Peristiwa Internasional
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sheikh Abdulaziz bin Abdullah al-Sheikh, Mufti Agung Arab Saudi yang telah menjabat lebih dari seperempat abad, wafat pada Selasa (23/9/2025) di usia 80-an. Ia dikenal sebagai salah satu ulama paling berpengaruh di dunia Islam, khususnya bagi umat Muslim Sunni.
Dikutip dari Associated Press, kabar wafatnya Sheikh Abdulaziz disampaikan media pemerintah Arab Saudi tanpa menyebutkan penyebabnya. Putra Mahkota Mohammed bin Salman turut hadir dalam shalat jenazah yang digelar Selasa malam di Riyadh.
“Dengan wafatnya beliau, kerajaan dan dunia Islam kehilangan seorang ulama besar yang telah memberikan kontribusi penting bagi Islam dan umat Muslim,” demikian pernyataan resmi dari Dewan Kerajaan Saudi.
Sheikh Abdulaziz, yang kehilangan penglihatannya sejak muda, diangkat menjadi Mufti Agung pada 1999 oleh Raja Fahd. Selama masa jabatannya, ia kerap mengeluarkan fatwa terkait persoalan sosial, keagamaan, hingga isu internasional.
Di awal masa tugasnya, ia dikenal dengan pandangan konservatif, antara lain mengecam penggunaan kamera ponsel pada 2004 karena dianggap bisa menimbulkan kemaksiatan. Ia juga pernah menimbulkan kontroversi lewat pernyataannya soal Kristen dan Syiah.
Pada 2012, ia dikutip mengatakan bahwa gereja di kawasan Teluk sebaiknya dihancurkan, meski pernyataan itu kemudian dibantah oleh pihak sekitarnya setelah menuai kritik internasional.
Sheikh Abdulaziz juga pernah menyebut kaum Syiah sebagai keturunan “Majus”, sebuah istilah yang merujuk pada penganut Zoroaster, usai Iran mengecam penanganan tragedi Mina 2015 yang menewaskan lebih dari 2.400 jemaah haji.
Meski lekat dengan pandangan Wahabi yang konservatif, Sheikh Abdulaziz dikenal tegas menentang kelompok ekstremis. Ia mengecam aksi al-Qaida pasca serangan 11 September 2001 di AS, serta menyebut ISIS sebagai “musuh nomor satu Islam”. Pada 2007, ia menilai jihad yang dikampanyekan kelompok ekstremis hanyalah “jihad palsu” yang menyesatkan umat.
Seiring perubahan besar yang dipimpin Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, sikap Sheikh Abdulaziz terhadap sejumlah isu sosial mulai melunak. Jika sebelumnya ia menentang keras percampuran laki-laki dan perempuan serta menolak perempuan mengemudi, pada akhirnya ia mendukung reformasi tersebut.
Larangan perempuan mengemudi resmi dicabut pada 2018, bersamaan dengan dibukanya bioskop dan meningkatnya keterlibatan perempuan di dunia kerja. Bahkan, saat pandemi COVID-19, ia mendukung langkah kesehatan publik dan menyebut mengabaikan protokol sebagai “dosa besar” karena bisa membahayakan nyawa orang lain. (*)
| Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Perjalanan 35 Kilometer Juriya, KPM Difabel di Probolinggo Berakhir dengan Tangan Hampa di Meja Bank
Petani, Pahlawan Pangan yang Tak Pernah Sejahtera
Menpora Cabut Permenpora Nomor 14 Tahun 2024, Ini Komentar Ketua KONI Kota Tasikmalaya
Hari Tani Nasional 2025, Husen akan Kawal Aspirasi Pejuang Air Penopang Lumbung Pangan
Membangun Pendidikan melalui Desa dan Kota
Menpora Cabut Permenpora Nomor 14 Tahun 2024, Ini Komentar Ketua KONI Kota Tasikmalaya
BEM PTNU Se-Nusantara Tegas Tolak Anarkisme Gerakan Mahasiswa
Dana PBB-P2 Diduga Digelapkan, Warga Temuasri Banyuwangi Tuntut Pertanggungjawaban Pemdes
Livoli Divisi Utama 2025, Setelah Gagal di laga Pertama Ganevo Yogya Kalahkan Pasundan
Ajak Kembali ke Alam, Utama Spice Gelar "Reconnect with Nature" di Kul Kul Farm