TIMESINDONESIA, JAKARTA – “Jika kamu tidak bisa memberi makan seratus orang, cukup beri makan satu orang.” Bunda Teresa
Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, kita kerap terbuai oleh kenyamanan hidup hingga lupa menoleh pada realitas pahit di sekitar. Padahal, kepekaan bukan sekadar rasa iba sesaat, melainkan jalan yang bisa menyelamatkan—diri sendiri maupun orang lain.
Sejarah dan kitab suci dari berbagai tradisi iman menyimpan kisah yang sama: kemewahan sering kali membutakan. Nabi Amos, misalnya, menegur keras mereka yang hidup berfoya-foya tanpa peduli pada penderitaan sesamanya. Pesan ini tetap relevan hari ini.
Gadget terbaru, makanan melimpah, dan hiburan tanpa henti bisa membuat kita lupa bahwa di luar sana masih banyak orang yang sekadar untuk bertahan hidup pun harus berjuang keras.
Spiritualitas yang sejati tidak berhenti pada kata-kata. Ia lahir dan bertumbuh dalam sikap hidup yang nyata. Doa yang dipanjatkan bagi bangsa, pemimpin, dan sesama harus menemukan wujudnya dalam tindakan—dengan menolak korupsi, menegakkan keadilan sosial, hingga berani bersuara bagi mereka yang tak terdengar.
Tanpa tindakan, doa kehilangan rohnya. Tanpa kepedulian, ibadah hanyalah ritual tanpa makna.
Kisah orang kaya dan Lazarus dalam Injil Lukas menampilkan kontras yang tajam. Sang kaya tidaklah jahat dalam arti harfiah—ia hanya tidak peduli. Tetapi ketidakpedulian itu menciptakan jurang yang tak lagi bisa dijembatani, bahkan setelah kematian.
Pesan moralnya lintas agama: keselamatan tidak semata-mata ditentukan oleh doa atau ritual, melainkan oleh keberanian membuka mata, hati, dan tangan untuk sesama.
• Berani keluar dari zona nyaman untuk melihat penderitaan di sekitar.
• Menghidupi doa dalam tindakan: solidaritas, kepedulian, keberanian menegakkan kebenaran.
• Menyadari bahwa kepekaan adalah jalan keselamatan—karena di wajah mereka yang menderita, kita berjumpa dengan wajah kemanusiaan, bahkan wajah Ilahi.
Kepekaan adalah cahaya yang menyelamatkan. Saat kita menutup mata, kita bukan hanya kehilangan sesama, tetapi juga kehilangan kesempatan berjumpa dengan Sang Sumber Kehidupan.
Mari membuka mata hati kita. Jangan biarkan hidup larut dalam kenyamanan semu. Jadilah saluran kasih, kebaikan, dan harapan bagi dunia—apa pun agama, budaya, dan keyakinan kita.
“Kita tidak bisa melakukan hal-hal besar, hanya hal-hal kecil dengan cinta yang besar.” (Bunda Teresa). (*)
Pewarta | : Ge Recta Geson |
Editor | : Bambang H Irwanto |
Tanggul Bronjong Baru di Situbondo, Gubernur Khofifah: Cegah Banjir dan Jaga Irigasi Sawah
Berita Majalengka dalam Sepekan: 10 Berita Terpopuler yang Menjadi Sorotan
60 Finalis Masuki Babak Grand Final, Siapa Bakal Raih Mahkota Putri Hijabfluencer 2025?
Miranti, Peserta 61 Tahun dari Yogyakarta Jadi Inspirasi di TIMES Indonesia Fun Run 2025
Kokoon Hotel Banyuwangi Kenalkan Budaya Osing Lewat Kuliner Nusantara
Satgas Pengawasan MBG Cianjur Dibentuk untuk Cegah Kasus Keracunan
Ratusan Warga Larut dalam Kloposepuluh Bershalawat di Sidoarjo
TIMES Indonesia Fun Run 2025: Inklusifitas Dalam Olahraga dan Hiburan
Soal Distribusi MBG Mandeg Sementara, Ini Klarifikasi Pihak SPPG Landungsari
Viral Seblak di Thailand: Lezat dan Pedas, tapi Dokter Ingatkan Bahayanya