pusat produksi komoditas unggulan, bahkan penyedia tenaga kerja yang dibutuhkan ibu kota baru negara.
Potensi itu bukan sekadar soal ekonomi, melainkan juga politik. Siapa yang mampu memetakan peluang lebih awal akan punya posisi tawar dalam dinamika pembangunan IKN. Di sinilah hasil kerja lapangan Ekspedisi Patriot menemukan relevansinya: data, analisis, dan aspirasi masyarakat yang dihimpun bukan hanya untuk desa, tapi juga untuk menyiapkan Paser menjadi bagian dari arus besar sejarah.
Muara Komam mungkin kecil di peta. Tapi dari desa inilah, arah masa depan ibu kota baru ikut ditentukan. (d)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |
Publisher | : Sholihin Nur |