TIMESINDONESIA, JAKARTA – Mikroplastik, fragmen plastik berukuran kurang dari 5 milimeter, semakin menjadi perhatian serius karena dapat membahayakan kesehatan manusia jika masuk ke tubuh melalui makanan, minuman, atau udara yang terkontaminasi. Dalam jangka panjang, paparan mikroplastik yang mengandung bahan kimia berbahaya berpotensi menyebabkan gangguan hormon, peradangan, hingga masalah pernapasan.
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof. Tjandra Yoga Aditama, mengungkapkan bahwa mikroplastik kini bahkan ditemukan di jaringan paru manusia. Ia menjelaskan, karena ukurannya sangat kecil, partikel mikroplastik mampu menembus saluran napas hingga mencapai bagian terdalam paru-paru.
“Data ilmiah dari luar negeri jelas menunjukkan ditemukannya partikel mikroplastik pada dahak dan bahkan jaringan paru manusia. Ukurannya kecil, sehingga bisa masuk jauh ke dalam paru-paru,” kata Prof. Tjandra saat dihubungi di Jakarta, Senin (27/10/2025), mengutip ANTARA.
Menurutnya, jika sampai masuk ke paru, mikroplastik dapat memicu peradangan, kerusakan sel, dan disfungsi barier epitel, lapisan pelindung alami di sistem pernapasan.
Menyusul temuan mikroplastik dalam sampel air hujan, Prof. Tjandra mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai peningkatan paparan polutan pada musim hujan.
“BMKG sudah menginformasikan bahwa curah hujan akan meningkat dalam beberapa hari ke depan. Karena itu, masyarakat perlu meminimalkan peluang terpapar mikroplastik saat musim hujan,” ujarnya.
Ia juga mendorong pemerintah untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai dampak polusi mikroplastik terhadap penyakit paru, seperti asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), fibrosis paru, hingga emfisema. Selain itu, diperlukan kajian tentang bagaimana mikroplastik masuk dan menyebar di dalam tubuh serta cara tubuh membersihkan saluran napas yang terpapar partikel berbahaya tersebut.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova, sebelumnya telah mengungkapkan hasil penelitian sejak 2022 yang menunjukkan setiap sampel air hujan di Jakarta mengandung mikroplastik.
“Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka,” jelas Reza.
Ia menambahkan bahwa rata-rata terdapat 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari di kawasan pesisir Jakarta.
Menurutnya, partikel tersebut beracun bukan karena air hujannya, melainkan karena kandungan bahan kimia aditif atau polutan lain yang menempel di permukaan mikroplastik.
Fenomena ini menandakan bahwa siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer, di mana partikel plastik terbawa angin dan kemudian turun kembali ke bumi bersama air hujan.
Untuk menekan polusi mikroplastik dan risiko kesehatannya, para ahli menekankan pentingnya mengurangi penggunaan produk berbahan plastik.
Setiap individu bisa berkontribusi dengan dengan membuat pilihan-pilihan yang bertanggung jawab dalam menggunakan produk, misalnya mengurangi penggunaan plastik dan barang-barang dengan lapisan plastik serta pakaian berbahan sintetis. (*)
| Pewarta | : Rochmat Shobirin |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Asisten Pelatih Barcelona Bela Lamine Yamal Usai Kekalahan di El Clasico
Santigi Garden Surabaya, Cafe yang Memberikan Ketenangan dan Sajikan Menu Organik
Mendagri Awasi Kinerja Pemda, Siapkan Penghargaan dan Sanksi
Hakim PN Medan Jatuhkan Vonis 5,5 Tahun ke Eks Polisi Sumut
Bupati Banyuwangi Tegaskan Kualitas Program Makan Bergizi Gratis Harus Dijaga
Tol Bakter Buru Ngantuk, Operasi Microsleep Cegah Kecelakaan
Kekompakan Ibu-ibu Sentra Suling Kulon 10 BTPN Syariah di Bondowoso Antar Mereka ke Tanah Suci Gratis
Satgas Damai Cartenz Lumpuhkan KKB Dugi Telenggen di Lanny Jay
Diskusi dengan Imam dan Biarawati Seluruh Italia, Menag Bicara Kerukunan Modal Pembangunan dan Ekoteologi
Bantul Tunggu Arahan Muskalsus Persetujuan Penjaminan Pinjaman Koperasi Merah Putih