TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia (TAPHI) menyampaikan masukan kepada Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Dirjen PP) Kementerian Hukum dan HAM terkait arah perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 96/PUU-XXII/2024.
Putusan MK tersebut mengabulkan uji materi terhadap Pasal 7 UU Tapera yang mewajibkan seluruh pekerja menjadi peserta program Tapera. Mahkamah menilai ketentuan itu tidak sejalan dengan prinsip keadilan sosial dan hak konstitusional warga negara.
Dalam amar putusannya, MK memberikan waktu maksimal dua tahun bagi pemerintah untuk menata ulang UU Tapera agar tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.
Audiensi TAPHI dengan jajaran Dirjen PP diterima oleh Direktur Perencanaan Peraturan Perundang-undangan Aisyah Lailiyah, S.H., M.H., Plt. Direktur Litigasi dan Non-Litigasi Kanti Mulyani, S.H., M.H., serta Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan II M. Waliyadin. Sementara dari TAPHI hadir Johan Imanuel, S.H., Niken Soesanti, S.H., M.H., Hamalatul Qurani, S.H., Hema Anggiat M. Simanjuntak, S.H., dan Destya Nursahar, S.H., M.H.
Dalam pertemuan tersebut, TAPHI menyampaikan tiga opsi perubahan terhadap UU Tapera. Pertama, melakukan perubahan secara menyeluruh untuk menata kembali konsep Tapera agar sejalan dengan prinsip keadilan sosial.
Kedua, melakukan perubahan terbatas pada pasal yang dibatalkan MK dengan mengganti frasa “wajib menjadi peserta” menjadi “dapat menjadi peserta” serta menghapus sanksi atau denda bagi peserta.
Ketiga, menghapus seluruh substansi yang mengaitkan pekerja dengan Tapera sehingga skema kepesertaan bersifat sukarela tanpa keterpaksaan hukum.
Direktur Perencanaan Peraturan Perundang-undangan, Aisyah Lailiyah, menegaskan pentingnya agar perubahan UU Tapera dilakukan secara menyeluruh dan tidak parsial.
Ia menilai, revisi perlu diintegrasikan dengan regulasi lain seperti Undang-Undang Rumah Susun dan kebijakan perumahan nasional.
“Kita perlu melihat keterkaitannya di semua lini, dari aspek perumahan, jaminan hari tua, hingga perlindungan masyarakat sipil. Proses ini harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan melalui kajian Regulatory Impact Assessment (RIA),” ujarnya, Rabu (08/10/2025).
Menurutnya, pemerintah masih memiliki tenggat waktu hingga 30 September 2027 untuk menuntaskan revisi UU Tapera.
“Proses revisi menjadi momentum untuk menata ulang secara menyeluruh dengan melibatkan publik, terutama pihak-pihak yang terdampak langsung,” katanya.
Melalui audiensi ini, TAPHI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses perubahan UU Tapera agar berjalan transparan dan partisipatif.
“Kami berharap perubahan UU Tapera ke depan mencerminkan semangat gotong royong yang konstitusional, bukan kewajiban yang menambah beban pekerja,” ujar Johan Imanuel mewakili TAPHI.
TAPHI merupakan komunitas advokat yang berfokus pada pengawasan dan advokasi terhadap kebijakan hukum serta putusan lembaga peradilan. Komunitas ini berkomitmen memperkuat supremasi hukum dan keadilan sosial di Indonesia.
Editor | : Hainorrahman |
Polda Jatim Periksa 17 Saksi Kasus Ambruknya Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo
Pasar Murah Pemprov Jatim di Paciran, Akses Sembako Terjangkau Sasar Kawasan Pelosok
Utusan Trump dan Netanyahu Ikut Negosiasi Perdamaian Gaza di Mesir
Resmi Dilantik Presiden Prabowo, Menkeu Purbaya Beri Pesan untuk Ketua LPS Baru
Siswa Sekolah Garuda Optimistis Raih Mimpi Kuliah ke Cambridge
Tunggakan Capai Rp41 Miliar, BPJS Kesehatan Hentikan Layanan Kesehatan Gratis untuk 50.000 Warga Pamekasan
Musik Digital Indonesia Diproyeksikan Raup 231,64 Juta Dolar AS pada 2025
Menhaj Ungkap Visi Indonesia Sebagai Pemimpin Global dalam Pengelolaan Haji
KPK Periksa Kakanwil Kemenag Jateng, Dalami Mekanisme Kuota Haji 2023-2024
Nezar Patria: Jurnalisme Berkualitas Tak Bisa Digantikan AI