TIMESINDONESIA, SLEMAN – Kasus mafia tanah kembali mencuat di Kabupaten Sleman.
Seorang mantan Dukuh Candirejo yang kini menjabat Kepala Kalurahan Tegaltirto, berinisial Sarjono, resmi ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi penjualan Tanah Kas Desa (TKD) di wilayah Dusun Candirejo, Kapanewon Berbah. Nilai kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp733 juta lebih.
Nah, tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY menyerahkan tersangka Sarjono beserta barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Sleman. Penyerahan dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap atau P-21.
“Tersangka S langsung ditahan untuk 20 hari ke depan di Rutan Kelas II A Yogyakarta berdasarkan surat perintah penahanan Kepala Kejari Sleman,” ungkap Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY, Herwatan, SH, Jumat (26/9/2025).
Kasus ini berawal dari kegiatan inventarisasi aset desa pada tahun 2010. Saat itu, tersangka Sarjono masih menjabat sebagai Dukuh Candirejo dan menjadi anggota tim inventarisasi Kring Candirejo.
Ia diduga bersekongkol dengan TB, Carik Kalurahan Tegaltirto, dan SN, Lurah Tegaltirto, untuk menghapus lahan TKD Persil 108 dari daftar aset desa.
Mereka beralasan tanah tersebut kerap tergenang banjir sehingga dicoret dari daftar inventarisasi resmi. Padahal, lahan itu merupakan bagian dari Tanah Kas Desa yang harusnya dilindungi.
Setelah berhasil “menghilangkan” catatan aset, Sarjono memanfaatkan proses turun waris warga untuk menguasai lahan tersebut. Tanah kemudian dijual kepada Yayasan Yeremia Pemenang yang beralamat di Jakarta Barat.
“Perbuatan tersangka jelas bertujuan memperkaya diri sendiri maupun pihak lain dengan cara melawan hukum,” tegas Herwatan.
Atas praktik mafia tanah ini, kerugian negara yang ditanggung Pemerintah Kalurahan Tegaltirto mencapai Rp733.084.739.
Penegak hukum menjerat tersangka Sarjono dengan dua lapisan pasal. Yakni, Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal Subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini sontak mengundang perhatian masyarakat. Banyak yang tidak menyangka seorang perangkat desa yang kini menjabat kepala kalurahan bisa terjerat kasus korupsi.
“Sebagai warga, kami merasa kecewa karena tanah kas desa itu aset bersama. Harusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan dijual untuk kepentingan pribadi,” ujar Pegiat Antikorupsi Yogyakarta, Baharudin Kamba.
Baharudin berharap kasus ini jadi pelajaran bagi pejabat desa agar lebih jujur. Karena kalau aset desa hilang, yang rugi kan masyarakat kecil
Kejaksaan menegaskan akan terus mengawal kasus mafia tanah yang merugikan negara. “Kami tidak segan menindak siapa pun yang terlibat praktik penghilangan aset negara, baik itu perangkat desa maupun pihak luar,” jelas Herwatan.
Dengan penahanan tersangka Sarjono, masyarakat menantikan proses persidangan yang akan mengungkap lebih dalam jaringan mafia tanah di Sleman. (*)
Pewarta | : A Riyadi |
Editor | : Ronny Wicaksono |
Mewujudkan Mutu Pendidikan
Aktivitas Gunung Lokon Menurun, Status Siaga Tetap Berlaku
Mengenal Trio Maskot Piala Dunia 2026: Maple, Zayu, dan Clutch
DPRD Jatim Dorong Inovasi Pertanian Berbasis Teknologi
AI dalam Sistem Komando Nuklir, Menlu RI: Ancaman Nyata!
Trump Soroti Keamanan, Seattle dan San Francisco Terancam Kehilangan Laga Piala Dunia 2026
Trump Balas Dendam, Mantan Direktur FBI Diadili
TIMES Indonesia Fun Run 2025 Siap Digelar, Didukung Deretan Sponsor Besar
Resep Olahan Ikan Laut yang Cocok untuk MBG Maupun Bekal
Cegah Pinjol Ilegal, Gubernur Khofifah - OJK Perkuat Literasi dan Akses Keuangan di Desa