TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kehidupan bermasyarakat di Indonesia sebenarnya dapat dikatakan jauh lebih menyenangkan dibandingkan di luar negeri. Masyarakat Indonesia masih memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap sesamanya dan punya keinginan untuk menolong yang kesulitan.
Namun, setiap hal yang ada di dunia selalu memiliki sisi negatifnya. Begitu juga dengan kehidupan bermasyarakat Indonesia. Sering kali, masyarakat Indonesia terlalu mencampuri urusan yang lain dengan omongan-omongan tidak penting dan bernilai. Tanpa disadari, omongan ini sangat berdampak bagi orang lain yang mendengarnya.
Dampak tersebut dirasakan dari perubahan mindset akibat omongan orang lain yang terlalu mencampuri urusan hidup.
Pembicaraan yang terdengar biasa tetapi berujung menyakiti hati banyak kita temuin dalam kehidupan sehari-hari. Sadarkah kita bahwa beberapa perkataan dari orang lain dalam pembicaraan sehari-hari dapat mengubah sudut pandang seseorang. Berikut contoh yang mungkin pernah kita dengar.
Agus : "Berapa gajimu sebulan kerja di toko itu ?"
Andi : "1,5 juta rupiah"
Agus : "Cuma 1,5 juta rupih? sedikit sekali ia menghargai keringatmu. Apa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupmu?"
Sejak saat itu temanmu jadi membenci pekerjaannya. Lalu dia meminta kenaikan gaji pada pemilik toko. Pemilik toko menolak lalu dia di PHK. Kini temanmu malah tidak berpenghasilan dan jadi pengangguran.
Bu Mely : "Rumahmu ini apa tidak terlalu sempit? Bukankah anak-anakmu banyak?"
Bu Ana : (hanya tersenyum)
Rumah yang tadinya terasa lapang sejak saat itu mulai dirasa sempit oleh penghuninya. Ketenanganpun hilang saat keluarga ini mulai terbelit hutang dikala mencoba membeli rumah besar dengan cara kredit ke bank.
Saudara laki-laki bertanya saat kunjungan seminggu setelah adik perempuannya melahirkan
Bayu : "Hadiah apa yang diberikan suamimu setelah engkau melahirkan?"
Bella : "Tidak ada" (jawab adiknya pendek)
Bayu : "Masa sih, apa kamu gak berharga disisinya? Aku bahkan sering memberi hadiah istriku walau tanpa alasan yang istimewa"
Siang itu ketika suaminya lelah pulang dari kantor menemukan istrinya merajuk di rumah, keduanya lalu terlibat pertengkaran. Sebulan kemudian, antara suami istri ini terjadi perceraian.
Pak wahyu : "Berapa kali anakmu mengunjungimu dalam sebulan?"
Kakek : "Sebulan sekali"
Pak wahyu : "Wah.. keterlaluan sekali anak-anakmu itu. Diusia senjamu ini seharusnya mereka mengunjungimu lebih sering"
Hati si kakek menjadi sempit, padahal tadinya ia amat rela terhadap anak-anaknya. Ia jadi sering menangis dan ini memperburuk kesehatan kondisi badannya.
Apa sebenarnya keuntungan yang didapat ketika bertanya seperti pertanyaan di atas?
Jika kita pernah merasa melakukannya, kedepannya kita mencoba berpikir dalam bertanya untuk menjaga lisan dan hati. Sumber pertanyaan yang kita ucapkan, walaupun itu sederhana tanpa kita sadari bisa membawa pengaruh buruk untuk orang lain.
Jagalah diri dan jangan mencampuri kehidupan orang lain. Jangan mengecilkan dunia mereka. Menanamkan rasa tak rela pada yang mereka miliki. Mengkritisi penghasilan dan keluarga mereka dan lain-lain. Kita akan menjadi agen kerusakan dimuka bumi dengan cara ini.
Bila ada bom yang meledak cobalah introspeksi diri, bisa jadi kitalah sebenarnya yang menyalakan sumbunya. (*)
Pewarta | : Andri Ariestianto |
Editor | : Deasy Mayasari |
Komisi A DPRD Jatim Desak Pemprov Jatim Bersinergi, Wujudkan Lapas Bersinar
DPRD Jatim Awasi Program Pembebasan Pajak Kendaraan, Pastikan Manfaat Tepat Sasaran
Dispendik Gresik Alokasikan Seragam Gratis untuk Siswa Baru SD dan SMP Negeri
POR KORPRI Sleman 2025 Dorong ASN Sehat, Kompak, dan Berprestasi
DPC Peradi Gerakan Bantul Kritik Keras RKUHAP 2025
Mengenang Semangat 'Arek Suroboyo', Napak Tilas Local Guides di Tugu Pahlawan
Kadistransnaker: Kunker Mentrans RI Percepat Pembangunan Transmigrasi di Sumba Timur
Kapolres Pacitan Tekankan Disiplin Lalu Lintas dan Cegah Perundungan di SMKN 2 Pacitan
Seru! Murid SMP Gresik Praktik Membuat Wayang untuk Lestarikan Tradisi
Lestari Moerdijat: Dorong Peningkatan Pemerataan Kualitas Perguruan Tinggi