TIMESINDONESIA, JAKARTA – Visi pembentukan Israel Raya dilawan negara-negara Arab dan Islam dan para Menteri Luar Negeri-nya. Mereka serentak menandatangani pernyataan bersama perlawanan itu pada Sabtu (16/8/2025).
Selasa malam lalu, ketika diwawancarai saluran berbahasa Ibrani i24, Benjamin Netanyahu yang sedang diburu Mahkamah Kriminal Internasional atas tuduhan kejahatan perang di Gaza itu, membuat pernyataan bahwa ia bersama menterinya sangat terikat dengan visi "Israel Raya", ketika ditanya soal apakah ia merasa sedang menjalankan misi atas nama orang-orang Yahudi.
Pernyataan Benjamin Netanyahu yang menyatakan visinya membentuk Israel Raya dengan cara mencaplok Palestina dan sebagian negara seperti Yordania, Lebanon, Suriah, dan Mesir.
Menteri-menteri Luar Negeri yang membuat pernyataan bersama dan kemudian menandatanganinya itu adalah Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Aljazair, Bahrain, Bangladesh, Chad, Komoro, Djibouti, Mesir, Gambia, Indonesia, Irak, Yordania, Kuwait, Lebanon, Libya, Maladewa, Mauritania, Maroko, Nigeria, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Senegal, Sierra Leone, Somalia, Sudan, Suriah, Turki, UEA, dan Yaman.
Pernyataan tersebut total ditandatangani oleh 31 menteri luar negeri dari 31 negara ditambah pula oleh kepala Liga Arab, OKI dan GCC.
Para menteri itu mengatakan, pernyataan Benjamin Netanyahu dan para menteri sekutu sayap kanannya merupakan pelanggaran hukum internasional yang nyata dan berbahaya.
“Mereka juga merupakan ancaman langsung terhadap keamanan nasional Arab, kedaulatan negara-negara Arab, serta perdamaian dan keamanan regional dan internasional,” begitu bunyi pernyataan mereka yang disiarkan oleh Kantor Berita Saudi.
Israel Raya, menurut klaim Israel, meliputi wilayah Palestina yang diduduki, sebagian Yordania, Lebanon, Suriah, dan Mesir.
Dilansir The Times of Israel, frasa Israel Raya itu digunakan setelah perang 1967 untuk merujuk pada Israel, wilayah Yerusalem Timur, Tepi Barat, Jalur Gaza, Semenanjung Sinai di Mesir, dan Dataran Tinggi Golan di Suriah .
Para menteri luar negeri negara-negara Arab dan Islam itu menekankan bahwa mereka menegaskan kembali rasa hormat mereka terhadap legitimasi internasional dan Piagam PBB, khususnya pasal 2 ayat 4.
Dalam pasal itu disebutkan melarang penggunaan kekuatan atau ancaman kekerasan, mereka akan mengadopsi semua kebijakan dan langkah yang menjaga perdamaian, dengan cara yang melayani kepentingan semua negara dan rakyat dalam mencapai keamanan, stabilitas, dan pembangunan, jauh dari ilusi dominasi dan pemaksaan kekuasaan dengan kekerasan.
Para menteri luar negeri itu juga melawan persetujuan menteri Israel Bezalel Smotrich atas rencana permukiman di wilayah E1 Tepi Barat, beserta pernyataannya yang menolak pembentukan negara Palestina.
Negara-negara Eropa juga khawatir dengan langkah visi Israel Raya tersebut dan telah meminta pemerintah Israel untuk menghentikan rencananya.
Jerman juga memperingatkan bahwa rencana permukiman E1 dan perluasan Maale Adumim akan semakin membatasi mobilitas penduduk Palestina di Tepi Barat dengan membaginya menjadi dua dan memotong wilayah tersebut dari Yerusalem Timur.
Juga dikatakan, bahwa rencana Israel tersebut merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan serangan terang-terangan terhadap hak asasi rakyat Palestina yang tidak dapat dicabut untuk mewujudkan negara merdeka dan berdaulat sesuai dengan amanat 4 Juni 1967, dengan Yerusalem yang diduduki sebagai ibu kotanya.
Jerman memperingatkan tentang pengabaian terang-terangan Israel terhadap hak-hak Palestina dan negara-negara tetangganya karena komunitas internasional secara keseluruhan secara langsung memicu siklus kekerasan dan konflik serta merusak prospek tercapainya perdamaian yang adil dan menyeluruh di kawasan tersebut.
Para menteri luar negeri negara-negara Arab dan Islam menegaskan kembali penolakan dan kecaman mereka terhadap kejahatan agresi, genosida, dan pembersihan etnis yang dilakukan Israel dan menegaskan kembali perlunya gencatan senjata di Jalur Gaza untuk memastikan akses kemanusiaan tanpa syarat guna mengakhiri kebijakan kelaparan sistematis yang dilakukan Israel sebagai senjata genosida.
Lebih dari 61.000 warga Palestina meninggal dunia di Gaza sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Israel juga terus memblokir lembaga-lembaga kemanusiaan internasional untuk mengirimkan makanan kepada orang-orang yang kelaparan di daerah kantong tersebut. (*)
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Faizal R Arief |
Satu Dekade TIMES Indonesia, Gerbang Informasi Penghubung Generasi Masa Depan
KKN Mahasiswa Unitomo di Probolinggo Perkuat Sosialisasi Bencana dan Mitigasi Sejak Dini
Simbol Kemerdekaan RI, 80 Tukik Dilepas Griya Santrian Sanur Bali
Resepsi Kenegaraan, Atlet Pacitan Berprestasi di Porprov IX Jatim Diganjar Bonus Besar
Gencarkan Peduli Bencana, KKN Unitomo di Desa Widoro Sosialisasikan InaRisk
DPC Gerindra Kabupaten Malang Gelar Refleksi Kemerdekaan dan Setahun Pemerintahan Prabowo
Kebersamaan Semangat Merdeka, Dusun Kembang Singosari Malang Gelar Upacara Mandiri
Perayaan HUT ke-80 RI Jadi Ajang SMKN 1 Pacitan Apresiasi Prestasi Siswa
Kala Bupati Probolinggo Tinggalkan Paseban, Pilih Berpanasan Bareng Peserta Upacara
Kampanye Cinta Lingkungan, GP Ansor Pujer Kibarkan Merah Putih di Kawah Wurung Bondowoso