Peristiwa Nasional

Eddy Soeparno di INZS 2025: Transisi Energi Kunci Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Minggu, 27 Juli 2025 - 14:14 | 7.54k
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno saat menjadi pembicara dalam Indonesia Net Zero Summit (INZS) 2025 yang digelar Foreign Policy Community Indonesia (FPCI).
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno saat menjadi pembicara dalam Indonesia Net Zero Summit (INZS) 2025 yang digelar Foreign Policy Community Indonesia (FPCI).

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno, menegaskan bahwa transisi energi menjadi faktor penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Hal tersebut ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam Indonesia Net Zero Summit (INZS) 2025 yang digelar Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) dan dimoderatori mantan Duta Besar Indonesia untuk AS, Dino Patti Djalal.

Advertisement

Eddy menekankan bahwa Indonesia kini menghadapi ancaman serius berupa krisis iklim, bukan lagi sekadar perubahan iklim.

Ia mencontohkan kualitas udara Jakarta yang selama tiga tahun terakhir kerap menempati posisi tiga besar kota dengan polusi terburuk di dunia, serta mencairnya salju abadi di Cartenz, Papua, yang kini hanya tersisa 5 persen dibandingkan 50 tahun lalu.

“Ini peringatan nyata yang tidak boleh kita abaikan,” ujarnya.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Eddy memaparkan strategi percepatan transisi energi menuju energi hijau. Ia menyebut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034 menargetkan penambahan kapasitas pembangkit 69,5 gigawatt (GW), dengan 43 GW berasal dari energi baru terbarukan (EBT). Selain itu, rencana pembangunan 0,5 GW energi nuklir modular juga disiapkan untuk memastikan pasokan energi bersih yang stabil dan aman.

Menurut Eddy, transisi energi tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga mampu membuka peluang ekonomi baru. Sektor EBT, kendaraan listrik, industri baterai, dan bioenergi diproyeksikan menciptakan lebih dari 1,7 juta lapangan kerja hingga 2034.

“Di MPR dan DPR, kami mendorong kebijakan fiskal dan investasi agar mengarah pada pengembangan ekonomi hijau, termasuk riset energi bersih, kawasan industri rendah karbon, serta pembiayaan hijau,” kata Doktor Ilmu Politik lulusan UI tersebut.

Di forum yang dihadiri pemangku kepentingan internasional bidang iklim itu, Eddy juga menyoroti perlunya pembenahan tata kelola ekonomi karbon di Indonesia. Ia mengusulkan pembentukan Badan Ekonomi Karbon dan Penanganan Krisis Iklim untuk mengintegrasikan kebijakan lintas kementerian dan memangkas jalur birokrasi.

Eddy menutup pernyataannya dengan peringatan soal peluang ekonomi yang bisa hilang jika Indonesia terlambat bertransformasi. “Investor global mencari negara dengan sumber energi hijau memadai. Jika kita tertinggal, mereka akan memilih Vietnam, Laos, atau Kamboja. Bahkan produk ekspor kita terancam ditolak atau dikenakan pajak karbon jika tidak memenuhi standar emisi,” tegasnya.

“Transisi energi adalah keniscayaan. Jika Indonesia ingin tetap kompetitif di pasar global, transformasi ini harus dilakukan sekarang, bukan nanti,” ucapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES