TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Setiap tahun, tanggal 17 Agustus menjadi momen bersejarah yang mengingatkan kita pada perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan. Kemerdekaan yang kita nikmati hari ini bukanlah hadiah, melainkan hasil dari pengorbanan, darah, dan air mata.
Karena itu, perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan republik Indonesia adalah momentum untuk mengenang kembali detik-detik bersejarah saat proklamasi kemerdekaan dikumandangkan dan menjadi simbol lepasnya bangsa dari penjajahan kolonial yang telah menindas hak dan martabat rakyat selama berabad-abad.
Kini kemerdekaan Indonesia telah berusia 80 tahun yang merupakan usia yang cukup matang bagi sebuah negara untuk membangun bangsanya. Akan tetapi, keadilan dan kesejahteraan belum sepenuhnya terwujud hingga saat ini.
Padahal Indonesia termasuk negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, tapi kemiskinan masih menghantui bangsa ini, tatkala kemerdekaan Indonesia telah berusia 80 tahun. Ironis bukan?
Dalam usianya yang ke 80 Tahun, Indonesia justru terperangkap dalam siklus pengkhianatan oleh anak-anak bangsanya sendiri. Mereka bukan penjajah asing, melainkan pemilik jabatan, pemegang wewenang, dan pengelola anggaran.
Mereka mengembat uang rakya bukan dengan senjata, tapi dengan tanda tangan. Mereka merampas hak rakyat bukan dengan paksa, tapi dengan manipulasi sistem yang mereka ciptakan sendiri.
Walaupun usia kemerdekaan Indonesia hampir satu abad, tapi keadilan dan kesejahteraan belum juga terwujud. Hal ini terjadi sebagai akibat dari maraknya praktik korupsi. Ia laksana hantu yang tak pernah benar-benar diusir.
Ia bergentayangan dari satu rezim ke rezim berikutnya, menggoda siapa saja yang lemah oleh nafsu. Bahkan, praktik korupsi terjadi dalam berbagai level pemerintahan dan sektor kehidupan, seolah menjadi bagian dari sistem yang tak terpisahkan.
Korupsi di Negeri ini, seakan telah penyakit akut dan kronis yang sulit disembuhkan. Uang rakyat menguap, pembangunan tersendat, keadilan dipermainkan. Parahnya, ketika dana publik diselewengkan, hukum dijadikan alat kekuasaan, dan moralitas pejabat terus dipertaruhkan, maka makna kemerdekaan menjadi sekadar slogan kosong yang diulang setiap tahun tanpa perubahan nyata.
Hampir setiap hari rakyat Indonesia dipertontonkan lakon-lakon koruptif elit bangsa ini. Berita-berita seputar kasus korupsi mewarnai berbagai media nasional baik cetak, online dan elektronik.
Mulai dari kasus korupsi dana hibah di Provinsi Jawa Timur, Korupsi PT Timah Tbk yang menyentuh angka Rp 300 triliun, kasus kredit fiktif LPEI dan kasus korupsi kouta haji tahun 2024 serta kasus korupsi yang lain.
Melihat praktik korupsi yang semakin hari makin marajalela, yang tengah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun terakhir ini, nampaknya hal ini bukan hanya tentang pelanggaran hukum, melainkan telah menjadi penyakit kronis yang menggerogoti sendi-sendi bangsa, karena hampir tiap tahun kita disuguhi berita penangkapan pejabat publik, kepala daerah, anggota DPR, bahkan penegak hukum hingga pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena kasus korupsi.
Ironisnya, para koruptor tidak merasa malu. Mereka berjalan di karpet merah, duduk di kursi kehormatan, bahkan dielu-elukan oleh sebagian masyarakat yang sudah terbiasa dengan absurditas ini.
Hukum pun kerap kali tumpul ke atas, tajam ke bawah. Rakyat kecil yang mencuri demi bertahan hidup dihukum berat, sementara pencuri berdasi diperlakukan bak tamu negara.
