TIMESINDONESIA, MALANG – Wakil Bupati Malang, Hj. Lathifah Shohib, melayangkan kritik keras terhadap salah satu program televisi Trans7 yang dinilai melecehkan dunia pesantren. Tayangan berjudul “Santrinya Minum Susu Aja Kudu Jongkok, Emang Gini Kehidupan Pondok? Kiainya yang Kaya Raya, Tapi Umatnya yang Kasih Amplop” dalam program Xpose Uncensored itu memicu kecaman luas dari kalangan santri dan alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.
Lathifah, yang juga cicit pendiri Ponpes Lirboyo, KH. Abdul Karim, menilai tayangan tersebut tidak hanya menyesatkan publik, tetapi juga merendahkan martabat pesantren.
“Konten seperti itu tidak bisa dibenarkan dalam alasan apa pun. Itu bentuk pelecehan terhadap pesantren dan bisa meracuni masyarakat yang belum memahami kehidupan pesantren secara utuh,” tegas Lathifah di sela kunjungannya ke SMPN 2 Sumberpucung, Rabu (15/10/2025).
Menurutnya, sanksi tegas perlu dijatuhkan kepada pihak yang membuat dan menayangkan konten tersebut.
“Ke depan, izin penyiaran bagi pihak yang membuat konten semacam ini harus dicabut. Kalau hanya diberi teguran atau diminta maaf, kejadian seperti ini bisa terulang lagi,” ujarnya.
Lathifah mengaku heran mengapa Trans7 menampilkan narasi dan foto-foto yang menyinggung pesantren tanpa dasar yang jelas. Ia juga menegaskan, tayangan tersebut bukanlah kritik konstruktif, melainkan bentuk fitnah yang melukai hati para santri dan keluarga besar pesantren.
“Saya sakit hati, karena saya ini santri. Dibesarkan di lingkungan pesantren dan merupakan dzuriyat dari pendiri Lirboyo. Apalagi foto yang ditampilkan itu adalah paman saya sendiri, adik dari ibu saya,” ungkapnya dengan nada emosional.
Putri dari Salamah binti Abdul Karim, cicit KH. Abdul Karim itu menyatakan bahwa reaksi penolakan terhadap tayangan tersebut datang dari berbagai pihak, termasuk para santri, alumni, dan tokoh pesantren di berbagai daerah.
“Sejak kemarin banyak pesantren yang menyuarakan hal yang sama. Ini bukan hanya soal Lirboyo, tapi marwah pesantren secara keseluruhan,” ujarnya.
Lathifah menegaskan, pesantren memiliki kontribusi besar dalam sejarah bangsa, baik dalam bidang pendidikan, moral, maupun perjuangan kemerdekaan.
“Mereka tidak tahu bagaimana perjuangan pesantren sebelum Indonesia merdeka. Pesantren berdiri dengan kemandirian, tanpa bergantung pada bantuan pemerintah,” tuturnya.
Ia menjelaskan, mayoritas santri berasal dari keluarga sederhana yang menitipkan anak-anaknya kepada para kiai untuk dididik dengan ilmu dan adab.
“Santri mengabdi dengan kesadaran dan adab yang ditanamkan. Mereka belajar menghormati guru, bukan dengan paksaan, tapi karena nilai-nilai yang diajarkan,” imbuhnya.
Sebagai bentuk tanggung jawab moral, Lathifah menyerukan agar masyarakat lebih selektif terhadap media yang justru menebar provokasi dan tidak mencerahkan publik.
“Media semestinya menjadi sumber informasi yang mendidik, bukan menyesatkan atau menebar kebencian,” ucapnya. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
ESDM Percepat Listrik Desa, Target 5.700 Desa Teraliri Listrik pada 2030
Pemkot Kediri Periksa 21 Dapur MBG untuk Terbitkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi
Samsara FIlm Karya Garin Nugroho Kantongi 3 Nominasi di APSA 2025
Kaltim Targetkan Produksi Minyak 100 Ribu Barel per Hari pada 2029
Mafia Kios Pasar Pramuka Kuasai 204 Kios, Tolak Aturan Pembatasan Kepemilikan
KKP Kembangkan Konsep Waterfront City di 7 Lokasi, Integrasikan Tata Ruang Laut-Darat
Kemenko Perekonomian: Lapangan kerja Naik 3 Kali Lipat Jadi 665 Ribu dalam Setahun Pemerintahan Prabowo
Kepala BNN: Pulihkan Penyintas Narkoba dengan Empati, Bukan dengan Stigma
Ragam Jenis Air Minum dalam Kemasan, Tak Melulu Air Mineral
Dari Sleman untuk Indonesia, Pesantren Roudlatush Sholihin Jadi Teladan Kemandirian