Kasus Perundungan di SMP Blora: 33 Siswa Dipanggil Polisi, Pelaku Utama Dipindah dari Sekolah
TIMESINDONESIA, BLORA – Aksi perundungan yang terekam dalam video berdurasi 25 detik di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, akhirnya menemui titik terang.
Video yang memperlihatkan seorang siswa menjadi korban kekerasan oleh teman-temannya itu kini berujung pada langkah tegas dari pihak kepolisian dan sekolah.
Advertisement
Meskipun pihak sekolah telah melakukan mediasi antara orang tua korban dan pelaku, kepolisian tetap mengambil langkah tegas menindaklanjuti kasus tersebut.
Kapolsek Blora, AKP Rustam, mengatakan bahwa pihaknya telah memanggil 33 siswa yang teridentifikasi memiliki peran berbeda dalam video perundungan yang sempat beredar luas di media sosial.
“Pada hari ini kita laksanakan pembinaan terhadap anak-anak yang terlibat dalam video tersebut,” ujarnya di Mapolsek Blora, Senin (10/11/2025).
Menurutnya, seluruh siswa yang dipanggil memiliki peran yang berbeda, baik sebagai pelaku utama, provokator, maupun saksi pasif yang hanya menyaksikan tanpa berupaya melerai.
Selain para siswa, pihak kepolisian juga memanggil orang tua mereka untuk mendapatkan pembinaan bersama.
Sementara itu, korban hingga kini belum dapat dimintai keterangan karena masih dalam masa pemulihan dan belum kembali ke sekolah setelah kejadian.
Di sisi lain, pihak sekolah juga telah menggelar mediasi antara orang tua korban dan pelaku. Hasilnya, keluarga pelaku utama dan provokator sepakat untuk memindahkan anak mereka ke sekolah lain sebagai bentuk tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan.
Kepala sekolah SMP N 1 Blora, Ainur Rofiq, menegaskan bahwa keputusan tersebut diambil secara sukarela tanpa ada tekanan dari pihak mana pun.
“Ini tadi sudah mediasi dan sudah ada kata sepakat. Jadi, orang tua si pelaku utama dan provokator utama dengan rela dan tanpa paksaan memindahkan putranya. Dari pihak orang tua korban memang meminta agar pelaku utama dan provokator dipindahkan, dan itu sudah disepakati,” jelasnya.
Rofiq menjelaskan bahwa pelaku dan provokator berasal dari dua tingkatan kelas berbeda, yaitu kelas VII dan kelas IX, sedangkan korban merupakan siswa kelas VIII.
Ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas insiden tersebut. Menurutnya, perundungan tidak seharusnya terjadi di lingkungan pendidikan yang menjadi tempat pembentukan karakter.
“Saya mohon maaf kepada masyarakat Blora atas kejadian ini. Kami sangat prihatin karena peristiwa seperti itu bisa terjadi di sekolah. Pendampingan terhadap siswa sebenarnya terus kami lakukan, namun ternyata masih ada saja yang luput dari pengawasan,” ujarnya saat di temui di sekolah.
Sebagai langkah pencegahan, pihak sekolah akan memperkuat sistem pembinaan dan pengawasan terhadap perilaku siswa, serta meningkatkan kerja sama dengan pihak kepolisian dan orang tua dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |
| Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |