TIMESINDONESIA, SUMATERA UTARA – Salah satu warisan budaya leluhur di Indonesia adalah kain tenun, yang tersebar beragam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kain tenun Indonesia adalah warisan budaya turun temurun termasuk Songket, Tenun Ikat, Ulos, dan Tapis, yang memiliki bermacam teknik dan motif unik dalam proses pembuatannya tergantung pada masing-masing budaya leluhur daerah asalnya. Seperti benang emas (Songket), tenun ikat ganda (Gringsing), atau teknik celup (Sasirangan).
Kain tenun ini dalam penggunaannya tidak hanya berfungsi sebagai pakaian, tetapi juga sebagai simbol status sosial dan pelengkap upacara adat, mencerminkan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai leluhur bangsa Indonesia. Selain itu, kain tenun juga memiliki nilai historis dan budaya yang tinggi, karena telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang bangsa Indonesia turun temurun selama berabad-abad.
Kain tenun Indonesia selain menjadi primadona di pasar lokal, juga sudah diakui di dunia. Hal ini ditandai dengan mulai banyaknya pengusaha yang mengikuti pameran di berbagai belahan dunia serta keterbukaan informasi yang ada sekarang dan permintaan pasar yang mulai ada. Dunia sangat menghargai tenun Indonesia karena memiliki keindahan dan keunikan motifnya serta kerajinan tangan yang merupakan warisan tradisional terkandung di dalamnya.
Kain Tenun Tradisional bukan hanya sebagai kain tenun biasa, melainkan simbol filosofis yang mewakili kehidupan, kehangatan, kasih sayang, doa, restu, identitas, dan kekerabatan adat keluarga. Kain tenun ini mengandung nilai-nilai spiritual, sosial, dan emosional yang mendalam, serta memiliki fungsi dan makna yang beragam sesuai dengan jenis dan penggunaannya dalam setiap upacara adat dari kelahiran hingga kematian
Kain Tenun Tradisional adalah warisan budaya dari berbagai masyarakat dan suku yang ada di Indonesia bukanlah hannya selembar kain tenun biasa, Ia adalah representasi dari budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Masyarakat adat di Indonesia selalu menggunakan kain tenun tradisional dalam berbagai kegiatan, yang bisa dipakai oleh baik pria atau wanita. Sehingga tidak heran walaupun sudah tidak lagi berada di daerah adat nya, maka berbagai suku tersebut tetap menggunakan kain tenun dalam berbagai acara yang mengakibatkan permintaannya tetap tinggi.
Seiring dengan perkembangan teknologi digital, para perajin kain tenun tradisional dan pelaku ekonomi kreatif lainnya kini memiliki kesempatan untuk melampaui batas geografis dan merajut kisah sukses mereka di panggung global melalui platform daring dan e-commerce.
Perkembangan ini tidak hanya membawa angin segar bagi UMKM lokal, namun juga menghadirkan tantangan baru dalam memastikan ekosistem bisnis yang adil dan berkelanjutan. Dalam konteks inilah, kebijakan perpajakan memainkan peran krusial.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui kebijakan Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) memberikan kemudahan bagi pelaku usaha dan hadir bukan sebagai beban, melainkan sebagai instrumen strategis untuk memperkuat industri kreatif lokal dan menciptakan "level playing field" yang setara bagi semua pelaku usaha.
Menjaga Ekosistem Digital yang Sehat
Pemungutan Pajak dengan adanya transaksi di platform digital seringkali dipandang sebagai hal yang rumit dan memberatkan oleh pelaku usaha. Namun, perlu dipahami bahwa esensi dari kebijakan ini sangatlah sederhana: memastikan bahwa setiap transaksi yang terjadi di ranah digital memberikan kontribusi yang adil dan sama oleh pelaku usaha kepada negara.
Sama seperti toko fisik yang membayar pajak atas penjualan, pelaku usaha di platform e-commerce juga memiliki kewajiban serupa. Dengan adanya pemungutan PPh Pasal 22 atas PMSE Marketplace, DJP berupaya menyederhanakan administrasi perpajakan bagi para pelaku UMKM.
Mekanisme ini memastikan bahwa pajak atas penghasilan dari transaksi telah dipungut oleh penyelenggara platform (marketplace) yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak dilakukan sesuai taat azas dan ketentuan perpajakan yang berlaku, sehingga Wajib Pajak UMKM tidak perlu lagi direpotkan dengan perhitungan dan pelaporan yang kompleks.
Hal ini memungkinkan para perajin ulos dan seniman kreatif lainnya untuk lebih fokus pada proses kreasi dan pengembangan produk mereka, tanpa harus terbebani oleh administrasi perpajakan yang rumit.
Peran Penting PMSE Bagi UMKM Digital
Kebijakan pajak PMSE adalah langkah proaktif pemerintah untuk melindungi dan mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif bagi UMKM di seluruh wilayah Republik Indonesia. Tanpa adanya regulasi yang jelas, praktik bisnis yang tidak sehat dapat merajalela, seperti persaingan tidak adil dari pelaku usaha yang tidak melakukan kewajiban pajak sebagaimana mestinya.
Dengan memastikan bahwa setiap transaksi di platform digital memberikan kontribusi, maka pajak PMSE menciptakan peran penting yang kokoh untuk pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan bagi UMKM Digital. Ini memberikan keyakinan bagi pelaku UMKM bahwa mereka beroperasi dalam lingkungan yang teratur dan terlindungi.
Selain itu, pajak yang terkumpul dari sektor ini juga kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik yang secara tidak langsung mendukung pertumbuhan industri kreatif itu sendiri.
Pemanfaatan teknologi digital saat ini adalah hal yang harus dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat dan berbagai jenis usaha, dan DJP berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif dengan mempermudah kepatuhan pajak melalui penunjukan berbagai platform digital.
Kisah sukses para perajin kain tenun tradisional yang berhasil memasarkan karyanya secara daring adalah bukti nyata dari potensi besar yang dimiliki oleh para pengrajin. Oleh karena itu, mari, seluruh pelaku UMKM, khususnya di sektor ekonomi kreatif, untuk melihat pajak bukan sebagai hambatan, melainkan sebagai alat untuk membangun ekosistem digital yang sehat dan berkelanjutan.
Dengan berpartisipasi aktif dalam ekosistem ini, setiap perajin, seniman, dan pengusaha tidak hanya menjalankan usaha dengan lancar akan tetapi melakukan kewajiban secara mudah dan lancar, serta turut merajut masa depan ekonomi digital Indonesia yang lebih adil dan makmur merata. (*)
***
*) Oleh : Roberto Ritonga, Penyuluh Pajak Kanwil DJP Sumatera Utara II.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Editor | : Hainorrahman |
Bank Indonesia Pastikan Cadangan Devisa Indonesia Tetap Aman Meski Menyusut
DPD: Tragedi Al Khoziny Sidoarjo Harus Jadi Cermin bagi Pengelola Pesantren
Waspadai Skabies, Tim Dokter FK Unair Tekankan Pentingnya Penanganan Komprehensif
Hakim Ngaku Jadi Otak Vonis Lepas, Terima Rp6,2 Miliar
Anggito Abimanyu Resmi Pimpin LPS, Komitmen Tingkatkan Kinerja dan Stabilitas Keuangan
Tragedi Ponpes Al Khoziny: Polda Jatim Tetapkan Kasus ke Tahap Penyidikan
Dana Asing Kabur dari Bursa? OJK Yakin Hanya Efek Sementara
Patrick Kluivert: Energi Timnas Indonesia Luar Biasa
Musik Digital Indonesia Siap Panen 231 Juta Dolar AS Tahun Ini
Keyakinan Konsumen Terhadap Ekonomi Indonesia Berlanjut di Bulan September