Jejak Panjang Penyelundupan 5.400 Telur Penyu dari Kalbar, Perburuan Sunyi di Jalur Perbatasan

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Malam mulai turun di Pelabuhan Kapet Semparuk, Kabupaten Sambas. Lampu-lampu dermaga berpendar sayup di antara riak gelombang. Di balik suasana yang tampak biasa, sejumlah petugas dari Stasiun PSDKP Pontianak dan Subdenpom XII/I-I Singkawang Kodam Tanjungpura bergerak senyap. Mereka tengah memburu komoditas gelap: telur penyu, harta karun laut yang nilainya tak ternilai untuk ekosistem, namun menjadi incaran di pasar ilegal.
Operasi itu bukan tanpa risiko. Jalur penyelundupan yang membentang di perbatasan Kalimantan Barat dan Malaysia dikenal licin dan sulit ditembus. “Kami sudah memantau pergerakan ini sejak lama,” ujar Pung Nugroho Saksono atau Ipunk, Direktur Jenderal PSDKP KKP.
Advertisement
Tanggal 12 Juli 2025 menjadi hari yang tak terlupakan bagi tim operasi. Berdasarkan informasi intelijen, dua orang tersangka diduga membawa ribuan telur penyu melalui KMP Bahtera Nusantara 03. Mereka tidak sadar, setiap langkah sudah dalam pantauan petugas.
Di salah satu pusat perbelanjaan di Singkawang, tim gabungan melakukan penyergapan. 5.400 butir telur penyu ditemukan—jumlah yang, jika dibiarkan, akan menjadi kehilangan generasi penyu baru di perairan Nusantara.
Dari Kapal ke Meja Hijau
Salah satu tersangka, berinisial MU, segera dibawa ke markas PSDKP untuk diperiksa. Barang bukti yang ikut diamankan antara lain 150 butir telur penyu yang masih utuh (sisanya dimusnahkan demi mencegah peredaran ulang), Dua unit handphone berisi kontak dan catatan transaksi, dan Satu flashdisk berisi rekaman aktivitas penyelundupan di kapal.
Setelah penyidikan dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada 12 Agustus 2025, MU resmi diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.
Sementara satu tersangka lainnya—oknum TNI AD—diproses secara terpisah oleh Pomdam XII/TPR.
Jalur Tikus di Perbatasan
Kalimantan Barat memiliki garis perbatasan darat dan laut yang panjang dengan Malaysia. Beberapa titik rawan di wilayah ini menjadi “jalur tikus” perdagangan lintas negara. Telur penyu kerap diselundupkan karena permintaan tinggi di pasar gelap, baik sebagai pangan eksotis maupun bahan obat-obatan tradisional.
“Di pasar ilegal, telur penyu bisa dihargai berlipat-lipat dari telur biasa. Itulah yang membuat perburuan terus terjadi,” ungkap Bayu Yuniarto Suharto, Kepala Stasiun PSDKP Pontianak.
Ekologi yang Terancam
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengingatkan bahwa penyu adalah spesies payung bagi ekosistem laut. Hilangnya penyu akan mengacaukan rantai makanan dan keseimbangan terumbu karang.
Penyu berperan penting mengontrol populasi ubur-ubur, menjaga kesehatan padang lamun, dan menjadi indikator laut yang sehat. “Setiap telur yang hilang adalah hilangnya satu kesempatan bagi laut kita untuk tetap seimbang,” kata Trenggono.
Dari hasil penyidikan, MU hanyalah salah satu mata rantai dari jaringan yang lebih besar. Jalur ini diduga melibatkan pemasok di daerah pantai peneluran, kurir laut, dan pengepul di kota.
Petugas masih menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain, termasuk pembeli di luar negeri. “Perdagangan satwa dilindungi ini sudah seperti bisnis gelap internasional, perlu penanganan lintas negara,” ujar Ipunk.
Proses hukum terhadap MU kini menjadi babak lanjutan perjuangan melindungi satwa laut. Jaksa akan membawa perkara ini ke Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Pontianak. Jika terbukti, pelaku terancam hukuman penjara dan denda berat sesuai UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009.
Namun di luar vonis, yang lebih penting adalah kesadaran publik. Tanpa permintaan, perdagangan ilegal akan mati dengan sendirinya.
Telur yang Seharusnya Menetas di Pasir
Di banyak pantai peneluran di Indonesia, momen menetasnya telur penyu menjadi simbol harapan. Anak-anak penyu berjuang menuju laut, menghadapi predator dan ombak besar, dengan peluang hidup hanya 1 dari 1.000 yang akan dewasa.
Dari 5.400 butir yang diselamatkan ini, sebagian mungkin masih bisa diselamatkan untuk ditetaskan. Sisanya menjadi bukti betapa besar kerugian yang dialami ekosistem akibat ulah manusia.
Kisah penangkapan MU dan ribuan telur penyu ini hanyalah satu episode dari perang panjang melawan perdagangan satwa liar. Di balik setiap telur yang diselamatkan, ada kerja keras intelijen, keberanian petugas, dan harapan bahwa laut Indonesia akan tetap kaya untuk generasi mendatang.
Seperti kata Ipunk, “Melindungi satwa dilindungi bukan hanya tugas pemerintah, tapi kewajiban kita semua.” (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |