TIMESINDONESIA, JAKARTA – Langit malam pada 7–8 September 2025 menghadirkan tontonan langka gerhana bulan total atau yang populer disebut Blood Moon.
Fenomena ini menjadi sorotan karena durasi totalitasnya mencapai 82 menit, termasuk salah satu yang terlama dalam sepuluh tahun terakhir.
Bagi masyarakat Indonesia, momen ini bisa disaksikan hampir di seluruh wilayah. Di Jakarta, gerhana dimulai sekitar 22.28 WIB, memasuki fase total pukul 01.11 WIB, lalu berakhir sekitar 03.55 WIB.
Jika dihitung sejak fase penumbra hingga selesai, peristiwa ini berlangsung lebih dari 5,5 jam.
Bulan tampak merah gelap karena cahaya Matahari difilter oleh atmosfer Bumi sebelum mencapai permukaan Bulan.
Secara astronomis, peristiwa ini terjadi karena Bumi berada tepat di antara Matahari dan Bulan, sehingga bayangannya menutupi Bulan.
Saat itulah cahaya merah menjadi dominan, menghasilkan kesan dramatis yang sering disebut sebagai Blood Moon. Fenomena ini juga terlihat luas dari Asia, Australia, Afrika, hingga sebagian Eropa.
Selain sisi ilmiah, gerhana bulan juga sering dimaknai secara spiritual. Di India, misalnya, fenomena ini dikenal dengan istilah Chandra Grahan dan bertepatan dengan hari Purnima Shraddh.
Masyarakat Hindu memaknainya sebagai waktu refleksi dan doa bagi leluhur. Selama periode gerhana, sebagian orang menjalankan ritual seperti puasa, membaca mantera, hingga menghindari aktivitas tertentu.
Di Indonesia sendiri, fenomena gerhana biasanya dimanfaatkan sebagai ajang edukasi sains sekaligus kegiatan astronomi bersama.
Warna merah darah dari Blood Moon sering dikaitkan dengan kisah horor, terutama legenda vampir dan sosok Drakula. Dalam sejumlah cerita rakyat Eropa Timur, ada mitos tentang makhluk gaib seperti Varcolac atau strigoi yang dipercaya “memakan” Bulan saat gerhana.
Dari situlah muncul tafsir bahwa gerhana bulan adalah pertanda kekuatan gelap. Namun, semua itu hanyalah simbolis dan bagian dari tradisi lisan. Tidak ada hubungan nyata atau ilmiah antara gerhana bulan dan keberadaan vampir atau Drakula.
Bram Stoker, penulis novel Dracula (1897), pun tidak pernah mengaitkan tokoh ciptaannya dengan fenomena astronomi. Justru adaptasi film, serial, dan video game modernlah yang sering menggunakan latar Blood Moon untuk memperkuat kesan mistis.
Seperti di serial Castlevania, gerhana digambarkan sebagai momen kebangkitan Drakula. Padahal, dalam kenyataan, bulan merah hanyalah hasil pembiasan cahaya, bukan tanda munculnya kekuatan gaib.
Dengan demikian, gerhana bulan total pada 7–8 September 2025 adalah peristiwa astronomi murni, bukan sesuatu yang berkaitan dengan mitos atau cerita vampir.
Ia bisa menjadi momen refleksi budaya dan spiritual, namun di saat yang sama tetap harus dipahami sebagai hasil hukum alam.
Masyarakat diajak untuk menikmatinya sebagai bagian dari keindahan jagat raya. Alih-alih dikaitkan dengan Drakula, Blood Moon seharusnya menjadi pengingat betapa kecilnya kita di tengah luasnya kosmos. (*)
Pewarta | : Hermanto |
Editor | : Ronny Wicaksono |
169 Kebakaran Terjadi di Sidoarjo Sepanjang 2025, Ini Rincianya
Harga Emas Antam Melonjak Tajam Rp26 Ribu per Gram!
Kabinet Tanpa Sri Mulyani
Mahasiswa Sastra Jerman UM Gelar Seminar Branding dan Pameran Produk Kreatif
Pemkab Majalengka Berikan Insentif Pajak PBB-P2, Warga Bisa Nikmati Pembebasan Denda
Jangan Tunggu Korban, DPRD Cianjur Minta Program MBG Segera Dievaluasi
Livoli Divisi Utama 2025, Rajawali O2C Juara Putaran Reguler Satu
Kapten Lebanon Minta Maaf Usai Tampil Kasar Lawan Timnas Indonesia
Demi Palestina, Petugas Medis Swiss Mulai Mogok Makan
Sekolah Rakyat Kunci Peningkatan IPM Daerah