Peristiwa Daerah

Ketika Aroma Tumisan Jadi Jalan Ibadah: Kisah Inspiratif Sang "Ibu Dapur" dari Blora

Minggu, 02 November 2025 - 02:46 | 1.79k
Yeni Lestari asal Blora yang akrab di sapa
Yeni Lestari asal Blora yang akrab di sapa "Ibu Dapur" di SPPG Jiken 1, Desa Jiken, Kecamatan Jiken, Blora. (FOTO: Rengga/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BLORA – Bagi Yeni Lestari (34), aroma bumbu tumis dan suara wajan beradu bukan semata-mata tanda bahwa pagi hari dimulai. Di balik hiruk-pikuk dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) SPPG Jiken 1, Desa Jiken, Kecamatan Jiken, Blora, ia menemukan arti hidup berupa mengolah makanan dengan penuh cinta.

Setiap hari, perempuan yang akrab disapa “Ibu Dapur” ini menyiapkan ribuan porsi makanan bergizi untuk balita, siswa sekolah, hingga ibu hamil dan menyusui.

Advertisement

Tangannya cekatan, gerakannya penuh semangat. Namun di balik ketulusannya, tersimpan kisah panjang perjuangan seorang ibu tunggal yang pernah berjuang dari bawah.

Sebelum dikenal sebagai sosok penting di dapur relawan ini, Yeni hanya penjual sate jamur di lapangan Kridosono Blora.

Lapak kecil berukuran dua kali dua meter menjadi saksi perjuangannya menghidupi anak semata wayang, sementara sang suami, Heru, merantau ke Jakarta mencari nafkah.

“Hujan panas tetap jualan. Hasilnya tak seberapa, tapi saya bersyukur bisa beli beras dan bayar sekolah anak,” kenang Yeni di Blora, sabtu (1/11/2025).

“Dari situ saya sadar, sekecil apa pun rezeki, bisa jadi berkah kalau dibagi,” ujarnya.

Kesadaran itu menjadi titik balik hidupnya. Ketika gerakan Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) berdiri pada tahun 2025, Yeni langsung bergabung.

Berbekal pengalaman berjualan sate dan membuka usaha ayam geprek kecil, ia kini dipercaya mengelola pengolahan bahan makanan di dapur SPPG Jiken 1.

Setiap malam tepat pukul 00.00, ia mulai bekerja bersama relawan lain: menyiapkan bahan segar, mencampur bumbu, dan memastikan setiap porsi makanan memenuhi standar gizi.

“Alhamdulillah, banyak kebahagiaan. Kalau lihat anak-anak dan pekerja kecil bisa makan kenyang, capek langsung hilang,” ucapnya tulus.

Kini, Yeni tak lagi berjualan sate jamur, namun semangatnya tetap sama dalam bidang mengolah makanan.“Kalau dulu saya jual sate untuk hidup, sekarang saya masak untuk menghidupi semangat orang lain,” katanya pelan.

Sebelum sepenuhnya mengabdikan diri di dapur MBG, Yeni pernah bekerja di pabrik rokok dan membuka usaha ayam geprek. Baginya, dapur relawan ini bukan sekadar tempat kerja, tapi rumah kedua.

“Selama tangan ini kuat, saya akan terus di sini. Karena di dapur ini, saya merasa hidup,” ucapnya mantap.

Koordinator Dapur MBG Jiken 1, Chendy Ilyas Nugraha, menyebut Yeni sebagai sosok inspiratif di tengah relawan.

“Bu Yeni itu pekerja keras dan penuh kasih. Ia bukan hanya memasak, tapi juga menggerakkan semangat teman-teman lain. Kami menyebutnya Ibu Dapur, karena perhatiannya seperti seorang ibu bagi semua,” tuturnya.

Chendy menambahkan, semangat gotong royong relawan seperti Yeni adalah kekuatan utama dapur MBG. “Kami bukan organisasi besar, tapi kebersamaan membuat dapur ini terus hidup. Yeni salah satu simbolnya,” ujarnya.

Dari arang sate di lapangan kecil hingga kompor besar dapur kemanusiaan, perjalanan Yeni Lestari adalah kisah sederhana tentang ketulusan yang menumbuhkan kehidupan bagi banyak orang. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES