Ketika Air dan Jalan Jadi Harapan dari Lembah Lebakharjo
TIMESINDONESIA, MALANG – Embun masih menempel di ujung daun pisang ketika Mauji melangkah keluar dari rumahnya. Udara pagi Desa Lebakharjo terasa dingin, tapi tidak menusuk. Ia menenteng ember kecil, bukan untuk menimba air seperti dulu, melainkan sekadar membasuh wajah dari pancuran di samping dapur.
Air bening menetes, memantulkan cahaya matahari yang baru muncul. Mauji tersenyum.
Advertisement
“Dulu, air kayak gini harus dicari jauh-jauh,” ucapnya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri.
Selama bertahun-tahun, air bersih bagi warga Dusun Sukamaju B, Desa Lebakharjo, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, menjadi kemewahan yang nyaris mustahil. Desa yang terletak di lembah diapit perbukitan ini memiliki sungai kecil yang sering mengering saat kemarau.
Warga harus menapaki bukit sejauh lebih dari tiga kilometer dengan jerigen, ember, atau galon bekas minyak goreng.
Di musim hujan, sungai kembali penuh, tapi airnya keruh dan bercampur lumpur.
“Kadang kami menunggu sore biar nggak antre. Siang hari banyak orang rebutan,” kenang Mauji.
Anak-anak kecil biasanya ikut membawa botol air, perempuan menenteng ember, sementara lelaki seperti Mauji jerigen besar. Air bukan sekadar kebutuhan. Air adalah perjuangan.
Desa dengan Jiwa Pramuka
Di Desa Lebakharjo, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, keramahan yang tulus dan rasa persaudaraan melekat dalam setiap penduduknya. Desa yang kini dikenal sebagai “Desa Pramuka” ini tidak menjadi sebutan itu begitu saja. Semua butuh proses panjang, cerita, dan pengalaman yang membentuk identitasnya.
Lokasi TMMD 126 Kabupaten Malang di Desa Lebakharjo Kabupaten Malang
Sejarah desa ini sebagai pusat kepanduan dimulai pada tahun 1978. Saat itu, Lebakharjo menjadi tuan rumah PW Aspac, sebuah perkemahan wirakarya se-Asia Pacific. Desa yang berjarak dua jam dari Kota Malang ini menyambut para peserta selama lebih dari tiga bulan, dari pra-PW hingga perkemahan utama. Suasana Pramuka terasa di setiap sudut desa: tenda-tenda, nyanyian, latihan baris-berbaris, dan kegiatan kepanduan yang menyemarakkan lembah dan bukitnya.
Tidak berhenti di situ, semangat kepanduan kembali bangkit pada 1993 ketika Lebakharjo menjadi tuan rumah Comdeca (Community Development Camp) sedunia. Hampir seluruh warga muda desa terlibat aktif, membawa semangat gotong royong dan kepemimpinan ke dalam setiap kegiatan.
Kini, ruh Pramuka terasa dalam perilaku sehari-hari warga. Tiap penduduk hafal istilah regu, barung, sangga, reka, ambalan, pasukan, hingga Dasa Dharma dan Trisatya. Bahkan, Dasa Dharma Pramuka dan Trisatya dipasang di depan rumah mereka sebagai pengingat nilai-nilai setia kawan, cinta lingkungan, dan gotong royong.
Selain nilai budaya, sumber daya alam desa turut memperkuat identitasnya. Desa ini dikelilingi pegunungan, tebing, sungai jernih, hamparan sawah, hingga pantai. Kecantikan alam dan keramahan masyarakat menjadikan Lebakharjo layak menyandang predikat Desa Pramuka.
Tak kalah menarik, desa ini memiliki rumah singgah Presiden RI ke-2 Soeharto, yang sering disebut warga sebagai “rumah presiden”. Rumah ini digunakan saat perkemahan Asia Pacific 1978, menambah nilai historis dan kebanggaan bagi warga Lebakharjo.
Dengan segala sejarah, alam, dan budaya yang dimiliki, Lebakharjo bukan hanya desa biasa. Ia adalah desa yang memupuk persaudaraan, semangat gotong royong, dan rasa cinta tanah air sejak generasi muda hingga dewasa. Nilai-nilai inilah yang membuat warga, termasuk Mauji, terbiasa hidup berdampingan, saling menolong, dan siap menghadapi tantangan sehari-hari, termasuk perjuangan mendapatkan air bersih dan akses jalan yang kini telah mereka nikmati.