Dalam momentum HUT Kemerdekaan Indonesia yang ke 80, harus titik balik, kesadaran reflektif terhadap kondisi bangsa ini yang semakin hari dibelenggu oleh lakon-lakon koruptif elitnya.
Jadikan spirit kemerdekaan sebagai sarana untuk membangun masa depan bangsa dan negara yang bebas dari korupsi. Karena hanya dengan membasmi korupsi, cita-cita kemerdekaan sejatikeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesiabisa benar-benar terwujud.
Membasmi korupsi bukan sekadar soal menangkap sebanyak mungkin pelaku. Akan tetapi juga tentang bagaimana menciptakan budaya antikorupsi yang kuat, membangun integritas di setiap lini birokrasi, dan memperkuat lembaga penegak hukum yang independen.
Sebab, memberantas korupsi tidak cukup hanya dengan pidato atau slogan antikorupsi semata, tapi juga dibutuhkan penegakan hukum yang adil, lembaga yang berintegritas, serta peran aktif seluruh lapisan masyarakat.
Jika para pendiri bangsa telah mengorbankan jiwa raganya demi mewujudkan Indonesia yang merdeka dan bermartabat. Maka hari ini, perjuangan kita bukan lagi mengusir penjajah bersenjata, melainkan melawan praktik korupsi yang merusak dari dalam.
Semangat heroik para pahlawan harus kita warisi dalam bentuk integritas, kejujuran, dan keberanian untuk menolak segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Kemerdekaan bukan hanya tentang terbebas dari penjajahan asing, tetapi juga tentang membebaskan bangsa dari segala bentuk penindasan yang merampas hak dan masa depan rakyat.
Salah satu bentuk penjajahan baru yang masih mencekik Indonesia hingga hari ini adalah korupsimusuh dalam selimut yang telah lama melemahkan fondasi negara, merusak moral pejabat, dan merampas kesejahteraan rakyat.
Akhirnya, saya ucapkan dirgahayu Indonesia. Mari kita isi kemerdekaan ini dengan semangat perjuangan baru: melawan korupsi demi Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat. Karena bangsa yang bebas dari korupsi adalah bangsa yang benar-benar merdeka.
Kemerdekaan sejati tidak hanya berhenti pada terbebasnya bangsa dari penjajahan fisik, tetapi juga harus diwujudkan dalam kebebasan dari penjajahan moralsalah satunya adalah korupsi.
***
*) Oleh : Mushafi Miftah, Pengajar Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan dan Direktur Pusat Kajian dan Konsultasi Hukum Universitas Nurul Jadid.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Editor | : Hainorrahman |
Sensasi Beda Taman Prestasi vs Graha Natura Park, Dua Pilihan Habiskan Sore di Surabaya
Satu Dekade TIMES Indonesia, Gerbang Informasi Penghubung Generasi Masa Depan
KKN Mahasiswa Unitomo di Probolinggo Perkuat Sosialisasi Bencana dan Mitigasi Sejak Dini
Simbol Kemerdekaan RI, 80 Tukik Dilepas Griya Santrian Sanur Bali
Resepsi Kenegaraan, Atlet Pacitan Berprestasi di Porprov IX Jatim Diganjar Bonus Besar
Gencarkan Peduli Bencana, KKN Unitomo di Desa Widoro Sosialisasikan InaRisk
DPC Gerindra Kabupaten Malang Gelar Refleksi Kemerdekaan dan Setahun Pemerintahan Prabowo
Kebersamaan Semangat Merdeka, Dusun Kembang Singosari Malang Gelar Upacara Mandiri
Perayaan HUT ke-80 RI Jadi Ajang SMKN 1 Pacitan Apresiasi Prestasi Siswa
Kala Bupati Probolinggo Tinggalkan Paseban, Pilih Berpanasan Bareng Peserta Upacara