TIMESINDONESIA, MALANG – Dunia hari ini seperti sedang berpura-pura tidak melihat. Setiap kali ada bom jatuh di Gaza, setiap kali anak-anak Palestina terjebak di puing-puing rumah mereka, dunia hanya menatap dengan wajah yang sama: sedih, prihatin, lalu diam.
Seolah tragedi itu hanya sekadar tontonan musiman, bukan pengingat bahwa kemanusiaan sedang dilucuti, hukum internasional dipermainkan, dan kemerdekaan Palestina terus dikhianati.
Selama puluhan tahun, jargon “dua negara” digembar-gemborkan, tapi tidak pernah benar-benar diwujudkan. Amerika Serikat dan sekutunya berkali-kali mengumbar janji untuk mendorong perdamaian, namun di sisi lain tetap mengirim senjata, dukungan logistik, dan perlindungan politik bagi Israel di forum internasional.
Maka, ketika hari ini muncul narasi bahwa “Amerika dan Israel sudah berjanji tidak akan menjajah Palestina lagi,” dunia justru harus bertanya: di mana bukti nyatanya?
Pernyataan politik tanpa tindakan hanyalah kalimat kosong. Faktanya, hingga kini tidak ada dokumen resmi, tidak ada deklarasi hukum, tidak ada perjanjian internasional yang menyatakan Israel berhenti menjajah wilayah Palestina.
Menurut Mahkamah Internasional (ICJ) dan resolusi Majelis Umum PBB tahun 2024, keberadaan Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur tetap dinyatakan ilegal.
Dunia sepakat bahwa pendudukan itu melanggar hukum internasional, tetapi tidak satu pun negara besar berani menegakkan keputusan itu secara nyata.
Palestina menjadi cermin telanjang dari bagaimana hukum internasional sering kali kehilangan maknanya di hadapan kekuasaan dan kepentingan ekonomi-politik.
Jika yang melanggar hukum adalah negara kecil, sanksi dijatuhkan cepat. Tapi bila pelakunya adalah sekutu ekonomi dan militer Barat, dunia tiba-tiba kehilangan keberanian.
Di sinilah letak ketidakadilan global itu menampakkan wajah aslinya ketimpangan moral yang membuat banyak bangsa kehilangan kepercayaan terhadap sistem dunia.
Padahal, akar persoalan Palestina bukan semata konflik agama atau perebutan wilayah. Ia adalah soal kemanusiaan yang dirampas oleh kekuasaan. Ia adalah kisah bangsa yang sejak 1948 dijadikan eksperimen geopolitik, diusir dari tanahnya, lalu dikurung dalam blokade yang menyalahi nurani.
Tragisnya, dunia internasional termasuk lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi penjaga keadilan global ikut memperpanjang derita itu dengan sikap ambigu dan politik dua muka.
Indonesia, sejak awal berdirinya, memosisikan diri secara tegas di pihak Palestina. Bung Karno pernah berkata, “Selama kemerdekaan Palestina belum diserahkan kepada orang Palestina, maka selama itu pula bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel.”
Kalimat itu bukan sekadar retorika, tetapi amanat sejarah yang membentuk wajah politik luar negeri Indonesia: bebas aktif, tapi berpihak pada keadilan. Dan dalam konteks hari ini, amanat itu seharusnya tidak berhenti pada diplomasi simbolik.
Sudah saatnya Indonesia menghidupkan kembali peran moralnya di panggung internasional, menjadi motor penggerak solidaritas global bagi kemerdekaan Palestina.
Tidak cukup hanya dengan pernyataan dukungan, tetapi juga dengan langkah konkret memperkuat diplomasi di PBB, memperluas jejaring solidaritas antar-negara Selatan, dan mendorong penyelidikan independen terhadap pelanggaran HAM di Gaza dan Tepi Barat. Jika dunia masih bungkam, biarlah suara Indonesia menggema sebagai pengingat bahwa kemanusiaan tidak boleh ditawar.
Kita juga perlu mengingat: perjuangan Palestina bukan hanya milik bangsa Arab atau umat Islam, melainkan milik setiap hati yang masih percaya pada nilai keadilan. Karena yang diperjuangkan Palestina bukan hanya sebidang tanah, tetapi hak untuk hidup, hak untuk belajar, hak untuk tidak takut mati setiap hari. Dan di titik inilah, solidaritas dunia harus dibangkitkan bukan atas dasar agama, tetapi atas dasar kemanusiaan universal.
Ironisnya, ketika dunia berdebat soal batas negara dan kepemilikan tanah, banyak yang lupa bahwa Palestina adalah simbol keteguhan manusia melawan ketidakadilan sistemik.
Simbol bahwa kemerdekaan tidak bisa diberikan, ia harus diperjuangkan. Dan sampai hari ini, perjuangan itu belum selesai. Setiap ledakan di Gaza adalah peringatan bahwa kemerdekaan sejati tidak datang dari janji politik, tetapi dari keberanian menegakkan kebenaran.
Maka, ketika kita membaca berita tentang janji-janji baru Israel atau Amerika, sebaiknya kita belajar untuk tidak cepat percaya. Sebab, sejarah sudah terlalu sering menunjukkan bahwa janji itu selalu diiringi syarat, tekanan, atau kepentingan tersembunyi. Yang dibutuhkan Palestina bukan janji, tapi keadilan. Bukan lagi proposal damai yang menunda penderitaan, tetapi langkah nyata yang mengakhiri penjajahan.
Selama dunia masih menutup mata terhadap penderitaan Palestina, maka sesungguhnya peradaban modern yang kita banggakan itu hanyalah topeng rapuh. Sebab, ukuran sejati dari kemajuan bukanlah seberapa tinggi gedung dibangun, melainkan seberapa dalam nurani manusia bekerja.
Palestina sedang mengajarkan dunia arti keteguhan. Dan di balik reruntuhan Gaza, masih ada doa, masih ada harapan, bahwa suatu hari nanti bendera itu akan berkibar di tanahnya sendiri bukan karena belas kasihan, tapi karena keadilan telah ditegakkan. (*)
***
*) Oleh : Abdul Aziz, S.Pd., Praktisi Pendidikan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Editor | : Hainorrahman |
Dua Rateeb Asal Nagan Raya Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2025
Film Jumbo Makin Mendunia, Berhak Tayang di 40 Negara
Final Four Livoli Divisi Utama 2025, Bank Jatim Bangkit, Libas Rajawali O2C 3-0
Rahasia Turunkan Kadar Gula dalam Nasi dengan Cara Simpel untuk Diabetes
Akses Gerbang Tol Padalarang Timur Diubah, Pengendara Diminta Waspada
Haul Solo Jadi Berkah Ekonomi Warga, Omzet Sewa Rumah Tembus Jutaan Rupiah
Rem Blong, Truk Hino Hantam Dua Tiang Listrik di Cianjur
74 Penerbangan Ngurah Rai Terganggu Akibat Listrik Padam
Sleman Quattrick! Bupati Harda Dorong Semangat Juara di Musorkab KONI
AKPI Perkuat Profesi Kurator, Siap Menjadi Mitra Pembangunan Hukum dan Ekonomi