Desa yang Menunggu Air
Desa Lebakharjo memiliki sekitar 1.200 jiwa, dengan 320 rumah tangga. Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani, buruh kebun, atau pedagang kecil. Waktu berjalan lambat, tapi hidup terus berjalan—dengan ritme alam sederhana: pagi untuk sawah, sore untuk kebun, malam untuk bercengkerama di teras rumah.
“Kalau pagi, yang dicari pertama itu air, bukan kopi,” kata Mauji sambil tersenyum.
Warga Desa Lebakharjo memberikan air minum untuk anggota TNI yang melaksankan TMMD
Dapur sederhana, istri Mauji, dulu selalu penuh perhitungan. Setiap tetes air harus diukur untuk minum, memasak, dan mencuci. Jika salah, mereka harus menunggu pagi berikutnya untuk menapaki bukit menuju mata air, menembus kabut dan jalan tanah yang licin akibat hujan.
Bagi Mauji, air lebih dari sekadar kebersihan. Air adalah simbol kesabaran. Ia mengajarkan manusia menunggu tanpa kehilangan harapan.
Di rumah lain, Bu Nurhayati, tetangga Mauji, menceritakan pengalamannya saat harus menimba air bersama tiga anaknya. “Kadang saya kepikiran, bagaimana kalau ada ibu hamil? Atau anak-anak yang sakit? Kami merasa tak berdaya,” ujarnya sambil menatap tanah yang kini sudah dilalui jalan baru.
Sehari-hari dengan Tantangan
Pagi hari, aroma tanah basah dan kebun kopi yang dipetik semalam tercium di udara. Anak-anak berlari ke sekolah, sering kali menenteng botol air yang mereka ambil dari sungai. Para ibu menyiapkan sarapan dari dapur yang hanya memiliki beberapa liter air. Mauji sendiri harus membawa padi dan sayuran dari sawah ke rumah sambil memastikan ember air cukup untuk keluarganya.
“Dulu kalau air habis, kami harus pilih: mandi atau memasak. Tidak pernah cukup untuk semua,” kenang Mauji.
Bagi warga, hidup seperti bermain keseimbangan setiap hari—antara kebutuhan, waktu, dan tenaga. Waktu luang hampir tak ada, dan satu tetes air bisa menentukan ritme seluruh hari.
Hari Ketika Tentara Datang
Suatu pagi, truk besar memasuki desa. Dari bak belakangnya, puluhan prajurit turun membawa gulungan pipa dan peralatan berat. Anak-anak menonton dari kejauhan, ibu-ibu keluar dari rumah dengan rasa penasaran. Mauji—seperti kebanyakan warga—menyambut kedatangan itu dengan perasaan campur aduk.
“Waktu itu saya kira mereka cuma mampir,” katanya.
Kedatangan TNI bukan sekadar kunjungan. Kodim 0818/Malang-Batu melaksanakan Program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-126 di Lebakharjo pada 8 November 2025. Salah satu fokus utama terkait Manunggal Air yakni pipanisasi air bersih dan pembangunan jalan usaha tani.
Dansatgas TMMD Kodim 0818/Malang-Batu Letkol Czi Bayu Nugroho gotong royong bersama masyarakat desa Lebakharjo.
Letkol Czi Bayu Nugroho, Dansatgas TMMD Kodim 0818/Malang-Batu, turun langsung ke lapangan. “Kami datang untuk bekerja bersama,” ujarnya.
Kalimat sederhana itu menanamkan rasa percaya di hati warga. Sejak hari itu, mereka mulai yakin bahwa perubahan bisa datang bahkan dari hal yang tampak mustahil.
Anak-anak menatap dengan mata berbinar, berharap hari itu bukan hanya tentang prajurit yang lewat, tapi awal perubahan yang mereka tunggu.
Mengalir Bersama Waktu
Pekerjaan pipanisasi dimulai dengan menggali tanah di perbukitan. Prajurit dan warga bekerja bahu-membahu. Tak ada batas antara seragam dan baju tambal—semua basah oleh keringat yang sama.
Sersan Mayor Nur Sohib, Babinsa Lebakharjo, masih ingat pencarian sumber mata air yang dilakukan bersama warga, menelusuri sungai, melewati pepohonan lebat, perkebunan warga, hutan hingga menemukan mata air di Kedung Gendruwo, bukit di sebelah barat Sengkaringan. Setelah itu, pipa-pipa dibangun bersama warga, termasuk Mauji.
“Beliau nggak pernah absen. Bahkan saat hujan deras, tetap datang membantu,” kata Nur sambil tersenyum.
Mauji pun mengangkat pipa-pipa berat itu. “Kalau saya nggak bantu, rasanya malu, toh ini juga buat kami semua,” ujarnya. Ia tahu air itu bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk seluruh dusun.
Hari demi hari berlalu. Pipa demi pipa tersambung. Parit digali. Saat air pertama mengalir ke kran rumah warga, sorak gembira memenuhi Dusun Sukamaju B. Anak-anak berlari menadahkan tangan di aliran air jernih. Warga yang sudah lama menunggu air bersih menitikkan air mata. Mauji berdiri diam, matanya berkaca-kaca. “Rasanya seperti dapat hidup baru,” katanya pelan.
Air yang Membawa Kehidupan
Kini, setiap pagi, Mauji tak lagi menuruni bukit untuk menimba air. Pancuran kecil di belakang rumahnya terus mengalir. Air digunakan untuk minum, memasak, mandi, mencuci, bahkan ternak.
Istrinya tak lagi lelah, anak-anak tak lagi terlambat ke sekolah. “Air ini bukan cuma buat minum,” kata Mauji. “Air ini bikin kami tenang.”
Anggota Babinsa Kodim 0818 Malang-Batu melakukan pengecekan tandon air pipanisasi.
Kepala Desa Lebakharjo, Sumarno menegaskan, “Sekarang lebih dari 250 keluarga menikmati air bersih dari program pipanisasi TMMD. Dampaknya besar, masyarakat bisa lebih sehat dan produktif.”
Bu Nurhayati menambahkan, “Kini saya bisa fokus menyiapkan sekolah anak-anak tanpa khawatir harus menimba air. Rasanya jadi lebih ringan sekarang.”
Pak Mauji, petani kopi, menambahkan, “Kami bisa menabung sedikit demi sedikit, dan anak-anak bisa belajar dengan tenang. Air bersih ini lebih dari sekadar kebutuhan, ini adalah kesempatan baru.”
Jalan yang Menghubungkan Hidup
Bersamaan dengan pipanisasi, Satgas TMMD membangun jalan usaha tani yang menghubungkan Dusun Sukamaju B dengan sawah dan kebun. Jalan panjang lebih dari satu kilometer ini membelah bukit yang dulu hanya bisa dilalui berjalan kaki.
Sebelum ada jalan, warga menuntun sepeda berisi pupuk atau memikul hasil panen. “Kalau hujan, tanah licin, motor sering jatuh. Kami dorong bareng-bareng,” kenang Mauji.
Kini, jalan diperkeras dengan rabat beton. Truk kecil bisa masuk, motor bisa lewat, bahkan di musim hujan. Hasil panen langsung diangkut ke pasar, harga lebih baik, tenaga tidak terbuang sia-sia.
“Kalau anak saya lewat jalan itu, rasanya seperti punya warisan untuk dia,” ujar Mauji.
Jalan itu juga membawa perubahan sosial. Ibu-ibu bisa pergi ke pasar, pedagang bisa datang, anak-anak lebih mudah ke sekolah. Warga yang dulu jarang bersosialisasi kini bisa bertemu dan berbagi pengalaman di jalan yang sama.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Sejak pembangunan jalan usaha tani dan pipanisasi TMMD 126, hasil panen seperti pisang, kelapa, kopi, durian, dan padi yang sebelumnya dijual dengan harga rendah karena sulit diangkut, kini mendapatkan nilai lebih layak di pasar. Perubahan ini secara langsung meningkatkan ekonomi keluarga, memberi ruang untuk menabung, membeli kebutuhan sekolah anak, dan menjaga kesehatan keluarga.
Warga Desa Lebakharjo melewati jalan usaha tani untuk mengambil hasil panen.
“Sekarang kami bisa membeli kebutuhan sekolah anak-anak tanpa terbebani, dan menyisihkan sedikit tabungan untuk kebutuhan kesehatan,” ujar Pak Mauji sambil tersenyum puas.
Warga perempuan juga merasakan manfaat nyata. Bu Nurhayati menambahkan, “Dulu perjalanan ke pasar memakan waktu setengah hari, pulang pun anak-anak lelah. Sekarang ga sampai 30 menit, anak-anak sekolah senang, dan jadi bisa mengatur waktu lebih efisien sekarang.”
Selain aspek ekonomi, perubahan ini berdampak pada kehidupan sosial dan lingkungan. Anak-anak lebih leluasa bermain di jalan beton, bersepeda, dan belajar bersama tanpa gangguan. Ibu-ibu bisa lebih fokus mengurus rumah dan keluarga.
