Anies Baswedan Bacakan Puisi Cinta di Haul Habib Ali Solo: Cahaya Itu Tak Pernah Redup

TIMESINDONESIA, SOLO – Suasana Masjid Riyadh, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, mendadak hening saat Anies Baswedan berdiri dan membacakan puisi yang ia tulis spontan di tengah peringatan Haul Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi atau Haul Solo, Minggu (12/10/2025). Ribuan jamaah dari berbagai daerah menyimak dengan khusyuk bait demi bait syair cinta yang mengalir dari bibir mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Anies datang ke lokasi haul dan duduk di dalam masjid bersama deretan tokoh nasional, habaib, dan ulama yang turut menghadiri puncak acara haul tahunan tersebut. Semula ia hanya berniat hadir sebagai jamaah. Namun, panitia acara memintanya untuk menyampaikan sepatah dua patah kata di hadapan para hadirin.
Advertisement
Mendapat kesempatan itu, Anies dengan jujur mengakui bahwa dirinya tidak membawa persiapan khusus. Ia bahkan sempat merasa gamang untuk berbicara di hadapan para ulama dan habaib.
“Saya duduk di sudut, pada saat disebut untuk memberikan sepatah dua patah kata, kami tak bersiap. Tidak cukup ilmu untuk menyampaikan di hadapan para guru,” ungkap Anies dalam sambutannya di hadapan jamaah yang memadati area Masjid Riyadh.
Alih-alih berpidato panjang, Anies memilih membacakan puisi. Ia bercerita bahwa sejak pagi, tepatnya sekitar pukul 09.00 WIB saat acara haul dimulai, ia menuliskan syair tersebut secara spontan di ponselnya.
“Saya ambil handphone, saya tulis apa yang menjadi perasaan hati ketika mengikuti haul ini. Ini bukan yang disiapkan jauh hari. Izinkan saya bacakan syair ini, izinkan saya sampaikan perasaan ini,” lanjutnya sebelum mulai membaca bait pertama puisinya.
Dalam puisinya, Anies menuturkan kembali jejak perjuangan dakwah Habib Ali Al Habsyi dari Seiwun, Hadramaut, Yaman, hingga ke Nusantara. Ia menggambarkan sang habib sebagai sosok yang datang bukan untuk meninggikan diri, melainkan untuk menyentuh hati manusia melalui kelembutan ilmu dan akhlak.
“Dari Seiwun [Hadramaut] yang jauh, ia datang menebar rahmat, menanamkan akhlak, menumbuhkan cinta. Ia tidak datang dengan kapal dagang, ia datang dengan bahtera ilmu dan kasih,” kata Anies lantang, disambut anggukan dan lirih “Masya Allah” dari barisan jamaah.
Bait demi bait puisi Anies terasa mengalir penuh perasaan. Ia menekankan bahwa warisan Habib Ali tidak berhenti pada masa hidupnya saja, melainkan terus menyala hingga kini. Menurutnya, jarak dan waktu tidak pernah mampu memudarkan cahaya keikhlasan sang habib.
“Karena cinta tidak mengenal ruang, keikhlasan tidak pernah tunduk pada waktu. Dari Hadramaut ke Solo, cahaya itu tidak meredup. Cahaya itu justru bertambah terang,” ucapnya dengan suara berat, seolah larut dalam makna puisinya sendiri.
Anies juga memberikan penghormatan khusus kepada anak cucu Habib Ali yang telah menjaga warisan dakwah pendahulunya. Menurutnya, berkat keistiqamahan mereka, Haul Solo tetap hidup dan menjadi magnet spiritual bagi jutaan umat dari berbagai penjuru dunia.
“Tanpa anak cucunya yang alim, tidak ada cahaya sebesar ini terpancar dari Solo ke seluruh dunia. Tanpa mereka yang tulus yang menuntun umat, tidak ada haul yang mulia ini. Maka kepada anak cucunya, semoga dilipatgandakan kemuliaannya,” lanjutnya disambut tepuk tangan hadirin.
Haul Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi sendiri merupakan salah satu peringatan haul ulama besar yang paling banyak dihadiri jamaah di Indonesia. Ribuan peziarah dari dalam dan luar negeri setiap tahunnya memadati kawasan Pasar Kliwon, Solo, untuk mengikuti rangkaian kegiatan haul. Menariknya, panitia tidak pernah mengundang secara terbuka. Jamaah datang dengan kesadaran dan kerinduan sendiri kepada sosok sang habib.
Habib Ali Al Habsyi dikenal sebagai ulama besar kelahiran Hadramaut yang hijrah ke Nusantara pada abad ke-19. Dakwahnya dikenal sejuk dan penuh cinta, sehingga ajarannya diterima luas oleh masyarakat. Salah satu peninggalan beliau yang terkenal adalah pembacaan Maulid Simtudduror yang hingga kini rutin digelar di berbagai penjuru dunia.
Peringatan haul tahun ini juga menjadi momentum silaturahmi besar. Sejumlah habaib, ulama, tokoh masyarakat, pejabat daerah, serta ribuan jamaah hadir dalam suasana khidmat. Jalan-jalan di sekitar Masjid Riyadh tampak padat sejak pagi, namun tertib. Para jamaah duduk bersila, mendengarkan pembacaan Maulid, tausiah, dan doa bersama.
Anies Baswedan menjadi salah satu tokoh publik yang ikut larut dalam suasana haul. Aksinya membacakan puisi di hadapan para habaib menjadi perhatian banyak orang. Bagi sebagian jamaah, momen itu menggambarkan bagaimana haul bukan sekadar acara seremonial, melainkan ruang batin yang menyatukan banyak kalangan dalam cinta kepada ulama dan Rasulullah.
Usai membacakan puisinya, Anies mendapat sambutan hangat dari para habaib dan jamaah. Ia kemudian kembali duduk di barisan tamu undangan dan mengikuti acara hingga tuntas. “Saya merasa terhormat bisa berada di tengah-tengah majelis seperti ini,” ujarnya singkat seusai acara.
Haul Habib Ali di Solo menjadi bagian dari sejarah panjang perjalanan dakwah Islam di Indonesia. Cahaya yang ditinggalkan sang habib, seperti dalam bait puisi Anies, memang tak pernah redup. Ia justru terus menyala, melintasi ruang dan waktu, menyentuh hati jutaan orang. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |