Peristiwa Daerah

Sepenggal Kisah Agus Priyadi, Maestro Patung dari Blora yang Karyanya Mendunia

Sabtu, 04 Oktober 2025 - 19:15 | 8.52k
Agus Priyadi atau yang akrab di sapa Dedy, maestro patung dari Blora. (FOTO: Rengga/TIMES Indonesia)
Agus Priyadi atau yang akrab di sapa Dedy, maestro patung dari Blora. (FOTO: Rengga/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BLORA – Seni adalah jalan panjang penuh makna, bukan semata perkara indah rupa. Pandangan itu hidup dalam karya-karya Agus Priyadi atau Dedy (64), perupa patung asal Kabupaten Blora, Jawa Tengah, yang sejak 1997 menekuni seni pahat dengan sepenuh hati.

Selama hampir tiga dekade, konsistensinya menghadirkan ribuan karya yang kini tersebar luas, dari pelosok nusantara hingga merambah pasar internasional.

Advertisement

Setiap pahatan yang lahir dari tangannya menghadirkan detail halus, presisi, sekaligus penjiwaan mendalam. Karya-karya besar Dedy pun tidak sedikit.

Ia pernah menuntaskan patung kuda setinggi 2,5 meter dengan lebar 1,5 meter, patung harimau berukuran 4 meter, hingga patung Kwantong setinggi 2,5 meter dengan lebar 180 cm yang terjual di Jakarta dengan harga fantastis, antara Rp700 juta sampai Rp1 miliar.

Bahkan, ia juga pernah membuat versi lain patung Kwantong setinggi 2 meter, sebagai wujud konsistensinya dalam menjaga kualitas seni.

Namun bagi Dedy, seni bukanlah sekadar pekerjaan. Baginya, seni adalah doa, adalah jalan hidup. Ia percaya bahwa 80 persen keberhasilan sebuah karya ditentukan oleh detail, proses pengamplasan, dan kesabaran dalam pengerjaan.

Setiap patung yang ia hasilkan tidak pernah lepas dari sentuhan spiritual, doa, ritual bancaan, hingga penghayatan batin penuh.

“Kerjakan dengan hati, penuh penjiwaan, jangan asal-asalan. Seni adalah doa, seni adalah jalan hidup,” ucapnya di Blora, sabtu (4/10/2025).

Selain pesan spiritual, Dedy juga menekankan pentingnya keselarasan dengan alam. Menurutnya, keserakahan manusia hanya akan menghancurkan tatanan kehidupan yang telah diciptakan semesta.

“Jangan sampai merusak alam. Kita hidup dari alam semesta, dari bumi yang kita pijak. Jangan serakah,” tegasnya.

Meskipun piawai melukis, jalan utama Dedy tetap pada seni patung. Ia meyakini setiap orang punya jalurnya masing-masing, dan pahatan adalah pilihan yang menuntun perjalanannya.

Yang menarik, meskipun ia merupakan kakak kandung Menteri Imigrasi dan Perlindungan Aparatur Sipil Negara (Imipas) Agus Andrianto, Dedy tetap memilih hidup sederhana dengan filosofi yang unik.

Ia mencontohkan laba-laba dan orong-orong sebagai simbol kehidupan bagi makhluk kecil yang bertahan dengan segala keterbatasan.

“Dulu, dengan gaji sebulan harus bisa cukup untuk tiga puluh hari. Dari situlah saya belajar membangun jaringan dengan kolektor, seniman, pecinta barang antik, komunitas jeep, bonsai, hingga dunia jual beli dan tukar tambah. Orang hidup harus bisa menghadapi berbagai situasi, baik di dalam tanah maupun di luar. Jangan menyerah, jalani sesuai nurani, dan jangan sampai mengecewakan orang lain,” ungkapnya.

Tak berlebihan bila karya Dedy disebut sebagai duta budaya Blora yang mendunia. Melalui tangan kolektor, patung-patungnya telah menjelajah hingga ke Amerika Serikat, Eropa, Kanada, Selandia Baru, Belgia, dan Austria.

Lewat ribuan karya itu pula, ia ingin meninggalkan pesan penting. seni bukan hanya soal rupa, tetapi juga sarana edukasi, spiritualitas, dan refleksi tentang hidup yang selaras dengan alam.

Kini, di usia senjanya, Dedy tetap produktif. Ia sedang merampungkan dua patung kuda berukuran tinggi 2,5 meter dan lebar 1,5 meter, dengan progres pengerjaan yang sudah mencapai sekitar 80 persen.

Baginya, berkarya adalah bagian dari hidup. Dan dari Blora, ia terus menebar pesan, bahwa setiap pahatan bukan sekadar bentuk, melainkan doa yang tak lekang oleh waktu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES