Zara Qoreena, Santri Jombang yang Raih Dua Gelar Putri Remaja
TIMESINDONESIA, JOMBANG – Di balik panggung megah Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya, gemerlap cahaya lampu memantul lembut pada langkah seorang remaja berhijab yang tampil percaya diri. Namanya Zara Qoreena Alexa Cindarbumi, pelajar MTsN 3 Jombang.
Di usianya yang baru 14 tahun, Zara berhasil mengukir 2 prestasi nasional yang membanggakan yakni Juara 1 Putri Batik Remaja Nasional 2025 dan Juara 2 Putri Citra Indonesia 2025 kategori Remaja. Dua penghargaan bergengsi yang diraih dalam satu perhelatan pada Minggu, 2 November 2025 lalu.
Advertisement
Bagi sebagian remaja, panggung kecantikan mungkin sekadar ajang unjuk pesona. Namun bagi Zara, panggung ini adalah caranya memperkenalkan jati diri yaitu seorang santri yang membawa nilai-nilai pesantren tetap tegak, bahkan di panggung nasional.
Dengan hijab yang ia kenakan dengan anggun, Zara membuktikan bahwa kecantikan sejati bukan soal bentuk fisik semata, melainkan karakter, akhlak, dan identitas.
Dari Pesantren ke Panggung Nasional
Zara bukan remaja kebanyakan. Sehari-hari ia hidup dalam disiplin pesantren, mengaji kitab kuning dan mendalami akhlak islami. Namun ia juga tumbuh dengan keberanian untuk bermimpi besar.
“Menjadi seorang santri bukan penghalang untuk meraih prestasi. Justru bekal dari pesantren yang memperkuat saya melangkah,” kata Zara kepada TIMES Indonesia, Rabu (5/11/2025).
Putri dari pasangan Sholahul Aam Notobuwono, akrab disapa Gus Aam, dan Rokhimah Riza atau Ning dr. iim, itu tumbuh dalam lingkungan yang membimbingnya untuk terus belajar, berusaha, dan bersyukur. Dukungan kedua orang tuanya menjadi fondasi kuat dalam setiap langkahnya.
Perjalanan Tidak Mudah
Zara Qoreena Alexa Cindarbumi bersama kedua orang tuanya saat menerima penghargaan Juara 2 Putri Citra Indonesia 2025 kategori Remaja. (FOTO: Dok. Pribadi for TIMES Indonesia)
Di balik senyum dan mahkota yang ia kenakan, Zara menyimpan kisah perjuangan panjang. Latihan berjalan dengan anggun, menjaga postur tubuh, latihan public speaking, hingga memahami filosofi batik yang ia tampilkan, semua ia lakukan di sela kesibukan belajar dan mengaji.
Ada hari-hari ketika lelah menyergap, saat tubuh ingin menyerah dan buku-buku pesantren menunggu untuk dikaji. Namun Zara belajar memaknai setiap tantangan sebagai bagian dari proses.
“Capek itu pasti. Tapi kalau menyerah, semua usaha dan doa jadi sia-sia,” ucapnya.
Zara mengaku bahwa dukungan dari para guru MTsN 3 Jombang dan para pembimbing di pesantren menjadi penguat di setiap langkah. “Guru-guru saya selalu bilang, jadilah kebanggaan pesantren dan sekolah. Kalimat itu yang saya bawa ketika saya melangkah di panggung,” ungkapnya.
Mengangkat Batik dan Identitas Muslimah
Di babak penilaian kostum batik, Zara tampil memukau. Batik yang ia kenakan tak sekadar busana. Di balik lipatan kain itu, ia membawa filosofi luhur budaya Jawa dan kecintaan pada warisan leluhur bangsa.
“Batik itu tidak hanya indah, tetapi sarat makna. Saya ingin generasi muda bangga menggunakan batik,” jelasnya.
Dan yang membuat penonton terharu, Zara konsisten mempertahankan hijabnya di setiap sesi. Dengan langkah penuh keyakinan, ia menepis stigma bahwa hijab membatasi ruang gerak perempuan. Ia membuktikan bahwa kesederhanaan justru memancarkan keanggunan sejati.
Usai memenangkan dua gelar sekaligus, Zara tidak ingin berhenti di sini. Ia ingin menjadi inspirasi bagi santri dan pelajar Indonesia, bahwa mimpi setinggi langit bukan milik mereka yang hidup bebas tanpa aturan, melainkan milik siapa pun yang punya tekad.
“Menjadi santri membuat saya lebih kuat, lebih disiplin, dan percaya diri. Saya ingin anak-anak muda tahu bahwa kita bisa bersinar di mana saja tanpa meninggalkan jati diri,” ucapnya.
Prestasi ini menjadi hadiah terindah bagi keluarganya, sekolahnya, dan pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang. Dan lebih dari itu, kemenangan ini adalah bukti bahwa dari sudut kecil Jombang, seorang santri bisa mengangkat nama bangsa di panggung nasional dengan kehormatan dan keanggunan.
Di hadapan kilatan kamera dan tepuk tangan penonton, Zara mungkin tampak seperti seorang putri panggung, tetapi sejatinya ia adalah cermin dari kekuatan doa orang tua, keteguhan hati seorang santri, dan tekad kuat seorang remaja Indonesia. Dari pesantren, ia melangkah ke panggung nasional dan dari panggung itu pula, ia menginspirasi ribuan hati muda untuk terus bermimpi. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
| Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |