Pemkot Yogyakarta Kembangkan RTH Warungboto Jadi Pusat Edukasi Pengelolaan Sampah Organik

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Pemerintah Kota Yogyakarta terus memperkuat komitmen terhadap pengelolaan lingkungan berkelanjutan dengan merehabilitasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Warungboto. Tahun ini, kawasan tersebut akan dikembangkan menjadi pusat edukasi pengelolaan sampah organik berbasis masyarakat, sejalan dengan gerakan Masyarakat Jogja Olah Sampah (Mas JOS).
Langkah ini menjadi salah satu terobosan Pemkot Yogyakarta dalam menjadikan RTH bukan hanya sebagai ruang rekreasi, tetapi juga ruang produktif dan edukatif bagi masyarakat.
Advertisement
RTH Warungboto Jadi Percontohan Kota Hijau Mandiri
Kepala Bidang Ruang Terbuka Hijau Publik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Rina Aryati Nugraha, mengatakan bahwa masyarakat Warungboto sudah terlebih dahulu mengelola sampah organik secara mandiri, meski dalam skala kecil. Inisiatif warga ini kemudian mendapat dukungan penuh dari Pemkot.
“Di Warungboto, masyarakat sudah mulai mengolah sampah organik menjadi kompos untuk budidaya tanaman lidah buaya. Sekarang kami ingin mengoptimalisasi fungsi RTH publik dengan menambah fasilitas rumah maggot agar pengelolaan sampah organik semakin efektif,” ujar Rina, Rabu (15/10/2025).
Menurutnya, keberhasilan warga Warungboto menjadi bukti bahwa partisipasi masyarakat menjadi kunci sukses pengelolaan sampah kota. Pemerintah tinggal memperkuat sarana dan memberi pendampingan.
“Karena masyarakatnya sudah jalan sendiri, tinggal kami support. Mereka antusias sekali, dan itu jadi energi positif untuk kita,” tambah Rina.
Dibangun Rumah Maggot dari APBD Perubahan 2025
DLH Kota Yogyakarta saat ini sedang menyiapkan proses rehabilitasi RTH Warungboto yang akan segera masuk tahap Unit Layanan Pengadaan (ULP) secara elektronik. Pembangunan rumah maggot direncanakan menggunakan APBD Perubahan 2025, dengan pelaksanaan proyek dimulai pada November dan ditargetkan rampung pada Desember 2025.
“RTH publik Warungboto ini akan kami jadikan percontohan RTH dengan sistem pengelolaan sampah organik terpadu, agar bisa direplikasi di wilayah lain,” jelas Rina.
RTH Warungboto memiliki luas sekitar 1.000 meter persegi, dengan sebagian lahan akan difungsikan sebagai area pengomposan dan budidaya maggot untuk mengurai sampah organik rumah tangga.
Selain Warungboto, Pemkot Yogyakarta juga akan melakukan rehabilitasi RTH Publik Wirogunan, dengan pembangunan pendopo multifungsi menggunakan anggaran sekitar Rp200 juta dari APBD Perubahan 2025.
Namun, berbeda dengan Warungboto, di Wirogunan belum ada penambahan fasilitas pengelolaan sampah organik karena keterbatasan lahan.
“Kalau luas lahannya masih memungkinkan, tentu kita dorong ada pengelolaan sampah juga. Tapi kalau lahan sempit, sekitar 200 meter persegi, agak sulit menambah fasilitas itu,” terang Rina.
Kota Padat, RTH Jadi Solusi Hijau Berkelanjutan
Rina menegaskan bahwa tantangan utama pengelolaan sampah di perkotaan adalah keterbatasan lahan. Karena itu, RTH publik harus berperan aktif sebagai ruang hijau yang multifungsi, tidak hanya untuk rekreasi tetapi juga untuk pengolahan sampah organik yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan bau.
“Di kota, lahan susah. Maka RTH publik perlu berpartisipasi dalam pengelolaan sampah organik, tapi yang tetap nyaman dan tidak berbau,” ujarnya.
Selain Warungboto, DLH Kota Yogyakarta juga telah menerapkan sistem serupa di RTH Gajah Wong Edupark, yang kini berfungsi sebagai area edukasi lingkungan dan pengolahan sampah organik berbasis masyarakat.
Keberhasilan model ini menunjukkan bahwa konsep kota hijau (green city) bukan sekadar wacana, tetapi bisa diwujudkan lewat kolaborasi pemerintah dan warga.
Dengan langkah rehabilitasi ini, Yogyakarta diharapkan dapat menjadi kota pelopor pengelolaan sampah organik berbasis ruang publik, sekaligus memperkuat citra sebagai kota budaya yang berwawasan lingkungan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |