Pemerintah Legalkan Umrah Mandiri, Chatour Travel: Masyarakat Harus Pahami Risikonya
TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pemerintah tengah menelurkan wacana kebijakan yang membuka peluang pelaksanaan umrah mandiri. Saat ini, DPR dan pemerintah sedang melakukan pengambilan keputusan tingkat II dan mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi Undang-Undang (UU).
Salah satu poin dalam revisi UU Haji dan Umrah adalah pasal 86 ayat 1 huruf b yang menyatakan perjalanan ibadah umrah bisa dilakukan secara mandiri. Sebelumnya, umrah hanya bisa dilakukan melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Advertisement
Rencana melegalkan umrah mandiri ini pun mendapat beragam tanggapan dari pelaku usaha perjalanan ibadah. Direktur Utama Chatour Travel, H. Khusaini Basir misalnya.
Ia mengingatkan pentingnya kesiapan masyarakat sebelum memilih melaksanakan ibadah umrah tanpa pendampingan resmi dari biro perjalanan.
“Ini kan ada aturan baru dari pemerintah untuk melegalkan umrah mandiri. Banyak pengusaha travel yang kini menimbang kembali risiko dan tanggung jawabnya dalam melayani jemaah,” ujar Khusaini saat ditemui di Surabaya, Jumat (24/10/2025).
Menurut Khusaini, pihaknya telah berdiskusi langsung dengan Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Jawa Timur, Asyadul Anam, untuk memahami lebih jauh arah kebijakan tersebut.
“Kami sudah melakukan obrolan hangat dengan Pak Asyadul Anam. Beliau menyampaikan agar aturan baru ini jangan sampai disalahartikan. Umrah mandiri bukan berarti bebas tanpa regulasi. Harus ada aturan turunan yang memastikan keamanan dan keselamatan jamaah,” tuturnya.
Khusaini menekankan, bahwa tujuan utama kebijakan pemerintah tetap untuk memberikan pelayanan terbaik dan menjamin keselamatan seluruh warga negara Indonesia yang beribadah di Tanah Suci. Ia juga mengingatkan, tanpa persiapan matang, umrah mandiri justru bisa berisiko bagi jemaah.
“Kalau mereka berangkat tanpa pendampingan, lalu terjadi hal-hal tak diinginkan, tentu negara juga akan terbebani. Karena itu, kami di sektor travel umrah dan haji memilih menunggu penjelasan resmi lebih lanjut dari pemerintah,” kata dia.
Lebih jauh, Khusaini menjelaskan perbedaan mendasar antara umrah melalui biro perjalanan dengan umrah mandiri.
“Kalau berangkat sendiri, masyarakat harus sadar bahwa mereka akan berada di negara dengan bahasa dan budaya yang berbeda," tandasnya.
Tanpa persiapan, lanjutnya, itu bisa berbahaya. Di sinilah peran travel umrah hadir untuk memastikan seluruh kebutuhan jamaah terpenuhi, mulai dari akomodasi, transportasi, hingga pendampingan ibadah.
Ia mencontohkan, agen perjalanan memiliki tanggung jawab memastikan jemaah memperoleh tempat tinggal yang layak, makanan, transportasi antar kota suci, hingga bantuan ketika sakit.
“Kalau jemaah tiba-tiba sakit atau tersesat, pihak travel lah yang akan hadir membantu. Karena itu, kalau mau umrah mandiri, silakan, tapi pikirkan dulu secara matang. Apakah mampu memenuhi semua kebutuhan sendiri di Mekkah dan Madinah?," ujar Khusaini.
Sosialisasi kebijakan penyelenggaraan umrah oleh Kanwil Kemenag Jatim dan meeting agent Chatour Travel di Surabaya, Jumat (24/10/2025). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Selain menanggapi isu regulasi baru, Chatour Travel juga terus memperluas layanan kemitraan di berbagai daerah.
Tercatat hingga 2025, Chatour telah memiliki lebih dari 400 agen resmi di seluruh Indonesia yang melayani pendaftaran dan informasi keberangkatan umrah.
“Alhamdulillah, setiap musim kami memberangkatkan sekitar 14.000 hingga 16.000 jemaah. Kami juga menyediakan layanan pembayaran fleksibel, mulai dari tunai hingga program cicilan, yang kami sebut BUMN—Berangkat Umrah Metode Nyicil,” jelasnya.
Pada awal 2025, Chatour Travel juga resmi memperoleh izin sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Sejak mendapat izin pada Februari, perusahaan telah menerima sekitar 400 pendaftar haji khusus hingga Oktober 2025.
“Ini langkah baru bagi kami untuk memperluas pelayanan ibadah umat, baik umrah maupun haji khusus, dengan tetap menjaga kenyamanan dan keselamatan jemaah,” kata H. Khusaini Basir.
Keberlanjutan Umrah Mandiri
Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Timur, Mohammad As’adul Anam, pada kesempatan yang sama, menekankan pentingnya kerja bersama seluruh pelaku penyelenggaraan umrah dan haji agar kebijakan umrah mandiri dapat berjalan secara berkelanjutan dan akuntabel.