Lingkungan desa pun menjadi lebih bersih dan sehat, karena aliran air lancar, genangan lumpur hilang, dan sampah tidak menumpuk. Jalan dan air yang dibangun TMMD bukan sekadar infrastruktur; mereka membuka peluang, memperkuat interaksi sosial, dan meningkatkan kualitas hidup warga Lebakharjo secara menyeluruh.
Sinergi TMMD yang Berbuah Nyata
Pelaksanaan TMMD di Desa Lebakharjo tak hanya tentang pipa dan beton. Di balik itu, ada sinergi nyata antara TNI, pemerintah, dan warga yang membawa perubahan terasa di kehidupan sehari-hari. Tim Wasev Mabesad, dipimpin Kolonel Inf M. Herry Subagyo, sempat memantau langsung pelaksanaan TMMD di bawah koordinasi Kodim 0818/Malang–Batu.
“Secara umum, TMMD berjalan sesuai rencana dan manfaatnya sudah dirasakan warga. Tapi kami tetap memberi masukan agar hasilnya lebih optimal,” ujar Kolonel Herry.
Ia menekankan bahwa TMMD bukan sekadar membangun fisik, tapi juga memperkuat hubungan sosial antara TNI dan rakyat.
“Sinergi ini melibatkan TNI, masyarakat, pemerintah daerah, hingga kementerian. Semua bergerak bersama untuk kemajuan desa,” tambahnya.
Pangdam V Brawijaya, Mayjen TNI Rudi Saladin, ikut menyoroti semangat warga. Menurutnya, gotong royong dan antusiasme masyarakat menjadi kunci keberhasilan TMMD.
“Masyarakat sangat aktif. Seperti yang disampaikan Wakasad, semua yang sudah dikerjakan bersama harus dijaga dan dipelihara,” kata Mayjen Rudi.
Cuaca yang tak menentu sempat menjadi tantangan, namun kerja sama antara prajurit dan warga membuat seluruh sasaran—baik fisik maupun nonfisik—selesai tepat waktu. “Antusiasme warga luar biasa. Meski hujan, semua target TMMD tercapai seratus persen,” ujarnya.
Bupati Malang, Sanusi, hadir pada penutupan TMMD ke-126 di Lapangan Desa Lebakharjo. Ia menegaskan pentingnya keberlanjutan program dan langkah konkret pencegahan banjir.
“Kita dorong segera melakukan penyudetan sungai. Saat hujan deras, air bisa mengalir lancar dan tidak menimbulkan banjir,” ujarnya.
Melalui TMMD 126, normalisasi Sungai Antrokan sepanjang 1.300 meter di Dusun Lebaksari telah dimulai. Lebarnya mencapai tiga meter, melebihi target awal, menyasar kawasan rawan genangan di tiga RT.
Dansatgas TMMD, Letkol Czi Bayu Nugroho, menjelaskan, “Seluruh target fisik TMMD tercapai seratus persen. Normalisasi sungai diharapkan mampu mengurangi risiko banjir dan meningkatkan kesejahteraan warga.”
Kepala Desa Lebakharjo, Sumarno, mengingat banjir besar pada 2022 yang menggenangi 642 rumah. Sementara pada November 2025, banjir hanya merendam 36 kepala keluarga dan dua tempat usaha di Dusun Krajan II.
“Kami berterima kasih atas upaya TNI melalui TMMD. Namun penyudetan tetap dibutuhkan karena banjir kiriman masih berpotensi besar,” katanya.
Kepala Dusun Lebaksari, Adi Prayitno, menambahkan, “Kami bersyukur sungai sudah dinormalisasi. Harapannya, banjir tidak lagi mengancam rumah warga seperti dulu.”
Di mata Mauji dan warga Lebakharjo, semua kerja keras itu bukan sekadar pembangunan fisik. Ini bukti nyata perhatian dan hadirnya negara di desa mereka, menguatkan harapan, dan menumbuhkan rasa aman yang selama ini mereka idamkan.
Refleksi Warga dan Harapan Baru
Di balai desa, setiap malam warga berkumpul, menghidupkan suasana hangat sambil berbagi cerita tentang perubahan yang nyata sejak program TMMD 126 hadir di Desa Lebakharjo. Mauji duduk di antara mereka, matanya tak lepas dari layar proyektor yang menampilkan dokumentasi pembangunan—pipa air yang terpasang, jalan beton yang membentang, hingga sungai yang dinormalisasi.
Setiap gambar seolah menceritakan perjuangan bersama antara prajurit TNI dan warga desa, yang kini membuahkan kenyataan baru. Terlihat jelas rasa syukur dan kagum di wajahnya, seakan setiap tetes keringat, lelah, dan doa warga terbayar lunas dengan air bersih yang kini mengalir di rumah mereka, serta jalan yang menghubungkan sawah dan kebun ke pasar.
Bu Nurhayati tersenyum sambil menambahkan, “Kini anak-anak bisa bermain tanpa khawatir, membawa botol air sendiri tanpa takut kelelahan. Hidup terasa lebih ringan.”
Pak Ngatiman menimpali, “Hasil panen kami bisa dijual lebih baik, ekonomi keluarga membaik, dan hidup terasa lebih adil. Anak-anak bisa belajar dengan tenang, istri tidak lagi capek menimba air, dan suasana desa lebih hidup.”
Kebersamaan malam itu memperlihatkan bahwa TMMD bukan sekadar pembangunan fisik. Ia menanamkan rasa percaya, solidaritas, dan harapan baru bagi setiap warga, membuktikan bahwa perubahan bisa lahir dari sinergi nyata antara TNI, pemerintah, dan masyarakat.
Pesan dari Wakasad
Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad), Letjen TNI Muhammad Saleh Mustafa, yang memimpin upacara penutupan yang berlangsung pada 5 November 2025, menegaskan TMMD terus ditingkatkan untuk mempercepat pembangunan desa. Prioritasnya meliputi air bersih dan pangan.
“Setiap tahun, TMMD meningkat. Ke depan, program ini diarahkan untuk memperkuat air dan pangan sebagai prioritas,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa rencana penyudetan sungai mendapat perhatian Mabesad karena dinilai mampu mengatasi banjir secara menyeluruh. Ia menegaskan bahwa pembangunan TMMD ke-126 di Kabupaten Malang, khususnya di Desa Lebakharjo adalah bukti TMMD bukan sekadar kegiatan rutin.
“TMMD adalah jalan sunyi TNI untuk menguatkan bangsa dari akar rumput. Dari desa seperti Lebakharjo inilah Indonesia yang kuat akan tumbuh,” katanya.
Ia menambahkan, “Air yang mengalir itu membawa kehidupan. Jalan yang terbuka itu membawa harapan. Itulah misi manunggal air kami.”
Dua Keajaiban TMMD yang Mengubah Hidup
Kini, saat matahari mulai turun di balik bukit, Mauji duduk di pinggir jalan usaha tani yang baru. Di depannya, padi mulai menguning, motor-motor petani melintas membawa hasil kebun, anak-anak tertawa di kejauhan.
Desa Lebakharjo, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang.
Ia menatap pancuran air di rumahnya yang terus mengalir. “Dulu, air datang dengan doa. Sekarang, doa itu terkabul,” katanya lirih.
Di Lebakharjo, dua keajaiban kini berjalan berdampingan: air yang mengalir dan jalan yang terbuka. Semua ini berkat kerja sama warga dan prajurit TMMD 126, yang menyalurkan bantuan nyata melalui pipanisasi air bersih, pembangunan jalan usaha tani, dan normalisasi sungai. Air membawa ketenangan, menumbuhkan kehidupan; jalan membawa gerak, membuka peluang dan menghubungkan mimpi.
Dulu, Mauji menapaki bukit dengan membawa jerigen di motornya, mengambil air. Kini, ia melintasi jalan beton yang dibangun TMMD dengan motor, membawa hasil panen pisang ke pasar, sambil tersenyum menyadari betapa jauh perjalanan yang telah ditempuh.
“Dulu, kami merasa jauh dari mana-mana,” katanya pelan, menatap hamparan sawah yang mulai menguning. “Sekarang, semuanya terasa lebih dekat."
Ia menengadah melihat langit sore yang memerah, seakan memayungi desa yang telah berubah berkat TMMD yang hadir di tengah kami. “Mungkin inilah arti kemerdekaan,” ucapnya sambil tersenyum.
“Ketika air bisa diminum tanpa takut habis, jalan bisa dilalui tanpa harus khawatir jatuh, dan kehidupan sehari-hari menjadi lebih ringan karena negara hadir di sisi kami. Terima kasih bapak-bapak TNI.”
Bagi warga Lebakharjo, air, jalan, dan program TMMD bukan sekadar fasilitas. Mereka adalah simbol harapan yang terwujud, bukti bahwa kerja bersama—antara TNI, pemerintah, dan masyarakat—dapat mengubah sebuah desa, dan menghadirkan masa depan yang lebih cerah bagi generasi yang akan datang. (*)
*) Oleh: Imadudin Muhammad, Jurnalis TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
| Editor | : Yatimul Ainun |
| Publisher | : Rochmat Shobirin |