Sosok

Mengetuk Hati, Cara Polisi di Pacitan Berbagi Kebahagiaan dan Ciptakan Kamtibmas Humanis

Sabtu, 16 Agustus 2025 - 17:16 | 11.55k
Aipda Latip Utomo menyerahkan bendera merah putih kepada Mbah Partin. (Foto: Rojihan/TIMES Indonesia)
Aipda Latip Utomo menyerahkan bendera merah putih kepada Mbah Partin. (Foto: Rojihan/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, PACITAN – Di balik seragam cokelat yang identik dengan ketegasan, ada sisi lain dari seorang polisi. Dia sosok yang penuh kelembutan hati. Hadir bukan sekadar menegakkan aturan, tetapi juga menyapa, merangkul, dan berbagi kasih dengan masyarakat yang diayominya. Sosok itu adalah Bhabinkamtibmas Polsek Tulakan, Polres Pacitan Aipda Latip Utomo.

Hari itu, langkahnya terhenti di sebuah rumah sederhana di Dusun Krajan, Desa Kalikuning. Rumah itu milik Mbah Partin, perempuan sepuh kelahiran 1939. Bagi Aipda Latip, Mbah Partin bukan sekadar warga binaannya, melainkan sudah dianggap sebagai ibu asuh yang selalu memberikan doa dan nasihat.

Advertisement

“Setiap saya datang ke sini, dari sedikit rezeki yang saya dapat, selalu saya sisihkan untuk berbagi dengan Mbah Partin. Rasanya ada kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan ketika melihat senyum beliau,” ucap Aipda Latip dengan mata berkaca-kaca, Sabtu (16/8/2025).

Aipda Latip tak pernah menganggap berbagi sebagai beban. Bagi dia, itulah cara sederhana mengabdi kepada bangsa, institusi, dan masyarakat. Sejak bertugas di Tulakan, khususnya di Desa Kalikuning dan Gasang, dia rutin menyisihkan sebagian gajinya untuk membantu warga kurang mampu, penyandang disabilitas, hingga anak-anak sekolah yang terkadang harus berjuang melawan keterbatasan.

Sederhana tapi Bermakna

Hidup dengan kesederhanaan membuatnya tak pernah menutup mata terhadap penderitaan sekitar. Baginya, berbagi bukan soal besar atau kecilnya bantuan, melainkan ketulusan hati yang menyertainya.

“Dengan berbagi, selain membangun keakraban, kita juga bisa mencegah permasalahan sosial sejak dini. Warga yang merasa diperhatikan akan lebih tenang, dan dari situlah keamanan bisa tercipta,” ungkapnya.

Momentum kemerdekaan pun dia maknai dengan cara berbeda. Bukan pesta besar atau selebrasi, melainkan memberi sesuatu yang penuh arti.

sembako-2.jpgMbah Partin meneteskan air mata saat menerima paket sembako dari Aipda Latip Utomo. (Foto: Rojihan/TIMES Indonesia)

“Hari ini saya berikan bendera merah putih untuk Mbah Partin. Beliau lahir sebelum Indonesia merdeka, tentu bendera ini jadi pengingat betapa kita harus terus mencintai tanah air,” kata Aipda Latip sambil menyerahkan bendera merah putih dengan penuh hormat.

Mbah Partin menerima dengan tangan bergetar, matanya berbinar menahan haru. “Terima kasih sekali, Pak Latip. Bendera ini akan saya simpan baik-baik di kamar. Saya tidak bisa membalas apa-apa, hanya doa di setiap shalat, semoga Pak Latip selalu sehat dan tentrem hidupnya,” ucapnya lirih.

Kenangan Masa Lalu

Mengingat kemerdekaab, Mbah Partin masih menyimpan potongan kenangan kelam masa lalu. Dia bercerita, di masa kecilnya, sempat harus bersembunyi di sebuah luweng atau gua bersama orang tuanya ketika masa kelam pemberontakan PKI.

“Waktu itu saya masih kecil, hanya ingat diajak sembunyi. Takut sekali, tapi semua demi keselamatan,” kenangnya. Cerita itu membuat Aipda Latip semakin menaruh hormat pada sosok lansia yang penuh kesabaran ini.

Polisi Humanis

Pengabdian Aipda Latip tidak berhenti pada satu orang saja. Hampir setiap bulan, dia selalu menyempatkan diri berbagi dengan warga yang membutuhkan. Kehadirannya bukan hanya sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai saudara, sahabat, bahkan anak bagi masyarakat yang dirangkulnya.

Dalam setiap kegiatan desa, Aipda Latip hampir tak pernah absen. Dia hadir bukan sekadar menjalankan tugas, melainkan benar-benar menyatu dengan masyarakat.

Itulah mengapa dia dipercaya banyak orang, sebab kehadirannya membawa rasa aman dan nyaman. “Bhabinkamtibmas adalah garda terdepan citra Polri. Maka saya berusaha sebaik mungkin agar masyarakat merasa bahwa polisi selalu ada untuk mereka,” tegasnya.

Kebaikan yang dia tabur menuai kepercayaan. Di balik senyum warga, tersimpan rasa aman karena tahu ada sosok polisi yang peduli, bukan hanya datang saat ada masalah.

Doa dan Harapan

Sementara itu, Mbah Partin tak henti mengucap syukur. Bagi perempuan yang kini menua bersama doa-doanya itu, Aipda Latip sudah seperti anak sendiri.

“Setiap datang pasti membantu. Saya hanya bisa berdoa semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Pak Latip,” tuturnya penuh tulus.

Kisah sederhana ini menjadi cermin bahwa tugas polisi sejatinya bukan hanya soal hukum, tetapi juga tentang kemanusiaan. Dari hati yang tulus, lahirlah pengabdian yang mampu mengetuk hati banyak orang.

Dan dari sebuah rumah sederhana di Pacitan, kita belajar bahwa berbagi tidak pernah membuat miskin. Justru dari situlah kebahagiaan tercipta, menyatukan hati polisi dan rakyat, menciptakan kamtibmas yang benar-benar humanis. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Bambang H Irwanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES