TIMESINDONESIA, MAJALENGKA – Dewan Masjid Indonesia Kabupaten Majalengka (DMI Majalengka), Jawa Barat, menegaskan pentingnya peran masjid sebagai pusat pembinaan umat sekaligus ruang moderasi beragama untuk mencegah potensi konflik sosial.
Hal ini mengemuka dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Penguatan Deteksi Dini dan Pencegahan Konflik Keagamaan bagi Umat Islam” yang digelar di Kopi Sawah, Tonjong, Rabu (24/9/2025).
FGD tersebut menghadirkan berbagai organisasi keagamaan di Majalengka dengan tema “Merawat Kebersamaan dan Meneguhkan Modernisasi Beragama di Tengah Keberagaman.”
Hadir sebagai narasumber, antara lain KH. Abu Mansyur dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Majalengka, KH. Ahsanul Fikri selaku Sekjen PCNU Majalengka, serta perwakilan dari Kementerian Agama Majalengka.
Ketua Panitia, Ustad Umar, menekankan bahwa moderasi beragama dan toleransi harus berangkat dari masjid sebagai pusat aktivitas umat. Menurutnya, pemahaman keagamaan yang inklusif dan sejuk akan menjadi fondasi kuat untuk menjaga keharmonisan masyarakat.
Di era teknologi dan derasnya arus informasi, menutut dia, masjid harus menjadi ruang yang menyejukkan dan netral dari kepentingan politik maupun identitas kelompok.
"Forum ini penting untuk memperkuat dialog, membangun pemahaman bersama, dan meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi konflik sosial,” jelasnya.
Sementara itu, KH. Abu Mansyur menegaskan bahwa perbedaan adalah rahmat yang harus dikelola dengan bijak, bukan dijadikan sumber perpecahan.
“Konflik akan selalu ada, tetapi harus dihadapi dengan cara yang damai. Perbedaan adalah bagian dari ciptaan Tuhan, yang seharusnya diapresiasi dan menjadi kekuatan dalam kebersamaan,” ungkapnya.
Sekjen PCNU Majalengka, KH. Ahsanul Fikri, menambahkan bahwa komunikasi antar umat beragama harus diperkuat dengan dukungan pemerintah. Ia menekankan pentingnya netralitas masjid dari simbol politik untuk menjaga kesuciannya sebagai rumah ibadah.
“Pemerintah memiliki peran besar dalam memfasilitasi komunikasi antarumat beragama agar manajemen konflik dapat diminimalisir. Masjid jangan dijadikan alat politik, tetapi harus dijaga sebagai tempat ibadah yang netral dan suci,” tegasnya.
Dari sisi praktis, H. Oleh, penyuluh agama KUA Rajagaluh, menilai FGD ini bisa menjadi ruang penguatan kapasitas bagi para penyuluh agama. Menurutnya, penyuluh memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman kerukunan beragama di tingkat masyarakat bawah.
Dengan adanya forum ini, diharapkan masjid dan tokoh agama di Majalengka dapat terus berperan aktif dalam memperkuat nilai moderasi beragama, menjaga kerukunan, serta mencegah konflik sosial di tengah masyarakat yang majemuk. (*)
Pewarta | : Jaja Sumarja |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |
Kementerian Haji dan Umrah Diminta Gercep Mengisi Struktur Lembaga
Perjalanan 35 Kilometer Juriya, KPM Difabel di Probolinggo Berakhir dengan Tangan Hampa di Meja Bank
Petani, Pahlawan Pangan yang Tak Pernah Sejahtera
Menpora Cabut Permenpora Nomor 14 Tahun 2024, Ini Komentar Ketua KONI Kota Tasikmalaya
Kasus Keracunan MBG, Kepala BGN Minta SPPG Perbaiki Pola Masak
Hari Tani Nasional 2025, Husen akan Kawal Aspirasi Pejuang Air Penopang Lumbung Pangan
Kemenkes RI Tegaskan Pentingnya Pengendalian Konsumsi Rokok dalam Penurunan Stunting
Membangun Pendidikan melalui Desa dan Kota
Menpora Cabut Permenpora Nomor 14 Tahun 2024, Ini Komentar Ketua KONI Kota Tasikmalaya
BEM PTNU Se-Nusantara Tegas Tolak Anarkisme Gerakan Mahasiswa