“Program ini harus dibesarkan bersama, kita topang bersama agar terus berkelanjutan,” ujar As’adul Anam dalam kegiatan sosialisasi kebijakan penyelenggaraan umrah di Surabaya.
Menurut As’adul, meskipun secara regulasi Kemenag tidak membuka perizinan baru untuk agen perjalanan umrah, kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh biro travel tetap dimungkinkan sepanjang berada dalam pengawasan dan koordinasi dengan kantor pusatnya.
“Dalam konteks pemasaran, agen dapat membuka cabang atau mitra yang diatur sendiri oleh biro pusat. Namun harus dibangun kepercayaan antara agen dan kantor pusat,” jelasnya.
Ia menambahkan, sejumlah kasus penipuan yang merugikan jemaah dengan nilai miliaran rupiah menjadi pelajaran penting agar hubungan antara pusat dan agen dikelola dengan prinsip transparansi dan tanggung jawab.
“Pernah ada jemaah yang tertipu hingga miliaran rupiah. Itu menjadi perhatian serius kami agar ke depan tidak terulang,” ujarnya.
Pembatasan Mitra Syarikat oleh Pemerintah Arab Saudi
As’adul juga menjelaskan, dalam penyelenggaraan haji, pemerintah Arab Saudi kini membatasi jumlah syarikah atau perusahaan penyedia layanan haji yang bekerja sama dengan tiap negara.
Jika sebelumnya terdapat delapan perusahaan yang menangani jemaah asal Indonesia, mulai 2026 jumlahnya hanya dua.
“Tahun depan, hanya dua syarikah yang melayani jemaah haji Indonesia, yaitu Reken Masyarik dan Betges,” ungkap As’adul.
Kebijakan itu, menurutnya, memiliki sisi positif dan negatif. Di satu sisi, pembatasan ini memperketat pengawasan kualitas layanan, namun di sisi lain mengurangi keterbukaan dan kompetisi sehat.
“Saat delapan syarikah, prosesnya terbuka dan banyak pilihan. Tapi karena evaluasi pemerintah Arab Saudi, kini dibatasi. Ada plus minusnya di situ,” katanya.
Kapasitas dan Peluang Bisnis di Jawa Timur
As’adul menyebutkan, Jawa Timur memiliki potensi besar dalam penyelenggaraan haji dan umrah.
Saat ini, jumlah jemaah umrah asal Jawa Timur mencapai sekitar 250 ribu orang per tahun, sedangkan kuota haji reguler mencapai 35.192 orang.
“Kalau dilihat dari waiting list jemaah haji yang mencapai 1.127.282 orang, maka ke depan bisa ada penambahan kuota sekitar 7.000 jemaah, menjadi sekitar 42 ribu,” jelasnya.
Ia menilai kondisi tersebut menjadi peluang besar bagi industri travel umrah dan haji di daerah, sepanjang dikelola dengan manajemen yang baik dan berkelanjutan.
“Kata kuncinya manajemen. Kalau manajemennya rapi dan transparan, biro travel akan bertahan. Tapi kalau acak-acakan, sebesar apa pun modalnya, pasti tumbang,” ujar As’adul.
Standar Biaya dan Layanan Haji
Terkait penugasan petugas haji, As’adul menjelaskan bahwa biaya perjalanan ditetapkan berdasarkan Standar Biaya Umum (SBU) penugasan luar negeri. Besarannya disesuaikan dengan jabatan dan tanggung jawab masing-masing petugas.
“Standar biaya sudah diatur melalui SBU, bukan ditetapkan sepihak oleh menteri. Besarannya tergantung jabatan dan tingkat penugasan,” tuturnya.
Selain itu, sistem subsidi dan manfaat dana haji kini juga dapat dipantau secara real-time melalui aplikasi resmi Kemenag. Namun, As’adul mengakui belum semua pihak memahami mekanisme tersebut.
“Nilai manfaat tetap ada dan bisa dilihat secara real-time dalam sistem. Hanya saja tidak semua jamaah sudah memahami fitur ini,” ujarnya.
Peluang dan Tantangan ke Depan
Kemenag menilai, kebijakan baru dalam tata kelola umrah dan haji membawa dua sisi: tantangan dan peluang. Fokus utama pemerintah saat ini, kata As’adul, adalah peningkatan kualitas layanan agar jemaah mendapat standar pelayanan yang sama di seluruh wilayah Indonesia.
“Orientasi utama pemerintah adalah layanan. Makaz biro harus fokus pada nilai tambah dan menjaga standar yang seragam di mana pun jemaah dilayani,” ujarnya menegaskan.
As’adul juga menyoroti pentingnya sinergi antar-pelaku penyelenggara haji dan umrah, baik biro pusat maupun agen daerah, agar keberlanjutan usaha dan perlindungan jemaah bisa berjalan beriringan.
“Sinergitas antara agen dan pusat adalah fondasi utama. Dengan itu, keberlanjutan usaha dan perlindungan jemaah dapat terjamin,” ujarnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
| Editor | : Deasy Mayasari |
| Publisher | : Rizal Dani |