
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di tengah serbuan isu pangan dunia yang tak menentu, Jawa Timur justru tenang-tenang saja. Tidak panik. Tidak pula grasak-grusuk. Provinsi ini justru soo cool.
Stok berasnya, jangan kaget! Menyentuh angka 868.208 ton. Hampir seperempat dari cadangan nasional.
Advertisement
Saya tidak sedang promosi. Tapi siapa pun yang melihat data ini, pasti akan bertanya: siapa dalangnya?
Jawabannya sederhana. Dia perempuan. Berkerudung. Gaya bicaranya tenang tapi tegas. Namanya Khofifah Indar Parawansa.
Ya, Gubernur Jawa Timur. Mantan Menteri Sosial. Mantan Ketua Umum Muslimat NU. Sekarang: jenderal logistik pangan di provinsi lumbung pangan nasional.
Saya mengenalnya sejak lama. Baik saat sama-sama di NU. Pula saat sering ke Ponpes Genggong, Probolinggo.
Ia bukan tipe pemimpin yang suka ramai-ramai di panggung. Tapi ketika bicara pangan, Khofifah berubah jadi insinyur lapangan. Ia menyingsingkan lengan, pakai caping, dan berdiri di lumpur sawah bersama petani.
April lalu, ia datang ke Ngawi. Di tengah terik, ia ikut panen raya padi bersama petani.
Bukan pencitraan. Karena usai panen, ia langsung mengatur strategi serapan beras ke Bulog. Target 585.000 ton. Baru Mei, sudah terserap 478.000 ton. Cepat. Rapi. Tidak ramai. Tapi nyata.
Saya jadi ingat masa kecil. Saat desa-desa panen raya, jalanan penuh iring-iringan gerobak sapi berisi padi. Kini, iring-iringan itu digantikan truk dan alsintan. Tapi semangatnya sama: rakyat bekerja. Pemerintah mendukung. Dan Gubernurnya tidak duduk manis di kantor ber-AC.
Khofifah juga bukan tipe yang puas dengan panen. Ia berpikir ke depan. Ia tahu: ketahanan pangan tidak cukup dengan gabah. Harus ada ekosistemnya.
Maka lahirlah program Desa Produktif berbasis BUMDesa. Ia ajak koperasi bangkit. Ia dorong petani milenial melek teknologi. Ia gandeng HKTI, universitas. Juga komunitas Muslimat NU. Juga Aisyiyah, organisasi ibu-ibu Muhammadiyah itu.
Ibu-ibu? Ya. Komunitas perempuan ini diajak membangun ketahanan pangan dari dapur. Dari halaman rumah. Dari lahan kecil di kampung. Mereka tanam organik. Mereka olah hasil tani. Mereka ajarkan anak-anak hidup sehat dari makan.
Di situ saya tersenyum. Ketahanan pangan yang tak hanya soal angka. Tapi soal ruh. Soal hidup. Soal masa depan.
“Distribusi itu penting,” kata Khofifah dalam satu rapat TPID.
Ia tidak hanya bicara tanam. Tapi juga harga. Pasar. Rantai logistik. Ia pelajari strategi 4K: Ketersediaan, Keterjangkauan, Kelancaran distribusi, Komunikasi efektif.
Dan itu bukan jargon. Ia jalankan. Bersama timnya di Pemprov Jatim yang solid.
Harga cabai naik, ia operasi pasar. Beras langka, ia minta Bulog turun tangan. Bukan karena panik, tapi karena tahu: rakyat kecil tak punya ruang tunggu. Bagi mereka, satu kilo beras hari ini, lebih penting dari seribu wacana besok.
Baru-baru ini ia ajak Bulog sinergi dengan Koperasi Merah Putih. Gagasannya sederhana tapi mengena: pangan jangan hanya lewat pasar besar.
Salurkan langsung ke desa-desa lewat koperasi. Potong rantai. Turunkan harga. Hidupkan koperasi.
Saya jadi ingat zaman orde lama. Saat koperasi jadi tulang punggung desa. Kini, lewat Khofifah, koperasi diberi napas lagi. Bukan lewat teori. Tapi lewat aksi nyata.
Saya pernah menyaksikan sendiri bagaimana Khofifah menandatangani MoU antara HKTI dan UMM. Bukan sekadar seremoni. Ia ingin kampus dan petani tidak berjarak. Ingin mahasiswa tidak hanya pandai bicara, tapi juga pandai menanam. Ingin inovasi tidak mati di laboratorium, tapi hidup di sawah.
Di titik ini, saya tidak sedang memuji. Saya hanya menyampaikan: bahwa Jawa Timur tidak sedang jalan biasa-biasa saja. Ia sedang berlari.
Dan kalau Anda tanya: apakah semua ini cukup?
Tentu belum. Tapi saya tahu, untuk urusan pangan, Jatim tak lagi sekadar “andalan nasional”. Ia sudah jadi “sandaran”.
Dan itu, tidak terjadi sendiri. Tapi karena satu hal: ada pemimpin yang sungguh-sungguh bekerja.
Namanya Khofifah. Dan saya percaya, kita belum lihat semua dari apa yang sedang ia siapkan untuk Jawa Timur.
Tinggal kita: ikut berlari, atau hanya menonton dari jauh. (*)
* Penulis adalah Khoirul Anwar. CEO TIMES Indonesia National Network, pengurus LTN PBNU, yang masih percaya pada kekuatan sawah dan koperasi.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Rifky Rezfany |