Peristiwa Internasional

Inilah Sosok Tony Blair yang Diproyeksikan Jadi Gubernur Gaza

Sabtu, 27 September 2025 - 12:28 | 7.29k
Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair. (FOTO: Wall Street Journal)
Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair. (FOTO: Wall Street Journal)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair disebut-sebut akan dipercaya menjabat sebagai gubernur sementara Jalur Gaza di bawah rencana pemerintahan Donald Trump, sementara Hamas siap melepaskan kendali atas Jalur Gaza

The Wall Street Journal melaporkan, berdasarkan rencana Gedung Putih yang diusulkan pemerintahan Donald Trump kepada para pemimpin Arab dan Israel, Tony Blair, 72, akan dipercaya sebagai administrator sementara Gaza, mengawasi badan yang dikenal sebagai Otoritas Transisi Internasional Gaza, atau GITA.

Advertisement

Sebagai Perdana Menteri Inggris, Tony Blair turut menegosiasikan perjanjian perdamaian penting untuk mengakhiri konflik yang berlangsung selama tiga dekade di Irlandia Utara.

Blair memainkan peran penting dalam proses perdamaian di Irlandia Utar itu puncaknya pada Perjanjian Jumat Agung tahun 1998, yang mengakhiri kekerasan sektarian selama puluhan tahun antara kaum republikan Katolik yang menuntut Irlandia bersatu dan mayoritas Protestan yang menganggap diri mereka sebagai warga Inggris. Konflik tersebut mengakibatkan kematian 3.700 orang.

Kini, Presiden Donald Trump menginginkannya untuk tugas yang lebih sulit lagi, yakni membantu Gaza bangkit kembali setelah konflik berakhir.

Menurut pejabat Arab dan Israel yang mengetahui rencana Donald Trump itu, Gedung Putih ingin Tony Blair memimpin GITA dengan didukung pasukan penjaga perdamaian internasional yang dipimpin Arab hingga badan tersebut bisa menyerahkan kendali penuh kepada Palestina. GITA akan mengelola wilayah tersebut selama beberapa tahun.

Surat kabar itu seperti dilansir Al Jazeera juga mengutip pejabat Arab dan Amerika yang mengetahui rencana tersebut yang mengatakan bahwa staf badan yang diusulkan termasuk sekelompok teknokrat Palestina.

Pejabat Gedung Putih memperingatkan bahwa rencana yang melibatkan Blair adalah salah satu dari beberapa proposal yang sedang dipertimbangkan dan masih menghadapi persoalan yang signifikan, termasuk mendapatkan persetujuan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Hamas yang harus membebaskan semua sandera dan setuju untuk melucuti senjata.

Namun para analis mengatakan garis besar rencana tersebut sejauh ini diterima dengan baik oleh beberapa negara Arab dan sejumlah pemimpin Palestina, dan bahwa dukungan Trump terhadap rencana tersebut membuatnya lebih mungkin berhasil daripada rencana sebelumnya.

Belum jelas peran apa yang akan dimainkan Tony Blair, dan apakah ia akan mengemban tanggungjawab administratif langsung atau memimpin badan pengawas yang mirip dengan "dewan gubernur". Kantor Blair tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Blair menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris mulai tahun 1997 hingga 2007. Beberapa bulan terakhir ini Blair mendorong rencana pascaperang untuk Gaza kepada para pemimpin Arab dan pejabat Gedung Putih.

Tony Blair akan menjadi tokoh kontroversial di Gaza. Ia dikenal di wilayah tersebut karena keputusannya pada tahun 2003 untuk mengirim pasukan Inggris guna mendukung invasi AS ke Irak, sebuah keputusan yang dianggap paling kontroversial dalam kariernya. Penyelidikan resmi kemudian menyimpulkan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada informasi intelijen yang parsial dan cacat mengenai kepemilikan senjata pemusnah massal oleh Irak.

Nama Blair pertama kali dikaitkan dengan Gaza tak lama setelah perang, ketika pemerintah Israel menyarankan agar ia membantu mengoordinasikan bantuan internasional ke wilayah tersebut.

Usulan ini tidak terlaksana pada saat itu, tetapi mantan perdana menteri Inggris tersebut yang membangun jaringan luas melalui Tony Blair Institute for Global Change, terus bertemu dengan semua pihak selama setahun terakhir.

Upaya-upaya ini telah dipercepat dalam beberapa bulan terakhir, setelah rencana Trump awal tahun ini, yang meminta Amerika Serikat untuk mengelola wilayah tersebut dan merelokasi penduduknya, menemui penolakan yang luas.

Haaretz mengutip sumber politik Arab yang tidak disebutkan namanya mengatakan, bahwa rencana AS tersebut termasuk Blair yang mengawasi dan mengelola rekonstruksi Gaza, dengan partisipasi pasukan internasional yang bertugas memantau dan melindungi perbatasan Jalur Gaza.

Siap Lepaskan Kendali Gaza

Pemimpin Hamas, Ghazi Hamad mengonfirmasi pada hari Jumat,  bahwa gerakan tersebut siap melepaskan kendali atas Jalur Gaza, seraya menambahkan bahwa itu adalah bagian dari wilayah Palestina dan tidak bisa dikecualikan.

"Seperti yang telah saya katakan berulang kali, kami siap meninggalkan kekuasaan Gaza, dan kami tidak keberatan dengan itu," kata Hamad dalam wawancara dengan CNN seperti dilansir Al Jazeera.

Hamad juga berbicara tentang upaya pembunuhan terhadap dirinya dan delegasi Hamas di Doha dalam serangan Israel pada 9 September 2025 lalu. Ia menggambarkan keselamatannya sebagai "keajaiban", menuduh Israel berusaha menargetkan para negosiator dan "menghancurkan proses negosiasi".

Terkait berkas tahanan, Hamad menegaskan komitmen gerakan tersebut terhadap kesepakatan komprehensif yang mencakup pembebasan semua tahanan Palestina.

Pernyataan pemimpin Hamas tersebut bertepatan dengan pengumuman rencana 21 poin Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang.

Israel memperkirakan Hamas menyandera 48 warga Israel, 20 di antaranya masih hidup, sementara lebih dari 11.000 tahanan Palestina mendekam di penjara-penjara Israel .

Rencana Trump itu diantaranya pembentukan pemerintahan untuk Gaza tanpa Hamas dan pembentukan pasukan keamanan gabungan dengan dukungan Arab dan Islam untuk mengelola dan membangun kembali Jalur Gaza, dengan partisipasi terbatas dari Otoritas Palestina.

Sebaliknya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menekankan bahwa tujuan perang adalah untuk membebaskan semua tahanan, menghilangkan kemampuan Hamas, dan memastikan bahwa Gaza tidak pernah lagi menjadi ancaman bagi Israel.

Sejak serangan Hamas 7 Oktober 2023, Israel melancarkan balas dendam di Gaza dan dalam perkembangannya melakukan genosida dengan telah membunuh  sedikitnya 65.549 warga Palestina yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, selain melukai 167.518 orang lainnya, dan angka itu belum termasuk puluhan ribu warga Palestina yang terkubur hidup-hidup di bawah reruntuhan bangunan dan rumah yang sengaja dihancurkan.

Kini, semenjak 151 negara di dunia mengakui Negara Palestina, jalur Gaza menuju damai dan santer isu bahwa mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair akan dipercaya sebagai gubernur masa transisi di Gaza dengan diback-up pasukan penjaga perdamaian internasional yang dipimpin Arab hingga badan tersebut bisa menyerahkan kendali penuh kepada Palestina. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES