Peristiwa Daerah

Kemendukbangga Jabar: 191 Ribu Keluarga Belum Punya Air Layak

Selasa, 04 November 2025 - 16:23 | 688
Kepala Perwakilan Kemendukbangga Jawa Barat Dadi memberikan keterangan persnya pada peserta UKW LKBN Antara. (FOTO: Fahmi/TIMES Indonesia)
Kepala Perwakilan Kemendukbangga Jawa Barat Dadi memberikan keterangan persnya pada peserta UKW LKBN Antara. (FOTO: Fahmi/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Kepala Perwakilan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) Provinsi Jawa Barat (Jabar), Dadi Ahmad Roswandi, menyoroti persoalan serius terkait sanitasi dan akses air layak yang masih menjadi hambatan utama dalam upaya menurunkan angka stunting di wilayahnya.

Dalam konferensi pers yang digelar di sela kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) LKBN Antara di Kota Bandung, Dadi menegaskan bahwa penyebab stunting bukan hanya karena kekurangan gizi kronis, tetapi juga erat kaitannya dengan kondisi lingkungan dan sanitasi yang tidak memadai.

Advertisement

“Di Jawa Barat ada sekitar 191 ribu keluarga yang tidak memiliki sumber air layak. Padahal, banyak perusahaan air dalam kemasan mengambil air dari wilayah ini,” ujar Dadi Ahmad, Selasa (4/11/2025).

Menurutnya, masih banyak warga Jawa Barat yang masih minum air tidak layak dan harus ambil dari sungai terlebih dahulu atau sumur yang masih terbuka.

”Ini luar biasa masalah sanitasi di Jawa Barat. Masih ada 903 ribu keluarga yang tidak punya jamban yang layak. Bayangkan Ibu hamil, tidak punya jamban, kalau dia mau buang air atau mau apa pada malam-malam harus keluar jalan dulu dan ini jadi ini perhatian besar bagi kita,” ujarnya.

Dadi menjelaskan dengan berkolaborasi baik dari Kemendukbangga dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian/Lembaga terkait, pengusaha, termasuk media dapat menurunkan angka stunting.

Ia mengungkapkan dalam mendorong penurunan stunting dilakukan sejumlah program yang masuk dalam quick win BKKBN diantaranya GENTING (Gerakan Orangtua Asuh Cegah Stunting), program orang tua asuh untuk mencegah stunting.

“Ini terinspirasi dengan GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh) jaman orde baru. Nah kita berpikir ya, semuanya harus berkolaborasi. Dengan pendekatan penthahelix, teman-teman media bisa gabung, akademisi bisa gabung menjadi orang tua asuh,” ungkapnya.

Dadi menerangkan menjadi orang tua asuh tidak melulu soal uang tetapi juga bisa membantu mengedukasi dan mempromosikan agar stunting dapat dicegah. “Jadi kita menggarap semuanya,” tandasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES