TIMESINDONESIA, PONOROGO – Musim pancaroba, masa transisi antara kemarau dan penghujan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit. Data menunjukkan kenaikan 30 persen kasus influenza dan infeksi saluran pernapasan selama periode peralihan musim ini.
Yaya Sulthon Aziz, dosen Program Studi Farmasi Akafarma Sunan Giri Ponorogo, mengungkapkan bahwa perubahan cuaca ekstrem menjadi faktor utama melemahnya sistem imun tubuh. "Fluktuasi suhu yang drastis dari panas terik ke hujan deras dalam waktu singkat membuat tubuh bekerja ekstra keras untuk beradaptasi," jelasnya, Selasa (4/11/2025).
Menurut hasil penelusuran literatur melalui PubMed dan Google Scholar, jamu terbukti mengandung senyawa bioaktif yang berperan sebagai immunomodulator. Senyawa-senyawa tersebut antara lain flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri yang memiliki aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, dan antimikroba.
Beberapa formula jamu yang terbukti efektif berdasarkan penelitian ilmiah:
Kombinasi ini mengandung gingerol pada jahe dan sitral pada serai yang bersinergi menghasilkan efek vasodilator. Studi dalam Journal of Ethnopharmacology (2020) membuktikan efektivitas kombinasi ini dalam menghangatkan tubuh dan memiliki aktivitas antibakteri.
Kurkumin dalam kunyit yang dikenal sebagai anti-inflamasi kuat,diperkuat dengan piperin dalam lada hitam. Penelitian dalam Planta Medica (2018) melaporkan bahwa piperin dapat meningkatkan penyerapan kurkumin hingga 2000 persen, bukan sekadar 100 persen seperti yang selama ini dipahami masyarakat.
Kandungan kurkuminoid dan xanthorrhizol dalam temulawak berfungsi sebagai hepatoprotektor, sementara madu memberikan sifat antimikroba. Riset dalam Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine (2017) mendukung efek protektif temulawak pada fungsi hati.
Andrografolid dalam sambiloto telah terbukti dalam Phytomedicine(2019) mampu meningkatkan produksi sel darah putih dan aktivitas sel natural killer, yang menjadi pertahanan utama melawan infeksi.
Para ahli merekomendasikan konsumsi jamu secara rutin dalam porsi kecil, dengan memperhatikan kebersihan bahan dan proses pembuatan.
"Ibu hamil, menyusui, atau individu dengan kondisi medis tertentu disarankan berkonsultasi terlebih dahulu dengan tenaga kesehatan," tambah Yaya.
Akafarma Sunan Giri Ponorogo terus melakukan penelitian untuk mengungkap potensi ilmiah jamu, menjembatani kearifan lokal dengan standar ilmiah modern.
"Jamu bukan pengganti pengobatan medis, melainkan pendukung dalam menjaga kesehatan secara preventif," jelas Yaya.
Dengan dukungan bukti ilmiah, jamu semakin memperkuat posisinya sebagai warisan budaya Indonesia yang relevan dengan kebutuhan kesehatan modern. (*)
| Pewarta | : M. Marhaban |
| Editor | : Bambang H Irwanto |
Jenazah PB XIII Dimakamkan di Imogiri, Ribuan Warga Lepas Kepergian Sang Raja
Polresta Banyuwangi Siaga Penuh Hadapi Potensi Bencana yang Dipicu La Nina
Eksotika Tujuh Danau dan Air Terjun: The Seven Lakes Festival Siap Guncang Probolinggo
Kebun Kopi PTPN di Ijen Dirusak, 18.000 Pohon Ditebang OTK
Melalui Sosialisasi Pendidikan, Mahdi Dorong Pemanfaatan Teknologi di Probolinggo
Kemenhaj Apresiasi Inisiatif Nusuk Umrah dari Arab Saudi, Siapkan Integrasi Sistem Umrah Mandiri
Tanah Longsor Bawa Kerugian Hingga Rp754,5 Juta, Wabup Pacitan Minta Semua 'On Call'
GMNI Mojokerto Tolak Wacana Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto
Kisah Pak Din, Penjual Thrift di Magelang yang Berjuang di Tengah Larangan Impor Balpres
Waspada Ancaman Leptospirosis di Musim Hujan, 6 Warga Kota Yogyakarta Meninggal