Peristiwa Daerah

Umbul Dungo Sukowilangun, Tradisi Sungai Brantas yang Hidup Kembali Setelah 60 Tahun

Sabtu, 04 Oktober 2025 - 15:51 | 5.79k
Saat berlangsung perayaan tradisi Umbul Dungo Sukowilangun.
Saat berlangsung perayaan tradisi Umbul Dungo Sukowilangun.

TIMESINDONESIA, MALANG – Sungai Brantas kembali menjadi saksi hidup kearifan lokal. Setelah enam dekade vakum, masyarakat Desa Sukowilangun, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang, kembali menggelar tradisi Umbul Dungo dan Slametan Larungan di tepi Bendungan Karangkates, Jumat (3/10/2025).

Di bawah langit malam yang cerah, doa dan tembang macapat bergema, menandai kembalinya tradisi warisan leluhur yang pernah hilang selama lebih dari 60 tahun.

Advertisement

Ketua Panitia Umbul Dungo, Imam D, mengungkapkan rasa syukurnya atas terselenggaranya kembali ritual adat yang sarat makna spiritual dan sosial.

“Acara ini bukan sekadar prosesi budaya, melainkan wujud syukur dan doa bersama masyarakat Sukowilangun, sebagai warisan leluhur sekaligus perekat persaudaraan," ujarnya.

Masyarakat Sukowilangun berharap Umbul Dungo tak lagi sekadar dikenang, melainkan menjadi agenda tahunan desa. 

"Tradisi ini diharapkan mampu meneguhkan kembali kesadaran akan pentingnya bersyukur, menjaga kebersamaan, dan merawat keseimbangan dengan lingkungan," harapannya.

Tradisi, Doa dan Simbol Kebersamaan 

Umbul-Dungo-Sukowilangun-2.jpg

Umbul Dungo merupakan tradisi slametan dan sedekah sungai, sebagai ungkapan syukur atas hasil bumi, keberkahan alam, serta keselamatan warga. Selama puluhan tahun, kegiatan ini tak lagi dilakukan, hingga akhirnya lembaga adat bersama warga sepakat menghidupkannya kembali.

Prosesi diawali dengan doa bersama dipimpin tokoh adat desa, dilanjutkan dengan larungan sesaji ke Sungai Brantas. Para penggiat seni macapat melantunkan tembang-tembang klasik, menguatkan suasana khidmat sekaligus menghubungkan generasi muda dengan akar budaya leluhur.

Dalam ritual itu, warga membawa beragam tumpeng (buceng) dengan bentuk dan isi yang bervariasi. Setiap tumpeng memiliki filosofi, melambangkan doa dan harapan, serta mencerminkan nilai gotong royong masyarakat.

Tidak hanya sesaji, namun juga kebersamaan yang tercipta menjadi makna penting. Anak-anak, pemuda, hingga orang tua berkumpul dengan antusias, menjadikan acara ini ajang perekat sosial antarwarga.

Acara ini mendapat dukungan dari Perum Jasa Tirta I selaku pengelola Bendungan Karangkates yang menilai pelestarian budaya lokal juga menjadi bagian penting dalam menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan alam.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES