Peristiwa Daerah

Pameran Manuskrip Tegalsari Tampilkan Sanad Dalā’il Khoirāt–Burdah, Ulama Al-Azhar Jadi Tamu Kehormatan

Minggu, 09 November 2025 - 08:13 | 1.24k
Pameran Manuskrip Tegalsari Ponorogo hadirkan ulama besar dari Al-Azhar Mesir, Prof. Dr. Muhammad Ibrahim Al-Asymawi. (Foto:Fitri for TIMES Indonesia)
Pameran Manuskrip Tegalsari Ponorogo hadirkan ulama besar dari Al-Azhar Mesir, Prof. Dr. Muhammad Ibrahim Al-Asymawi. (Foto:Fitri for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, PONOROGO – Sebuah kegiatan ilmiah dan religius berskala nasional digelar di Ndalem Ageng Kiai Muhammad Besari Tegalsari, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Sabtu (8/11/2025).

Acara bertajuk “Pameran Manuskrip Tegalsari dan Ijazah Sanad Kitab Dalā’il Khoirāt dan Kitab Burdah” ini menghadirkan ulama besar dari Universitas Al-Azhar Mesir, Al-Muhaddits Prof. Dr. Muhammad Ibrahim Al-Asymawi, Guru Besar Hadis dan Ilmu Hadis Universitas Al-Azhar sekaligus Khodim Ṭarīqah Syādziliyah Mesir.

Advertisement

Kegiatan ini diinisiasi oleh Asparagus Ponorogo, bekerja sama dengan Ikatan Alumni Al-Azhar Indonesia (IAAI) Mataraman serta Djarum Foundation. Momen ini menjadi langkah penting dalam upaya melestarikan warisan intelektual dan spiritual Islam klasik, khususnya yang berakar dari Pesantren Gebang Tinatar Tegalsari pusat ilmu dan kebudayaan Islam tertua di Ponorogo.

Manuskrip-manuskrip yang dipamerkan merupakan peninggalan berharga dari keluarga dzurriyah Tegalsari. Koleksi tersebut memuat tidak kurang dari 14 cabang ilmu Islam, mulai dari teologi, tafsir, hadis, fikih, tata bahasa Arab, tasawuf, hingga ilmu kedokteran dan pengobatan tradisional.

“Hal ini menunjukkan luasnya cakupan keilmuan pesantren yang tidak hanya religius, tetapi juga rasional dan praktis,” ujar Gus Hasib Rosyadi, dalam sesi pembukaan presentasi manuskrip.

Kehadiran Prof. Dr. Muhammad Ibrahim Al-Asymawi menjadi sorotan tersendiri. Setelah terpisah lebih dari dua abad, hubungan keilmuan antara Universitas Al-Azhar Mesir dan Pesantren Tegalsari Ponorogo kini kembali terjalin. Dua lembaga besar yang memiliki akar sejarah dalam tradisi keilmuan Islam ini dipertemukan kembali, menandai kebangkitan sanad keilmuan yang sempat terputus selama hampir 200 tahun.

Pada masa keemasan Tegalsari di bawah kepemimpinan Kanjeng Kiai Ageng Hasan Besari, para santri tidak hanya mendalami khazanah kitab Nusantara, tetapi juga mengenal karya para ulama dari Mekkah dan Al-Azhar. Salah satu tokoh penting yang menjembatani hubungan tersebut adalah Kiai Abdul Manan Dipomenggolo, santri kesayangan Kiai Hasan Besari sekaligus pendiri Pesantren Termas.

“Dulu bahkan santri Nusantara (Indonesia, Malaysia, dan Filipina) dibuatkan ruangan khusus yang dinamakan Riwaq Jawi,” tutur Gus Khoirul Fata, menerjemahkan penjelasan Prof. Al-Asymawi.

Melalui kegiatan ini, Asparagus Ponorogo dan IAAI Mataraman berharap dapat menghidupkan kembali semangat keilmuan dan spiritualitas para ulama Tegalsari yang telah mewarnai sejarah Islam di Nusantara. Tegalsari dikenal sebagai pesantren yang melahirkan banyak tokoh besar dalam bidang agama, sastra, dan kebudayaan Jawa.

Acara ini diharapkan menjadi momentum memperkuat jaringan keilmuan antara Ponorogo dan dunia Islam internasional, sekaligus meneguhkan kembali peran Tegalsari sebagai salah satu pusat keilmuan Islam klasik di Indonesia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES