TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Kota Probolinggo kehilangan salah satu putra terbaiknya. HM Buchori, mantan Wali Kota Probolinggo dua periode (2004–2014), tutup usia. Figur wong cilik yang membuktikan kerja keras bisa mengubah nasib itu menghembuskan napas terakhir di RSUD dr Moh Saleh, Senin (15/9/2025) dini hari pukul 03.55 WIB.
Kabar duka ini cepat menyebar lewat grup-grup percakapan warga. Doa dan ucapan belasungkawa membanjiri jagat maya. “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un… Semoga beliau husnul khotimah. Al-Fatihah,” begitu salah satu pesan berantai yang beredar.
Buchori sempat menjalani perawatan intensif karena komplikasi. Awalnya dirawat di Malang, kemudian dipindahkan ke RSUD dr Moh Saleh.
“Bapak sempat menjalani perawatan di rumah sakit di Malang, sebelum akhirnya dipindahkan ke Probolinggo,” tutur Indi Eko Yanuarto di hadapan Bupati Gus Haris dan Wabup Ra Fahmi yang datang melayat.
Putra sulung almarhum itu menuturkan, jenazah dimakamkan Senin pagi pukul 10.00 WIB di TPU Jalan Brantas, tak jauh dari lampu merah Pilang. Sejumlah tokoh tampak hadir di rumah duka, di antaranya dua anggota DPRD Kabupaten Probolinggo, Mukhlis dan Ra Fatih.
Buchori bukan sekadar pemimpin, ia adalah teladan nyata. Lahir dan besar di Kampung Bongkaran, Jalan Kolonel Sugiono, ia pernah mengayuh becak untuk menyambung hidup.
Becak yang dulu menemaninya mencari nafkah kini tersimpan rapi di Museum Probolinggo menjadi simbol kerendahan hati sekaligus saksi perjalanan panjang hidupnya.
Kariernya menanjak lewat PT Kutai Timber Indonesia (KTI). Dari staf Kasubsi (1974) hingga akhirnya menjabat Deputi Manajer pada 1999. Di tahun yang sama, ia terjun ke dunia politik lewat PDIP dan terpilih sebagai anggota DPRD Jatim.
Kepercayaan warga makin besar. Pada 2004, Buchori duduk di kursi Wali Kota Probolinggo. Dua periode ia memimpin, berpasangan dengan Koentjoro Soehari (2004–2009) dan Bandyk Soetrisno (2009–2014).
Buchori dikenang sebagai wali kota blusukan. Tangannya menyentuh banyak sudut kota, pasar ditata, pedagang ditertibkan, jalan baru dibuka. Akses menuju barat dibangun, yang kini dikenal sebagai Jalan Gus Dur.
Buchori juga berhasil membawa pulang Piala Adipura yang lama enggan singgah. Dari sekadar Kota Mangga, Kota Probolinggo naik kelas dengan julukan baru: Kota Seribu Taman.
Tak heran, sosok bersahaja itu begitu dicintai rakyatnya. Bahkan, jejak pengabdiannya kini diteruskan putrinya, Ina Dwi Lestari, yang menjabat Wakil Wali Kota Probolinggo.
Kini, Buchori telah tiada. Namanya tinggal dalam ingatan, tetapi jasanya abadi di hati warga Kota Probolinggo. Selamat jalan, Bapak Buchori. Kota ini akan selalu mengenangmu. (*)
Pewarta | : Sri Hartini |
Editor | : Imadudin Muhammad |
Empat dari 10 Anak Dunia Gagal Kuasai Membaca, CfDS UGM Ajak Perkuat Literasi dan Berpikir Kritis
Gubernur Khofifah Langsung ke Jember, Serahkan Santunan untuk Korban Kecelakaan Bus
Denyut Sektor Konstruksi di Jantung Ibu Kota
KPK Panggil Ketua Umum PBNU, Selidiki Aliran Dana Kasus Kuota Haji 2023–2024
Kisah Keluk Pristiwahana, Gelombang Senyap yang Menggema Besar di Blora
Pakar UGM Soroti Kontroversi Ucapan Pejabat Publik, Minta Perbaikan Gaya Komunikasi
Pasar Properti Jogja Lesu, Rumah Mewah Rp 1 Miliar Justru Lebih Laku Dibanding Hunian Murah
Korsleting Listrik Sebabkan, Gudang Obat Puskesmas Kembiritan Banyuwangi Ludes Terbakar
DPRD Pacitan Minta DKPP Remajakan Fasilitas Taman Teknologi Pertanian Pringkuku
Optimis Kejar Target Kemiskinan Turun, Tiga Skema Kebijakan Ini Disiapkan Pemkab Malang