TIMESINDONESIA, SURABAYA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur (Jatim) melalui Komisi B sedang memperjuangkan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang vital bagi sektor maritim. Raperda ini fokus pada perlindungan dan pemberdayaan pembudidaya ikan dan petambak garam. Langkah ini dinilai krusial untuk mengatasi kesenjangan antara potensi sumber daya Jatim yang besar dengan tingkat kesejahteraan pelakunya.
Ketua Komisi B DPRD Jatim, Anik Maslachah, memaparkan bahwa Jatim adalah pemain kunci di level nasional. Jatim sendiri menopang 42% dari total produktivitas garam nasional, dan menduduki peringkat 3 nasional untuk hasil pembudidaya ikan.
"Dari sisi sumber daya, garam Jawa Timur itu 42% penopang dari produktivitas nasional. Yang kedua, pembudidaya ikan juga demikian. Secara nasional, kita hasil pembudidaya ikan nomor 3 dari 38 provinsi," ujar Anik Maslachah pada Rabu (22/10/2025).
Anik menyoroti adanya masalah serius di lapangan. Pertama, soal potensi lahan yang belum tergarap. Wilayah darat pembudidaya ikan baru terkelola 72% (menyisakan 23% lahan mangkrak), sementara wilayah laut yang berpotensi garam baru terkelola 48% (menyisakan 52% lahan mangkrak).
Kedua, masalah kesejahteraan yang tidak linier dengan produksi. Hal ini disebabkan tidak adanya Harga Pokok Penjualan (HPP) untuk garam dan ikan, yang membuat harga sangat fluktuatif.
"Tidak ada HPP garam, tidak ada HPP ikan. Inilah akhirnya permainan harga ditentukan oleh para pemodal. Yang menyebabkan tidak linier antara nilai tukar petani garam, nilai tukar nelayan dan pembudidaya ikan," jelasnya.
Fluktuasi harga ini diperparah oleh serapan yang kecil dari BUMN. Dari total 800 ribu ton produktivitas Jatim, penyerapan oleh PT Garam.
“Tidak lebih dari seribu sekian ton,yang memicu intervensi pihak swasta dan tengkulak,” ungkapnya.
Raperda ini bertujuan menjamin kepastian harga dan pemberdayaan. Komisi B mendesak agar PT Garam merekonstruksi ulang perannya. Komisi B berharap PT Garam fokus memproduksi garam industri agar tidak menjadi kompetitor bagi garam rakyat.
"Sekalipun was mempunyai tusi produksi garam, kami berharap yang diproduksi bukanlah garam rakyat, tetapi garam industri. Supaya tidak menjadi kompetitor garam rakyat, salah satunya itu," tegas Anik.
Raperda ini juga diharap dapat menjawab keluhan nelayan soal subsidi pakan dan kekurangan pupuk bersubsidi. Komisi B mengakui bahwa dana daerah terbatas dan butuh kemitraan CSR, namun Raperda ini menjadi langkah awal untuk menjamin pelindungan dan kepastian hukum bagi petani tambak dan garam. (*)
| Pewarta | : Zisti Shinta Maharani |
| Editor | : Deasy Mayasari |
Resep Carang Gesing, Cemilan Manis Gurih dari Solo yang Melegenda
Pelajar Jepang Bunuh Diri Terbanyak Sepanjang Sejarah di 2024
Terumbu Karang di Laut Merah Ternyata Kebal Pemutihan!
Delapan Emas dari Bandung, Pesilat Tasikmalaya Sapu Bersih Medali di Kualifikasi PORPROV
JSI Sinergi Mas Ekspansi ke Bisnis Pasir Silika dan Akuisisi LAPD
Mantan Drummer Musik Metal, Sanae Takaichi kini Jabat Perdana Menteri Jepang
Dari Jakarta ke Talunombo: 234 Siswa Rasakan Hidup Sehari sebagai Petani Wonosobo
Crossover Transformers & G.I. Joe Digarap Versi Animasi Dewasa
Super Gemas, Uniqlo Kembali Populerkan Tamagotchi
Waspada! 10 Daerah di Sulut Hadapi Ancaman Bencana Hidrometeorologi